DK PBB Berupaya Menghentikan Konflik Dunia Selama 90 Hari
Dewan Keamanan PBB menyiapkan resolusi penghentian konflik bersenjata di banyak negara selama 90 hari guna memberi akses pada bantuan kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Dewan Keamanan PBB akan mengeluarkan resolusi guna menghentikan konflik bersenjata di sejumlah negara selama 90 hari demi alasan kemanusiaan. Penghentian konflik bersenjata itu harus dilakukan agar distribusi bantuan kemanusiaan lancar tanpa hambatan.
Resolusi usulan Perancis dan Tunisia itu semula mengusulkan penghentian konflik untuk jeda kemanusiaan selama 30 hari saja, tetapi kemudian direvisi menjadi 90 hari. Rencana ini disebutkan dalam rancangan resolusi DK PBB yang diperoleh kantor berita AFP, Selasa waktu AS atau Rabu (29/4/2020) WIB. Namun, belum diketahui kapan DK PBB akan melakukan voting atas draf resolusi baru itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, pekan lalu, telah menyerukan agar negara-negara di seluruh dunia menghentikan konflik apa pun. Namun, draf resolusi DK PBB itu hanya menyebutkan penghentian dilakukan pada konflik-konflik dalam pengawasan DK PBB, seperti konflik di Suriah, Yaman, Afghanistan, Mali, Libya, Kolombia, Sudan, dan Republik Afrika Tengah.
Berbagai upaya sudah coba dilakukan untuk menekan konflik, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Kekerasan dan konflik di Yaman, Libya, dan Sudan Selatan malah semakin parah. Bahkan, Tentara Pembebasan Nasional, kelompok gerilyawan di Kolombia, akan mulai beroperasi lagi, 1 Mei mendatang.
Di Suriah, sebuah truk pengangkut bahan bakar meledak dalam serangan bom di depan sebuah pasar di Afrin, Selasa (28/4/2020) petang atau Rabu dini hari WIB. Lebih dari 40 orang tewas, termasuk anak-anak dan perempuan, serta puluhan orang terluka. Serangan bom itu merupakan insiden pertama paling mematikan pada Ramadhan ini di Suriah.
Ledakan tersebut menjadi salah satu yang terbesar di Afrin. Kota ini sejak Maret 2018 berada dalam kekuasaan milisi pro Turki. Kementerian Pertahanan Turki menuding Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang dituding sebagai cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK), harus bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Bantuan
Untuk membantu warga yang menjadi korban wabah korona, PBB akan mengirimkan bantuan ke negara mana pun yang paling rentan terkena wabah. PBB telah mengajukan permohonan anggaran 2 miliar dollar AS dan kini terkumpul 1 miliar dollar AS. Guna melindungi warga miskin dan warga yang terancam jatuh ke jurang kemiskinan karena kehilangan pekerjaan, PBB membutuhkan anggaran sekitar 90 miliar dollar AS.
Anggaran itu akan dialokasikan untuk bantuan pangan, obat-obatan, dan kebutuhan lain. Dana itu kemungkinan akan disediakan oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu negara yang terancam krisis kemanusiaan akibat wabah korona yang sempat dibahas oleh DK PBB adalah Venezuela. Uni Eropa mengingatkan, wabah korona memperparah kehidupan masyarakat di Venezuela yang sudah susah jauh sebelum wabah korona.
Uni Eropa mengingatkan, wabah korona memperparah kehidupan warga Venezuela yang sudah susah jauh sebelum wabah korona.
Dalam pernyataan tertulis negara anggota UE, sejumlah negara, yakni Perancis, Jerman, Belgia, Estonia, dan Polandia, mengingatkan krisis kemanusiaan kian parah di Venezuela. Untuk itu, UE—yang selama ini menjadi donatur terbesar bagi Venezuela—meminta bantuan komunitas internasional.
Duta Besar Jerman untuk PBB Juergen Schulz menyatakan, warga Venezuela sulit mempraktikkan kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak sosial untuk mencegah penyebaran wabah korona. Hanya 18 persen dari total penduduk negeri itu yang bisa mengakses air bersih.
Barang kebutuhan sehari-hari juga sulit diperoleh. Jikapun ada, harganya mahal. ”Warga miskin dan mereka yang mengandalkan upah harian yang paling menderita,” kata Schulz.
Masker atau makan
Penderitaan juga dialami warga Afghanistan, salah satu negara yang tak pernah berhenti dirundung konflik bersenjata. Bagi Hayatullah Khan, warga Afganistan yang bekerja sebagai buruh dengan upah kurang dari 1,5 dollar AS, kebijakan karantina hanya membuat keluarganya menderita.
Ia harus memilih antara membeli masker atau bahan makanan untuk keluarganya. Tidak bisa dua-duanya karena uangnya tak cukup. Seperti warga miskin lainnya di Asia Selatan, Khan tidak punya pilihan selain harus tetap keluar rumah untuk bekerja. Sebelum wabah korona datang saja ia sudah kesulitan mencukupi kebutuhan hidup.
Hari ini saja saya hanya bisa dapat uang 1,32 dollar AS. Saya harus beli masker atau makanan untuk keluarga saya.
”Hari ini saja saya hanya bisa dapat uang 1,32 dollar AS. Saya harus beli masker atau makanan untuk keluarga saya,” tanya Khan.
Khan bingung karena pemerintah menyuruh semua warga mengenakan masker untuk melindungi diri dari virus. Padahal, harga masker bisa mencapai 7 dollar AS, uang yang tak cukup dia kumpulkan dari empat hari bekerja sebagai buruh.
Direktur Human Right Watch untuk Asia Selatan Meenakshi Ganguly mengatakan bahwa kebijakan karantina paling menyengsarakan masyarakat miskin karena mereka hidup dalam kondisi serba terbatas dan kekurangan. ”Mereka tidak bisa mengakses pangan, papan, layanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya,” ujarnya.
Kawasan Asia Selatan merupakan wilayah yang belum parah terdampak wabah korona seperti negara-negara lain. Di India saja yang berpenduduk 1,3 miliar jiwa, jumlah kasus positif koronanya masih di bawah 1.000 orang. Meski demikian, ada kekhawatiran wabah korona akan parah mengingat banyak warga miskin yang tinggal di pemukiman kumuh yang padat.
Jangankan masker, air bersih untuk cuci tangan, atau cairan pembersih untuk mencukupi hidup sehari-hari saja mereka tidak punya gambaran.