Mantan Guru Bahasa Inggris Tantang Orang Kuat Eks-Soviet di Belarus
Sikap otoriter Pemerintah Belarus membuat seorang mantan guru bahasa Inggris terjun ke politik, dengan menantang ”diktator Eropa” orang kuat eks-Soviet dalam pemilihan presiden Belarus, pekan ini.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BREST, RABU — Seorang mantan guru bahasa Inggris berusia 37 tahun tanpa pengalaman politik menjadi penantang petahana Presiden Belarus yang telah berkuasa lebih dari seperempat abad di negara eks-Uni Soviet itu. Pencalonan Sviatlana Tsikhanouskaya, sang penantang itu, telah menyatukan faksi-faksi oposisi dan menarik puluhan ribu dukungan dalam kampanyenya menjelang pemilu presiden, Minggu (9/8/2020) mendatang.
Di hadapan pendukungnya, Tsikhanouskaya mengungkapkan kerinduannya akan transformasi di Belarus setelah 26 tahun kepemimpinan Presiden Alexander Lukashenko. Dalam wawancaranya dengan kantor berita Associated Press, ia menggambarkan dirinya sebagai ”simbol perubahan”.
”Orang melihat saya bukan sebagai politisi yang mengejar kekuasaan, melainkan hanya orang kebanyakan seperti mereka, dan mereka suka,” kata Tsikhanouskaya.
”Mereka mengerti bahwa saya tidak ingin apa pun untuk diri saya.”
Kampanye Tsikhanouskaya beberapa hari lalu yang digelar di Brest, perbatasan dengan Polandia, diikuti lebih dari 20.000 orang, sebuah pertunjukan besar bagi kota yang tidak pernah melihat protes politik yang besar.
Beberapa hari sebelum itu, kampanye Tsikhanouskaya di ibu kota Minsk dihadiri sekitar 60.000 orang. Peristiwa itu merupakan massa oposisi terbesar setelah tahun 1991 menjelang bubarnya Uni Soviet.
”Saya lelah bersabar dan diam, saya lelah bersikap takut,” kata Tsikhanouskaya di hadapan kerumunan yang antusias di Brest.
Pada Selasa (4/8/2020), polisi membubarkan dua kampanye Tsikhanouskaya di Slutsk dan Soligorsk yang telah ditunggu ratusan orang. Viasna, organisai HAM Belarus, menyebutkan bahwa sekitar 30 orang telah ditahan di dua lokasi kampanye itu.
Melawan diktator Eropa
Adapun Lukashenko (65) adalah seorang direktur pertanian negara bagian di bawah Soviet sebelum menjadi presiden Belarus tahun 1994. Karena kebijakannya yang memberangus perbedaan dan independensi media, ia dijuluki ”diktator Eropa” di negara berpenduduk 9,5 juta jiwa itu.
Akan tetapi, kali ini Lukashenko sepertinya kehilangan keberaniannya dan terlihat gugup menghadapi kampanye oposisi. Lebih dari 1.000 orang telah ditahan yang berpartisipasi dalam protes sejak masa kampanye dimulai. Kejatuhan ekonomi akibat pandemi dan kegagalan pemerintah merespons wabah Covid-19 telah menggerus kedudukan Lukashenko.
Lukashenko menolak menerapkan karantina wilayah dan menganggap infeksi virus korona sebagai ”psikosis” hingga ia tertular Covid-19 bulan lalu dan pulih dengan cepat.
Tsikhanouskaya mengatakan, saran Lukashenko yang menyebutkan bahwa warga Belarus melindungi dirinya dari virus korona dengan segelas vodka setiap hari ibarat ”meludah di wajah”. Ia juga mengatakan, penangkapan suaminya yang merupakan blogger oposisi terkenal yang bercita-cita mencalonkan diri menjadi presiden membuatnya terjun ke dunia politik.
”Ini saya rasakan selama lebih dari 20 tahun. Kita semua merasa takut sepanjang waktu dan tidak seorang pun berani berbicara,” kata Tsikhanouskaya. ”Tetapi, jika saya bisa mengatasi rasa takut, semua orang juga bisa.”
Suami dari Tsikhanouskaya, Syarhei Tsikhanouskaya, tetap berada dalam penjara sejak ditangkap Mei 2020 atas tuduhan menyerang polisi. Syarhei menolak tuduhan itu dengan menyebut hal tersebut sebagai provokasi.
Pekan lalu, otoritas Belarus membuka penyelidikan baru atas Syarhei dengan tuduhan merencanakan ”kerusuhan massal” bersama dengan 33 kontraktor keamanan swasta Rusia yang ditangkap, Rabu pekan lalu.
Tsikhanouskaya menolak tuduhan terhadap suaminya itu dan menyebutnya sebagai penipuan. ”Dia tidak memiliki hubungan dengan itu, dan orang-orang tahu hal itu,” ujarnya.
Jika menang dalam pemilu presiden nanti, Tsikhanouskaya berjanji akan membebaskan semua tahanan politik, memerintahkan referendum konstitusional yang membatasi masa kepresidenan, dan melakukan perubahan demokratis lainnya. Ia berjanji akan mundur setelah enam bulan untuk menggelar pemilihan presiden yang bebas. (AP)