Kondisi perempuan di pedesaaan, khususnya yang bekerja di sektor pertanian, kian terpuruk akibat pandemi Covid-19. Selain ancaman kemiskinan, mereka juga rentan menjadi korban kekerasan keluarga.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kondisi perempuan di pedesaaan, khususnya yang bekerja di sektor pertanian, kian terpuruk akibat pandemi Covid-19. Selain ancaman kemiskinan, mereka juga rentan menjadi korban kekerasan keluarga.
Hal itu dikatakan Kordinator Konsorsium Permampu Dina Lumbantobing saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (16/10/2020). ”Jatuhnya harga produk pertanian pangan akhir-akhir ini sangat memukul petani perempuan. Perekonomian keluarga mereka semakin terpuruk,” kata Dina.
Dia menilai, kontribusi perempuan petani terhadap ketersediaan pangan kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Untuk itu, pihaknya mendorong agar pemerintah daerah membantu membuka akses pemasaran bagi petani di pedesaan. Sebagai daerah dengan basis pertanian, petani perempuan di Sumatera diyakini terdampak pandemi Covid-19.
Selain persoalan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19, perempuan di pedesaan juga menghadapi beban ganda. Selain bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, perempuan dibebankan mengurus anak dan pendidikan anak di rumah. Selama pandemi, beban itu semakin bertambah karena anak bersekolah dari rumah.
Mereka juga rentan menghadapi persoalan sosial, antara lain menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, perempuan muda juga rentan terjebak dalam perkawinan anak.
”Perempuan yang kami dampingi menyatakan keresahannya tentang kekerasan dalam rumah tangga dan terjebak dalam perkawinan anak,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya juga mendorong agar pemerintah memperluas upaya pemberian layanan dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif. Pemerintah juga diharapkan cepat merespons jika ada pengaduan soal kekekerasan terhadap perempuan.
Langkah lainnya, pemerintah perlu mengoptimalkan pengelolaan dana Covid-19 di tingkat desa untuk membangun ketangguhan perempuan di pedesaan.
Pemerintah perlu mengoptimalkan pengelolaan dana Covid-19 di tingkat desa untuk membangun ketangguhan perempuan di pedesaan. (Dina Lumbantobing)
Selama ini, Konsorsium Permampu telah mendampingi 23.610 anggota kelompok perempuan di delapan provinsi di Sumatera. Mereka yang didampingi mayoritas adalah perempuan petani di pedesaan yang hidup dalam kemiskinan. Selain petani, perempuan yang didampingi juga berasal dari kaum buruh dan pelaku UMKM.
Pihaknya juga membantu pengembangan kewirausahaan bagi perempuan muda yang berusia 12-20 tahun. Pihaknya juga memberikan pendampingan pada anak-anak muda agar mereka tidak terjebak dalam perkawinan anak.
Pada peringatan Hari Internasional Perempuan Pedesaan yang jatuh pada 15 Oktober, Hari Pangan Sedunia (16 Oktober), dan Hari Internasional untuk Pemberantasan Kemiskinan (17 Oktober), pihaknya mengingatkan pemerintah untuk melakukan evaluasi dan optimalisasi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan pemenuhan hak perempuan. Hal tersebut, antara lain, tentang pengakhiran kemiskinan, pengakhiran kelaparan untuk mencapai ketahanan pangan, kehidupan yang sehat, pendidikan inklusif, dan kesetaraan jender.
Koordinator Divisi Penguatan Jaringan Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Ana Yunita Pratiwi menuturkan, selama ini pihaknya aktif mendampingi perempuan muda di pedesaan di Lampung. Selain memberikan infomasi terkait hak kesehatan dan reproduksi seksual, pihaknya juga memperkuat kemandirian ekonomi perempuan. Selain pendampingan kewirausahaan, perempuan muda juga mendapat pendidikan tentang menabung.