Beijing Pastikan Pemberlakuan UU Keamanan Nasional di Hong Kong-Makau
Cengkeraman Beijing terhadap Hong Kong akan semakin kuat setelah Pemerintah China memastikan akan menerapkan UU Keamanan Nasional. Aktivis pro-demokrasi Hong Kong menolak langkah Beijing dan siap turun ke jalan lagi.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT — Pemerintah China memastikan akan memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong dan Makau. UU Keamanan yang baru bagi Hong Kong itu diperkenalkan pada pembukaan Kongres Rakyat Nasional di Beijing, Jumat (22/5/2020), dan telah mendapatkan dukungan penuh dari kongres untuk diterapkan.
Kepastian penerapan UU Keamanan Nasional itu disampaikan Perdana Menteri China Li Keqiang, Jumat (22/5/2020), ketika berpidato pada pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) ke-13 di Beijing. Keputusan tersebut mengundang kemarahan para aktivis Hong Kong yang bertekad akan menolaknya dengan terus menggelar aksi-aksi unjuk rasa di jalanan.
”Kami memiliki keyakinan yang penuh dalam penerapan kebijakan ’Satu Negara, Dua Sistem’ di Hong Kong dan Makau, (UU Keamanan Nasional) akan membawa otonomi yang lebih baik bagi kedua wilayah,” kata Li, dikutip dari televisi CGTN.
Dia menegaskan, dengan penerapan UU Keamanan yang baru di kedua wilayah itu, Beijing akan membantu proses integrasi keduanya ke dalam keseluruhan sistem pemerintahan China. Li juga menekankan, UU Keamanan yang baru akan memberikan jaminan adanya sistem hukum yang sehat dan ujungnya adalah keamanan nasional yang terjaga.
Zhang Yesui, juru bicara Kongres Rakyat Nasional China, menyatakan bahwa rincian undang-undang yang baru itu akan diberikan ketika sesi tahunan berlangsung. Dia juga mengatakan, NPC menggunakan kekuasaan yang ada pada forum itu, sesuai dengan konstitusi China, untuk menerapkan UU Keamanan tersebut karena kondisi dan keadaan di Hong Kong.
Zhang tidak menjelaskan lebih lanjut soal kondisi dan keamanan yang dimaksudnya. ”Keamanan nasional adalah landasan penting bagi stabilitas dan konsolidasi negara. Menjaga keamanan nasional adalah kepentingan mendasar bagi rakyat dari semua kelompok etnis Tiongkok, termasuk rekan senegara Hong Kong SAR. Hong Kong SAR adalah bagian yang tak terpisahkan dari Republik Rakyat Tiongkok,” kata jubir Kedutaan Besar China untuk Indonesia mengenai hal itu.
Berakhirnya ”dua sistem”
”Ini adalah akhir dari Hong Kong, berakhirnya ’Satu Negara, Dua Sistem’, jangan membuat kesalahan soal itu,” kata Dennis Kwok, anggota parlemen Hong Kong dari Partai Sipil, kepada wartawan.
Joshua Wong, aktivis pro-demokrasi Hong Kong, menyatakan, tindakan Beijing tersebut merupakan tindakan pembalasan atas demonstrasi tahun lalu. Tindakan Beijing ini juga dinilai sebagai upaya pembungkaman terhadap suara-suara kritis warga.
Joshua menegaskan, rencana tersebut tidak akan membuat aktivis pro-demokrasi dan warga Hong Kong mundur untuk menyuarakan kebenaran dan pemerintahan China yang otoriter. ”Kami akan terus mengadvokasi kondisi ini kepada dunia internasional,” kata Joshua melalui akun Twitter-nya.
”Warga Hong Kong tidak akan takut menghadapi kebijakan serdadu serigala itu,” lanjut Joshua.
Dalam unggahan pesan-pesan di internet dan percakapan melalui aplikasi virtual yang digunakan para aktivis gerakan pro-demokrasi muncul kembali seruan untuk memulai lagi unjuk rasa, seperti tahun lalu. Unjuk rasa mengguncang Hong Kong hampir sepanjang tahun lalu guna menolak RUU Ekstradisi. Dalam beberapa bulan terakhir, unjuk rasa itu mereda karena ada pembatasan sosial terkait pandemi Covid-19.
Hong Kong masih memiliki otonomi terbatas sejak dikembalikan oleh Inggris ke China tahun 1997 melalui kesepakatan penyerahan wilayah dalam formula ”Satu Negara, Dua Sistem”.
Pertimbangan keamanan
Rencana penerapan UU Keamanan ini sudah disuarakan kembali oleh Kepala Kantor Penghubung China di Hong Kong Luo Hining sejak beberapa waktu lalu. Jauh sebelum ini, tahun 2003, rencana penerapan UU Keamanan juga mendapat penolakan yang luas dari warga Hong Kong yang mengecap banyak keuntungan dari penerapan ideologi demokrasi di wilayah itu.
Luo, yang juga petinggi di Partai Komunis China (PKC), mengatakan bahwa keamanan nasional adalah salah satu hal yang kurang di Hong Kong.
Ketiadaan perhatian terhadap ”keamanan nasional” di Hong Kong, seperti yang dikatakan Luo, terkait dengan maraknya demonstrasi warga dan aktivis pro-demokrasi yang menentang kebijakan Beijing, dimulai sejak awal tahun lalu dan masih berlanjut hingga sekarang. Longgarnya penindakan atas warga dan aktivis pro-demokrasi selama demonstrasi tahun lalu mendorong Luo—berdasarkan petunjuk Beijing— ”membersihkan” kantor yang dipimpinnya dari orang-orang yang dinilai lembek saat berhadapan dengan warga.
Hari Jumat ini, bursa saham Hong Kong, Hang Seng, melemah lebih dari 2 persen setelah Pemerintah China mengumumkan rencana tersebut, termasuk kemungkinan kembalinya aksi demonstrasi seperti tahun 2019 lalu yang membuat perekonomian kawasan itu terguncang.
Aktivis hak asasi manusia dan anggota Partai Sipil Hong Kong, Maya Wang, mengatakan bahwa rencana penerapan UU Keamanan Nasional itu jelas-jelas merupakan langkah mundur yang sangat besar bagi sebuah wilayah yang sebelumnya sangat demokratis. ”Pemerintah China tidak ingin melihat kebebasan yang selama ini dimiliki warga Hong Kong. Mereka ingin merenggutnya,” kata Maya.
Mantan Gubernur Hong Kong Lord Patten, dikutip dari laman Hong Kong Free Press, mengatakan bahwa semua janji yang pernah diberikan Beijing untuk tetap memberikan setiap instrumen demokrasi ruang berkembang adalah janji manis belaka.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memperingatkan Beijing untuk berhati-hati melangkah. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus, menyatakan, langkah Beijing memberlakukan UU Keamanan Nasional bertentangan dengan keinginan warga Hong Kong serta berpotensi mengganggu kestabilan kawasan dan perekonomian.
Mengakhiri status khusus Hong Kong akan menjadi pukulan besar bagi perusahaan-perusahaan AS. Departemen Luar Negeri mencatat, 85.000 warga AS tinggal di Hong Kong pada 2018 dan lebih dari 1.300 perusahaan AS beroperasi di sana, termasuk hampir setiap perusahaan keuangan utama AS.