Setelah Ajak Negara Lain Pangkas Produksi, AS Malah Tolak Berkomitmen
Sejumlah negara mengungkap komitmen pemangkasan produksi nasional. Sebaliknya, AS tidak membuat komitmen apa pun untuk menurunkan produksi minyak.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON DC, SENIN — Amerika Serikat menolak berkomitmen pada pemangkasan produksi di tengah penurunan permintaan minyak global. Padahal, negara lain setuju memangkas produksi minyak setelah Washington bolak-balik menekannya.
Menteri Energi AS Dan Brouillette menyatakan gembira atas kesepakatan pemangkasan produksi yang dicapai Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sejumlah mitra OPEC. Lewat kesepakatan pada Minggu (12/4/2020) itu, OPEC+ setuju memangkas hingga 9,7 juta barel per hari untuk periode Mei dan Juni 2020.
Sejumlah negara mengungkap komitmen pemangkasan produksi nasional. Sebaliknya, Brouillette menyatakan, AS tidak membuat komitmen apa pun untuk menurunkan produksi minyak.
Washington telah menunjukkan hal yang jelas, penurunan permintaan karena Covid-19 akan memangkas produksi minyak AS. American Petroleum Institute yang merupakan perkumpulan perusahaan penambang minyak AS menyatakan, kesepakatan OPEC+ terjadi karena produsen di AS telah lebih dulu menyesuaikan produksi di tengah penurunan permintaan.
Padahal, Presiden AS Donald Trump bolak-balik mendesak Rusia dan Arab Saudi agar mau memangkas produksi minyak mereka. Trump juga mengancam mengenakan bea masuk untuk impor minyak ke AS.
Harga minyak global terpangkas karena penurunan permintaan di tengah wabah Covid-19. Penurunan semakin parah setelah Arab Saudi melancarkan perang minyak. Riyadh memutuskan menaikkan produksi dan ekspor setelah Rusia menolak tawaran OPEC untuk mengendalikan harga.
OPEC dan Moskwa gagal bersepakat dalam pertemuan di Vienna, Austria, Maret 2020. Kala itu, seharusnya Rusia dan OPEC membahas kelanjutan pengendalian pasokan minyak di tengah penurunan harga akibat wabah Covid-19 dan perlambatan ekonomi global. Karena gagal mencapai kesepakatan baru, Riyadh memutuskan memacu produksi dari rata-rata 10 juta barel menjadi 12 juta barel per hari.
Belakangan, Moskwa, OPEC, dan sejumlah negara produsen minyak yang bukan anggota OPEC setuju memangkas produksi demi menaikkan harga. Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyebut pemangkasan efektif akan mencapai 12,5 juta barel per hari. Sebab, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab akan memangkas produksi secara bertahap.
Selama April 2020, Riyadh memproduksi 12,3 juta barel minyak per hari. Setelah kesepakatan OPEC+, Riyadh akan memangkas total 3,8 juta barel minyak per hari. Sementara Kuwait dan UEA juga disebut akan memangkas melebihi kesepakatan OPEC+.
Pemangkasan Brasil, Kanada, Indonesia, dan Norwegia akan mengurangi pasokan hingga 5 juta barel per hari. Kanada dan Norwegia sudah menunjukkan tanda mau memangkas produksi.
Reaksi pasar
Bursa global tidak puas dengan kesepakatan pemangkasan produksi minyak yang dihasilkan OPEC+. Sebab, pemangkasan di bawah perkiraan penurunan konsumsi di tengah wabah Covid-19.
Bank investasi asal Amerika Serikat, Goldman Sachs, menyebut kesepakatan itu bersejarah. Sayangnya, pemangkasan itu tidak cukup untuk menanggulangi dampak pengurangan konsumsi di tengah pandemi.
Perintah isolasi dan jaga jarak dikenai pada separuh dari 7,7 miliar penduduk Bumi. Akibatnya, konsumsi minyak global diperkirakan terpangkas 30 juta barel per hari.
Bersama UBS, Goldman Sachs menyebut harga Brent, minyak mentah yang jadi acuan harga global, akan tetap di kisaran 20 dollar AS per barel gara-gara pemangkasan produksi yang tidak memadai.
Memang, dalam perdagangan Senin ada kenaikan harga Brent menjadi 33,2 dollar AS per barel. Sementara Texas WTI naik 7,3 persen menjadi 24,43 dollar AS per barel. Meski naik, harga Brent dan Texas WTI kini tetap lebih rendah dibandingkan dengan harga pada Januari 2020. Kala itu, Brent dipasarkan pada kisaran 63,5 dollar AS per barel dan Texas WTI pada 57,5 dollar AS per barel.
”Dalam jangka pendek, WTI akan di atas 20 dollar AS setelah kesepakatan. Akan tetapi, dapat (jatuh) di bawah itu kecuali semua negara mewujudkan kesepakatan,” kata ekonom senior Nomura, Tatsufumi Okoshi.
Analis lain juga berpendapat senada. ”Pemangkasan ini memang tidak pernah terjadi, demikian pula dampak virus korona pada permintaan,” kata analis energi di lembaga kajian Raymond James, Mohammed Ghulam.
Ia dan analis lain khawatir pemangkasan tidak cukup menenangkan pasar. ”Mungkin (pemangkasan) ini akan jadi penenang sementara bagi industri energi dan perekonomian global. Industri ini terlalu besar untuk dibiarkan tumbang. Meski pemangkasan lebih kecil dari yang dibutuhkan pasar dan hanya menunda bursa saham menghasilkan masalah penurunan, (dampak) terburuk bisa dihindari untuk sementara waktu,” kata analis di Rsytad Energy, Per Magnus Nysveen.
Ketidakpuasan pasar atas kesepakatan OPEC+ tergambar pada penurunan nilai tukar sejumlah negara terhadap dollar AS. ”Reaksi awal menunjukkan penurunan permintaan di atas pemangkasan produksi yang disepakati. Hal ini negatif bagi produsen, juga mendorong risiko dagang sapi,” kata analis di Daiwa Securities cabang Tokyo, Yukio Ishizuki. (AP/REUTERS)