Jalan Sunyi Properti Bertahan Kala Pandemi Covid-19
Di tengah melemahnya pasar, industri properti akan terus mencari jalan untuk bangkit meskipun itu berupa jalan sunyi dengan aneka ragam tantantangannya.
Saat ini, sebagian pengembang susah napas. Ada penurunan pasar dan daya beli konsumen akibat pandemi Covid-19. Begitu kata Daniel Djumali, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), pekan lalu.
Pandemi Covid-19 yang memukul berbagai sektor telah menyebabkan turunnya pendapatan masyarakat yang berujung pada melemahnya daya beli. Dampaknya, sektor properti terpukul. Permintaan properti turun hampir di seluruh segmen pasar, baik itu segmen rumah menengah bawah, menengah, maupun atas.
Selain penurunan daya beli untuk segmen menengah ke bawah, pukulan di sektor properti juga terjadi karena investor properti di segmen menengah ke atas cenderung menahan investasi. Hingga akhir tahun, Apersi memperkirakan pasar properti hunian menengah bawah dan bersubsidi akan turun 30-40 persen.
Adapun properti menengah turun 50-60 persen dan properti menengah ke atas turun hingga 65 persen. Penurunan penjualan terbesar terutama pada harga unit rumah di atas Rp 1,5 miliar.
Seleksi alam di sektor properti tengah terjadi, ditandai beberapa proyek mangkrak dan pengembang menghentikan produksi. Beberapa pengembang yang tidak sanggup mempertahankan arus kas perusahaan terpaksa melepas proyeknya ke pengembang yang lebih kuat secara modal dan pengalaman. Dari 3.085 pengembang Apersi, sekitar 90 persen merupakan pengembang rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Daniel mengungkapkan, selama pandemi, perusahaannya telah berupaya membantu mencari solusi bagi pengembang. Dia bahkan sampai mencarikan mitra bagi pengembang untuk mengambil alih proyek-proyek properti yang mangkrak.
”Saya mengambil alih beberapa proyek perumahan yang terhenti. Saya upayakan untuk mempertahankan dan melanjutkan proyek tersebut,” kata Daniel, yang juga Direktur Utama PT Bina Sejahtera Bangun Persada.
Seleksi alam di sektor properti tengah terjadi, ditandai beberapa proyek mangkrak dan pengembang menghentikan produksi. Beberapa pengembang yang tidak sanggup mempertahankan arus kas perusahaan terpaksa melepas proyeknya ke pengembang yang lebih kuat secara modal dan pengalaman.
Baca juga: Daya Beli Masyarakat Melemah, Tren Pasar Properti Turun
Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi nasional pada triwulan III-2010 minus 3,49 persen secara tahunan. Kondisi ini lebih baik dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Dua kali pertumbuhan ekonomi secara triwulanan yang negatif ini membuat Indonesia masuk jurang resesi.
Berdasarkan komponen pertumbuhan menurut lapangan usaha, kinerja sektor real estate pada triwulan III-2020 membaik, yaitu tumbuh 0,97 persen secara tahunan. Sebelumnya, pada triwulan II-2020, sektor ini tumbuh minus 0,26 persen.
Strategi
Di tengah penurunan daya beli dan lesunya investasi properti, sejumlah strategi memang harus diterapkan pengembang agar proyek bisa tetap berjalan. Dari sisi permintaan, pengembang memberikan kemudahan, mulai dari potongan harga, cicilan uang muka ringan, hingga kemitraan dengan bank untuk memudahkan proses akad kredit konsumen.
Dari sisi suplai, pengembang menawarkan produk yang lebih berkualitas hingga rumah pintar untuk menarik konsumen. Masa pandemi Covid-19 meningkatkan kebutuhan rumah yang menunjang kerja dari rumah. Rumah ”pintar” yang dilengkapi fasilitas CCTV dan jaringan Wi-Fi semakin diminati konsumen.
Masa pandemi Covid-19 meningkatkan kebutuhan rumah yang menunjang kerja dari rumah. Rumah ”pintar” yang dilengkapi fasilitas CCTV dan jaringan Wi-Fi semakin diminati konsumen.
