Aneka Aturan BLT Bikin Aparatur Desa Gagap dan Bingung
Pemerintah diminta membuat panduan yang jelas mengenai penyaluran dana desa sebagai bantuan langsung tunai. Banyaknya aturan yang dikeluarkan berbagai kementerian membingungkan aparat desa.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aparat di tingkat desa kebingungan dengan banyaknya aturan mengenai jaring pengaman sosial, khususnya untuk penggunaan dana desa sebagai bantuan langsung tunai atau BLT. Selain itu, acuan data warga yang berhak menerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial dianggap kurang mutakhir. Di satu sisi, penanganan dampak pandemi Covid-19 harus segera dilakukan.
Hal itu mengemuka dalam seminar daring bertajuk ”Bagaimana Refokusing Dana Desa Melalui BLT” yang diselenggarakan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Kamis (18/6/2020).
Sekretaris Jenderal Apdesi Agung Heri mengatakan, sejumlah perangkat desa gagap merespons kebijakan pemerintah tentang penggunaan dana desa untuk BLT. Sebab, banyak panduan penggunaan dan penyaluran yang diterbitkan sejumlah kementerian.
Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), memiliki aturan-aturan tersendiri. Begitu pula saat menentukan kriteria penerima BLT desa.
”Kami butuh ketegasan mengenai bagaimana pedoman yang praktis bagi kami untuk bisa diterapkan. Sebaiknya ada pedoman yang jelas sehingga tidak membuat kami bias tafsir,” ucap Agung.
Kebijakan dibolehkannya dana desa untuk penyaluran BLT juga memaksa aparat desa mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Begitu pula penentuan kriteria masyarakat penerima BLT. Menurut Agung, acuan yang diberikan Kementerian Sosial tidak sama dengan kriteria menurut masyarakat di desa yang bersangkutan. Kebijakan dibolehkannya dana desa untuk penyaluran BLT juga memaksa aparat desa mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Manajer Program Pattiro Agus Salim menambahkan, perlu koordinasi lintas kementerian untuk menghindari tumpang tindih regulasi terkait penggunaan dana desa untuk BLT. Tiga kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan PDTT, serta Kementerian Keuangan.
Koordinasi tersebut diperlukan untuk merumuskan kembali kebijakan BLT desa pada 2021 seandainya diperlukan.
”Koordinasi tersebut penting untuk mengembalikan roh undang-undang tentang desa, yaitu memberikan kesempatan kepada desa untuk memutuskan penggunaan dana desa melalui musyawarah desa,” kata Agus.
Endah Tyasmini, salah satu pendamping desa di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, memaparkan beberapa kendala yang ia temui di lapangan. Misalnya, tidak ada data terbaru masyarakat yang berhak menerima bantuan.
Dari data yang diperoleh Kementerian Sosial, ditemukan sejumlah kejanggalan, seperti warga yang sudah meninggal masih tercantum sebagai penerima bantuan. Selain itu, ada sepasang suami-istri yang namanya tercatat sebagai penerima bantuan sosial.
Direktur Dana Transfer Umum pada Kementerian Keuangan Andriyanto mengatakan, BLT adalah salah satu kebijakan pemerintah untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19. Dana desa hanyalah salah satu elemen untuk mengatasi dampak yang timbul akibat pandemi Covid-19. Pasalnya, ada potensi kelompok masyarakat yang tak miskin menjadi miskin akibat pandemi ini.
Pemerintah desa tidak boleh beralasan bahwa dana desa sudah dialokasikan untuk pos lain sehingga tak bisa dipakai sebagai BLT.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Sosial Dasar pada Kementerian Desa dan PDTT Bito Wikantosa menyatakan, sudah ada keputusan bahwa dana desa digunakan untuk penyaluran BLT. Oleh karena itu, pemerintah desa tidak boleh beralasan bahwa dana desa sudah dialokasikan untuk pos lain sehingga tak bisa dipakai sebagai BLT.
Ia juga mengakui bahwa dana desa sebelumnya tidak pernah dialokasikan untuk jaring pengaman sosial.
Dalam telekonferensi pers, Selasa (16/6/2020), Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, dari 74.953 desa di seluruh Indonesia, 65.711 telah menyalurkan BLT dari dana desa. Besaran BLT tersebut adalah Rp 600.000 per bulan per keluarga terhitung sejak April, Mei, dan Juni 2020. Sejauh ini, masih ada 11 kabupaten yang belum menyalurkan BLT desa tersebut.
Abdul Halim menambahkan, Kementerian Desa dan PDTT sudah menerbitkan regulasi untuk perpanjangan penyaluran BLT desa berikutnya, yakni untuk Juli, Agustus, dan September 2020. Hanya saja, besaran BLT pada periode perpanjangan ini Rp 300.000 atau separuh dari besaran periode pertama.
Kebijakan perpanjangan penyaluran BLT desa tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 205 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Desa. Dengan perubahan nilai dana yang disalurkan itu, total anggaran BLT desa meningkat dari Rp 21,19 triliun menjadi Rp 31,79 triliun.