Sulawesi Tengah mengekspor langsung tuna sirip kuning ke Jepang untuk pertama kali. Langkah itu diharapkan berdampak positif terhadap kesejahteraan nelayan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Sulawesi Tengah mulai mengekspor ikan tuna sirip kuning ke Jepang secara langsung. Selama ini, ikan tuna dari Sulteng diekspor oleh sejumlah pelaku pasar dari kota lain di Indonesia. Ekspor langsung itu diharapkan memberikan dampak kenaikan harga di tingkat nelayan.
Ekspor perdana ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares/yellowfin tuna) utuh tersebut dilakukan di Bandara Mutiara Sis Aljufri, Kota Palu, Jumat (12/6/2020). Volumenya sebanyak 700 kilogram. Ikan kemudian diangkut ke Jepang melalui Bandara Internasional Soekarano-Hatta, Tangerang. Ekspor dilakukan oleh PT Arumia Kharisma Indonesia.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Hidayat Lamakarate menyatakan, ekspor langsung tuna sirip kuning itu telah lama dirintis. ”Kami berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk langkah maju ini, terutama pihak Karantina Perikanan dan Bea Cukai. Ini ekspor perdana, jadi dimaklumi kalau banyak kekurangan,” katanya saat meresmikan acara tersebut.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng yang tercatat di Pelabuhan Pendaratan Ikan Kabupaten Donggala, produksi ikan tuna sirip kuning pada 2019 mencapai 276,56 ton. Ikan tersebut ditangkap nelayan di Selat Makassar (Kabupaten Donggala) dan Laut Sulawesi (Tolitoli dan Buol).
Potensi produksi ikan tuna sirip kuning masih jauh di atas angka itu karena ikan tersebut juga ada di wilayah perikanan lain di Sulteng, seperti Teluk Tomini dan Teluk Tolo. Selama ini, pengepul lokal menjual ikan tuna kualitas ekspor ke perusahaan ekspor di Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan lalu diekspor dari sana.
Artinya, potensi Sulteng mengekspor tuna secara langsung per bulan sekitar 20 ton.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Arief Latjuba menyatakan, dari produksi 276,56 ton tuna sirip kuning tersebut, sekitar 247 ton (89 persen) berkualitas layak ekspor. Kriteria layak ekspor yakni berat timbangan di atas 20 kilogram per ekor.
”Artinya, potensi Sulteng mengekspor tuna secara langsung per bulan sekitar 20 ton. Ini yang kami dorong sejak lama dan ternyata ada perusahaan yang mengambil pasar ini,” ujar Arief.
Arief menyebutkan, dengan ekspor langsung, harga ikan di tingkat nelayan diharapkan bisa meningkat. Hal itu terjadi karena banyak rantai distribusi yang terpotong. Perusahaan ekspor membeli ikan tuna sirip kuning Rp 45.000 per kilogram.
Menurut Kepala Unit Teknis Pelaksana Pelabuhan Pendaratan Ikan Donggala Abdul Rasyid, untuk ekspor perdana itu, PT Arumia Kharisma Indonesia masih membeli ikan dari pengepul. Para pengepul rata-rata membeli ikan di tingkat nelayan Rp 35.000 per kilogram.
”Ke depan, perusahaan bisa mengambil langsung dari nelayan. Itulah tujuan ekspor agar harga di tingkat nelayan meningkat karena tak ada lagi perantara,” katanya.
Manajer Humas PT Arumia Kharisma Indonesia Nudin memastikan, ke depan, ekspor akan dilakukan secara intens mengingat produksi ikan tuna sirip kuning Sulteng cukup tinggi. Pihaknya akan membeli langsung ikan dari nelayan dengan terlebih dahulu mengedukasi mereka terkait standar atau mutu ikan ekspor.
Perusahaan itu telah menjajaki tiga pasar utama ikan tuna di Jepang, yakni Tokyo, Nagoya, dan Osaka. Sejauh ini, pasokan ikan tuna ke tiga pasar tersebut dari Indonesia dinilai masih bisa ditingkatkan.
Kepala Stasiun Karantinna Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Palu Khoirul Mukmin memastikan ekspor tersebut telah mengantongi berbagai persyaratan, baik untuk pengiriman (sertifikat) maupun kualitas.
Pengecekan kualitas mencakup bebas kontaminasi zat berbahaya, seperti timbal. Selain itu, dia menambahkan, ikan juga ditangkap di wilayah perairan yang legal.