Fasilitas tersebut tidak lagi menjadi kemewahan produk rumah-rumah menengah atas. Dengan beragam cara, fasilitas tersebut bisa diaplikasikan pada hunian segmen menengah ke bawah.
”Pengembang mengurangi keuntungan (proyek) untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas hunian yang layak dan terjangkau. Kalau konsumen bisa menjangkau rumah yang nyaman dan menunjang kerja dari rumah, pasti rumah itu akan dicari. Penjualan bagus, arus kas pengembang terjaga,” kata Daniel.
Ia mencontohkan, salah proyek perumahan berkonsep ”smarthome” di Serang Timur, Banten, yang dibanderol mulai Rp 150 juta hingga Rp 400 juta per unit, saat ini hampir habis terjual. Rumah tapak itu, antara lain, dilengkapi fasilitas Wi-Fi, CCTV, dan area publik terbuka.
Dari survei 99 Group Indonesia, ada kecenderungan konsumen mencari harga yang sesuai dengan kondisi keuangan. Tren pencarian properti didominasi harga rumah di bawah Rp 300 juta per unit dan di kisaran Rp 500 juta-Rp 1 miliar per unit. Selama triwulan III-2020 terjadi peningkatan jumlah pengunjung situs properti rumah123.com.
Baca juga: Properti Terimpit Covid-19
Pengembang banyak menawarkan rumah bagi konsumen yang ingin langsung menghuni. Harga rumah yang ditawarkan pengembang dan agen properti cenderung mengalami koreksi. Namun, masih muncul persepsi dan keraguan sebagian konsumen tidak mampu membeli meskipun untuk kebutuhan rumah tinggal (end user).
”Keraguan konsumen untuk membeli karena mitos bahwa saat ini (kondisi) kritis sehingga orang harus melihat lagi kemampuan finansial untuk membeli properti,” kata Country Manager 99 Group Indonesia Maria Herawati Manik, beberapa waktu lalu.
Kredit
Di tengah tantangan pasar properti, konsumen masih dihadapkan kesulitan mengakses skema kredit pemilikan rumah (KPR). Untuk kepemilikan rumah bersubsidi, misalnya, terdapat 39-34 persyaratan yang harus dipenuhi dan menyebabkan persetujuan perbankan terhadap KPR bersubsidi menurun drastis selama pandemi Covid-19.
Persyaratan KPR yang rumit menjadi persolan di tengah angka kekurangan rumah di Indonesia yang masih tinggi. Dari data Kementerian PUPR, tingkat kekurangan rumah pada awal 2020 mencapai lebih dari 7,6 juta unit dan sebagian besar merupakan kebutuhan dari masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, masih ada kebutuhan rumah baru yang meningkat sekitar 800.000 unit per tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam peluncuran Property Fiesta Virtual Expo 2020, pertengahan Oktober 2020, mengakui adanya perlambatan di sektor properti sebagai dampak pandemi Covid-19. Industri real estat tumbuh 2,3 persen pada triwulan II-2020, tetapi melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit perumahan dan kredit konstruksi karena tekanan sektor keuangan.
Data Uang Beredar yang dirilis BI menunjukkan, kredit properti pada September 2020 tumbuh melambat sebesar 2,2 persen dari Agusutus 2020 yang sebesar 2,9 persen. Pertumbuhan kredit ini bersumber dari perlambatan KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA).
Kredit KPR/KPA tersebut tumbuh 2,1 persen pada September 2020, lebih rendah dari pertumbuhan pada Agustus 2020 yang sebesar 3,4 persen. Di sisi lain, kredit real estat meningkat dari 4,9 persen pada Agustus 2020 menjadi 5,9 persen pada September 2020, terutama pada segmen gedung perbelanjaan.
Pandemi Covid-19 menyadarkan, rumah dibutuhkan tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga nyaman untuk beraktivitas dan bekerja. Kebangkitan properti tidak hanya menggerakkan perekonomian, tetapi juga menghidupkan 174 industri terkait mulai dari bahan bangunan, sampai furnitur dan peralatan masak.
Di tengah melemahnya pasar, industri properti akan terus mencari jalan untuk bangkit meskipun itu berupa jalan sunyi dengan aneka ragam tantantangannya.