Wabah Covid-19 telah menjangkiti 93.455 orang di lebih dari 60 negara dengan jumlah korban meninggal 3.198 jiwa. Namun, jumlah yang sembuh jauh lebih banyak, sejauh ini ada 50.743 orang.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Xiao Yao tidak tahu di mana dan kapan persisnya ia tertular virus korona baru. Ia menduga tertular saat di kereta dalam perjalanan pulang ke rumahnya setelah merayakan malam Tahun Baru Imlek di rumah temannya di Kota Jingzhou, Provinsi Hubei, China.
Ketika itu, laki-laki berusia 27 tahun yang bekerja di Kota Chengdu tersebut menyadari ada yang salah dengan tubuhnya. ”Saya tiba-tiba merasakan badan saya hangat dan saya mulai panik,” ujarnya.
”Pikiran saya waktu itu tidak perlu ke rumah sakit, saya bakal tambah sakit,” katanya.
Xiao sempat menginap di hotel selama hampir seminggu sebelum pemerintah menutup hotel itu. Xiao bingung. Ia tidak yakin dirinya terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Setelah mengalami batuk parah, ia kemudian berobat ke rumah sakit yang jadi rujukan tempatnya bekerja. Di sana ia dirawat dan menjalani terapi antivirus dan pengobatan tradisional.
Akhirnya, sesuatu yang ia takutkan selama ini menjadi kenyataan. Pada 4 Februari 2020, Xiao dikonfirmasi positif Covid-19.
Fasilitas kesehatan di rumah sakit itu sangat dasar. Karena pasien positif Covid-19 semakin banyak, Xiao pun ditempatkan bersama seorang pasien lain di satu ruangan ruang perawatan.
”Saya tidak mandi lebih dari 20 hari. Ada bau disinfektan pada makanan yang diberikan yang bikin saya mual,” katanya.
”Tapi saya kemudian teringat teman-teman saya di Wuhan yang berjuang mendapatkan ruang perawatan. Saya tidak boleh mengeluh.”
Namun, bagi Xiao yang pada akhirnya dinyatakan sembuh, bukan penyakit yang membuatnya berat menghadapi situasi sehari-hari. Pembicaraan orang lain di luar terhadap dirinya yang membuatnya tertekan secara psikologis.
”Bahwa katanya, saya sudah bermutasi, bahkan saya sudah dikremasi. Bahwa saya diundang teman saya untuk menginfeksi kota mereka, juga katanya orangtua saya bekerja di pasar ikan Huanan tempat wabah pertama kali muncul,” kata Xiao.
”Saya berada di bawah tekanan psikologis yang teramat berat ketika didiagnosis positif,” kata Xiao.
Tidak seperti Xiao, banyak pasien Covid-19 di China yang berbicara kepada media dengan nama samaran untuk menghindari stigma dari masyarakat. Stigma justru akan membuat pasien lebih terpuruk dan menghambat upaya pengendalian penyakit.
Akhirnya, Xiao dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit pada Rabu (19/2/2020). Ia berencana mendonasikan plasma darahnya untuk riset pengembangan terapi bagi pasien Covid-19.
Tidak semua pasien yang positif Covid-19 mengalami pengalaman yang sulit dan menghadapi stigma.
Rachel Biton, misalnya, ”menangis bahagia" ketika pada akhirnya bisa pulang ke Israel dan bertemu kembali dengan keluarganya setelah menjalani karantina di kapal pesiar Diamond Princess dan di sebuah rumah sakit militer di Jepang.
Perempuan berusia 73 tahun itu merupakan satu dari empat warga Israel di kapal itu yang positif Covid-19.
Dalam wawancara dengan the Jerussalem Post, 26 Februari 2020, Biton menyampaikan apresiasinya dengan emosional kepada tenaga kesehatan di Jepang. ”Rumah sakit di sana luar biasa,” ujarnya.
”Saya tidak mengalami gejala apa pun. Tidak ada,” katanya. Setelah didiagnosis positif Covid-19, setiap hari ia terbangun dan mengira dirinya akan meninggal karena sakit.
Setelah diketahui positif Covid-19, Biton dirawat di rumah sakit selama seminggu. Setiap hari petugas kesehatan memeriksa suhu tubuhnya, memeriksa parunya, dan mengambil sampel.
Biton merasa beruntung sebab data memperlihatkan mayoritas pasien Covid-19 yang meninggal adalah mereka yang berusia sudah lanjut.
Seorang pekerja di bidang teknologi informasi berusia 31 tahun di China, Li, mengatakan, dirinya hanya mengalami gejala ringan. ”Semua orang tidak perlu takut dengan penyakit ini. Siapa pun yang dinyatakan positif harus percaya dengan negara, percaya kepada rumah sakit, dan percaya kepada dokter,” katanya dalam sebuah jumpa pers.
Walaupun banyak pasien Covid-19 yang sembuh, kini perhatian para ahli tertuju pada adanya penemuan pasien sembuh yang kembali didiagnosis positif Covid-19 beberapa minggu setelah dinyatakan sembuh.
Kasus seperti ini setidaknya ditemukan di China dan Jepang. Pada 21 Februari 2020, misalnya, seorang pasien sembuh di Chengdu kembali dirawat 10 hari setelah dinyatakan sembuh dan pulang dari rumah sakit.
Akhir Februari lalu, Song Tie, Wakil Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Guangdong, mengatakan, 14 persen pasien di provinsi itu yang dinyatakan sembuh telah dikonfirmasi kembali positif Covid-19 dan menjalani observasi di rumah sakit.
Para ahli menyatakan, ada beberapa kemungkinan hal itu bisa terjadi. Pertama, tubuh pasien yang sembuh itu tidak membangun sistem kekebalan tubuh yang cukup untuk menangkal SARS-CoV-2. Kedua, bisa juga virus penyebab Covid-19 dorman dalam tubuh sebelum kemudian menimbulkan gejala baru.
Namun, jika ini terjadi pada kasus awal-awal di China, kemungkinan ada pengaruh dari parameter pengujian yang berubah. (AFP/REUTERS)