Indonesia-Iran Terus Mengupayakan Perdagangan Tanpa Hambatan
Keinginan kami adalah untuk bisa mengimpor komoditas dari Indonesia secara langsung dan sebaliknya Indonesia bisa melakukan hal yang sama tanpa melalui negara ketiga.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dan Republik Islam Iran terus mengupayakan peniadaan hambatan perdagangan langsung di antara kedua negara. Hubungan dagang keduanya yang masih melalui pihak ketiga dinilai tidak memberikan keuntungan lebih kepada rakyat kedua negara. Perjanjian perdagangan tersebut masih dalam tahap finalisasi oleh Pemerintah Indonesia.
Duta Besar Iran untuk Indonesia Mohammad Azad menyampaikan hal itu saat malam resepsi memperingati 41 tahun Revolusi Iran, Selasa (11/2/2020), di Jakarta. Hadir antara lain mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, anggota DPR Arsul Sani, dan putri Proklamator RI, Rahmawati Soekarnoputri.
”Keinginan kami adalah untuk bisa mengimpor komoditas dari Indonesia secara langsung dan sebaliknya Indonesia bisa melakukan hal yang sama tanpa melalui negara ketiga. Dengan hal itu, masyarakat bisa mengambil keuntungan langsung dari hubungan yang baik ini,” katanya.
Azad menjelaskan, Republik Islam Iran dan Republik Indonesia merupakan dua negara penting pada dua kawasan yang penting. Keduanya pun memiliki potensi politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang luar biasa yang bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain.
Dalam bidang ekonomi, khususnya perdagangan, Azad menjelaskan, dengan pelaksanaan 12 putaran pertemuan Komisi Bersama di Bidang Perekonomian, volume hubungan perdagangan keseluruhan kedua negara saat ini telah mencapai 1 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 15 triliun.
Namun, angka tersebut dinilai masih belum optimal dibandingkan dengan potensi perdagangan yang dimiliki kedua negara. ”Kami membeli minyak sawit dari Indonesia melalui negara ketiga. Kenapa hal ini tidak terjadi secara langsung tanpa melalui perantara,” kata Azad.
Keinginan ini telah disampaikan Pemerinah Iran melalui perwakilannya di Indonesia kepada pemerintah, parlemen, dan bahkan organisasi pengusaha, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Saya kira, semua negara di dunia, termasuk Indonesia, menuntut agar kedaulatannya dihargai supaya keutuhannya dihargai dan martabatnya dijaga oleh negara lain.
Dukungan telah diberikan parlemen terhadap keinginan pemerintah tersebut. Arsul Sani, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat, menilai, hubungan perdagangan kedua negara memang perlu ditingkatkan. ”Masih banyak peluang untuk memaksimalkan potensi perdagangan kedua negara,” ucapnya.
Hartarto mengatakan, perjanjian perdagangan yang lebih intensif di antara kedua negara masih dalam tahap finalisasi.
Politik kawasan
Pada kegiatan yang sama, Azad juga mengatakan, 41 tahun setelah peristiwa Revolusi Iran, harapan agar negaranya diperlakukan sebagai sebuah negara yang berdaulat dan bermartabat masih harus terus diupayakan. Sejumlah negara, khususnya negara adidaya, dalam pandangan Pemerintah Iran belum bisa mengupayakan hal ini.
”Saya kira, semua negara di dunia, termasuk Indonesia, menuntut agar kedaulatannya dihargai supaya keutuhannya dihargai dan martabatnya dijaga oleh negara lain. Jika ada persoalan, seharusnya bisa diselesaikan dengan cara negosiasi dengan mekanisme win-win solution,” katanya.
Peran Indonesia sebagai negara sahabat menjadi penting bagi Iran. Menurut Azad, dengan posisi Indonesia yang penting di ASEAN, gerakan Non-Blok, dan juga negara di kawasan Asia, Iran berharap Indonesia memainkan perannya sebagai jembatan hubungan diplomatik yang lebih setara.
Arsul Sani memiliki pandangan yang sama dengan Azad. ”Kita melalui berbagai saluran, bisa mengambil peran. Meski tidak bisa mengakurkan negara di kawasan yang sama, setidaknya tidak melebarkan perbedaan di antara mereka. Prinsipnya, kan, sama-sama sebagai sebuah negara Islam,” kata Arsul.