Dekrit Raja Salman Hapus Hukuman Mati, Reformasi Pun Dilanjutkan
Dulu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud memerintahkan penggantian vonis mati menjadi penjara maksimal 10 tahun. Kini, Raja Salman sama sekali menghapus hukuman mati.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
RIYADH, SENIN — Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melanjutkan reformasi hukum yang membuat aturan negara semakin lunak dan sesuai kebiasaan dunia dewasa ini. Setelah menghapuskan hukum cambuk, kini Riyadh melarang hukuman mati.
Penghapusan hukuman mati ditetapkan lewat dekrit Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Setiap orang yang berusia kurang dari 18 tahun tidak boleh lagi dihukum mati. Vonis maksimal dibatasi berupa 10 tahun penjara.
”Setiap orang yang divonis mati kala masih anak-anak tidak akan dieksekusi. Mereka akan dihukum tidak lebih dari 10 tahun di penjara anak-anak,” kata Presiden Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Saudi Awwad Alawwad, Minggu (26/4/2020) malam waktu Riyadh atau Senin dini hari WIB.
Vonis mati bagi warga berusia di bawah 18 tahun, antara lain, diterima Abdulkareem al-Hawaj yang dieksekusi pada 2018. Vonis mati bagi Al-Hawaj dijatuhkan pada 2013 kala ia berusia 16 tahun. Selepas eksekusi Al-Hawaj, Saudi sebenarnya sudah mengendurkan ketentuan pidana bagi anak-anak.
Raja Salman saat itu memerintahkan penggantian vonis mati menjadi penjara maksimal 10 tahun. Kini, Raja Salman menghapus hukuman mati bagi terdakwa berusia kurang dari 18 tahun.
”Dekrit membantu kami membuat undang-undang pidana lebih modern dan menunjukkan komitmen kerajaan untuk menjalankan reformasi secara menyeluruh di seluruh sektor di negara kami,” ujar Alawwad.
Pembebasan segera akan diberikan kepada terpidana yang menerima vonis kala belum berusia 16 tahun dan menunggu eksekusi 10 tahun di penjara. Sebab, mereka dinilai telah menjalankan hukuman pengganti. Namun, belum jelas kapan dekrit mulai diberlakukan.
Sehari sebelum dekrit itu diumumkan, Riyadh menghapus hukum cambuk. Mahkamah Agung Saudi meminta hakim memilih pidana denda atau penjara alih-alih hukum cambuk. Terdakwa bisa pula diwajibkan memberi pelayanan sosial.
Reformasi
MA menyatakan, keputusan itu bagian dari upaya membawa Saudi selaras dengan norma hak asasi manusia internasional terhadap hukuman keras. Peningkatan HAM merupakan bagian reformasi yang didorong Raja Salman dan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) sejak menjadi putra mahkota, Juni 2017. MBS secara terbuka mendorong berbagai perubahan di negaranya. Ia menyebut, Saudi sejatinya bukanlah yang dicitrakan dan dikenal selama ini.
MBS juga mengumumkan perempuan Saudi boleh memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan mengemudikan kendaraan. Pengumuman yang mulai berlaku pada Juni 2018 itu ditentang banyak pihak. Selama ini masyarakat Saudi mewajibkan setiap perempuan didampingi walinya jika keluar rumah.
Perubahan penting lain, perempuan bisa mengurus paspor tanpa izin suami atau kerabat pria dan tidak perlu lagi didampingi kerabat pria atau suami jika bepergian. Kebijakan itu memungkinkan semakin banyak warga Saudi terlibat dalam perekonomian. Kini perempuan bisa bekerja tanpa harus izin lebih dahulu dari suami atau kerabat pria.
MBS ingin mengubah struktur perekonomian Saudi dari bergantung pada minyak menjadi mengandalkan aneka sektor. Salah satunya pariwisata dan pusat bisnis terpadu yang digagas di Provinsi Tabu, Saudi barat laut. Di sana, MBS meluncurkan proyek NEOM, Oktober 2017, untuk menyulap gurun dan pesisir menjadi kawasan wisata dan bisnis terpadu.
Pekan lalu, proyek NEOM menarik perhatian setelah kematian aktivis Abdul Rahim Ahmad al-Hwaiti. Menurut keterangan aparat, Al-Hwaiti ditembak karena menyerang aparat. Ia dilaporkan menembaki aparat dari atap rumahnya.
Sejumlah pelarian Saudi yang kini menetap di luar negeri menyebut Al-Hwaiti diserang karena menolak digusur. Rumahnya masuk dalam kawasan pengembangan NEOM.
Dalam video yang diunggah di media sosial, Al-Hwaiti mengaku telah berulang kali diminta pindah dari rumahnya. Dua pelarian di Inggris mengaku memiliki rekaman video yang menunjukkan Al-Hwaiti ditembak aparat. (AP/AFP)