Temuan sekitar 1 meter kubik atau sekitar 1 ton bongkahan batubara di sekitar pantai Pasar Baru, Balikpapan, Kalimantan Timur, pekan lalu, diduga dari aktivitas bongkar muat batubara di lepas pantai. Hal ini menjadi ancaman bagi nelayan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Temuan sekitar 1 meter kubik atau sekitar 1 ton bongkahan batubara di sekitar pantai Pasar Baru, Balikpapan, Kalimantan Timur, pekan lalu, diduga dari aktivitas bongkar muat batubara di lepas pantai. Pegiat lingkungan menilai, ini menjadi ancaman bagi nelayan jika dibiarkan terus menerus.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Balikpapan Suryanto mengatakan, bongkahan hitam berbagai bentuk ditemukan saat susur pantai untuk membersihkan sampah yang terbawa angin selatan, pada Minggu (21/7/2019). Setelah dikumpulkan, batubara itu dicek di laboratorium.
Untuk memastikan, kami cek ke laboratorium di Sucofindo. Hasilnya, itu batubara.
“Untuk memastikan, kami cek ke laboratorium di Sucofindo. Hasilnya, itu batubara. Temuan itu kemudian kami timbun di tepi pantai dengan kedalaman sekitar 2 meter,” kata Suryanto, Kamis (25/7/2019).
Ia mengatakan, batubara yang ditemukan kondisinya beragam. Ada yang sudah ditempeli biota laut, menandakan batubara itu sudah terendap di laut cukup lama. Ada pula yang berupa bongkahan-bongkahan kecil dan runcing.
Terkait temuan itu, DLH Balikpapan langsung mengirimkan surat ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur. Jika batubara tertimbun semakin banyak di perairan Balikpapan, dikhawatirkan mempengaruhi ekosistem laut dan berdampak kepada berkurangnya hasil tangkapan nelayan.
Pada Juni 2018, sekitar 100 nelayan tradisional bersama pemerhati lingkungan memblokade aktivitas kapal batubara di perairan Balikpapan (Kompas, 10/6/2019). Itu sebagai respons atas ceceran batubara di dasar laut yang kerap merusak jaring nelayan sehingga tangkapan ikan berkurang.
Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata mengatakan, dia belum menerima surat dari DLH Balikpapan. Dia akan menindaklanjuti hasil temuan itu jika surat sudah diterima. Dinas ESDM akan berkoordinasi dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Balikpapan untuk mengecek aktivitas tambang di perairan Balikpapan.
“Saya cek dulu, karena terkait batubara, nanti kami coba untuk menegur jika ada yang tidak sesuai,” ujar Wahyu, saat dihubungi.
Kepala Bidang Keselamatan, Penjagaan, dan Patroli KSOP Kelas I Balikpapan Alex Allokendek mengatakan, aktivitas bongkar muat batubara di perairan Balikpapan dilakukan oleh satu perusahaan. “Itu sudah sesuai peraturan dan legal. Area ship-to-ship transfernya juga sudah ditentukan,” ujar Alex.
KSOP Kelas I Balikpapan mencatat, aktivitas bongkar muat batubara dari kapal ke kapal milik perusahaan itu berada di zona A, sekitar 12 mil dari pantai. Luasannya 812,9 hektar dengan kedalaman laut lebih dari 30 meter. Alex mengatakan, frekuensi bongkar muat batubara antara 10-20 kali dalam sebulan di wilayah itu.
Di Balikpapan tidak ada aktvitas pertambangan batubara. Batubara di perairan Balikpapan itu berasal dari hasil tambang di berbagai kabupaten dan kota di Kalimantan Timur. Selain di laut lepas, aktivitas bongkar-muat batubara di Balikpapan terdapat di Balikpapan Coal Terminal di Teluk Balikpapan.
Khawatir
Saat ini, nelayan di Balikpapan sudah jarang mendapati bongkahan batubara di jaring mereka. Saka (50), nelayan di pantai Manggar, berharap batubara itu tidak tertimbun semakin banyak di area tangkapan nelayan.
“Dulu memang pernah dapat batubara di jaring, sekarang sudah jarang. Harapannya, supaya batubara yang tercecer tidak mengganggu kami. Kami menghadapi cuaca jelek saja sudah pusing, kalau batubara semakin menumpuk, takut jadi kendala juga,” kata Saka.
Pantauan Kompas di pantai di belakang Pasar Baru, lima bongkahan hitam masih ditemukan. Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, jika dibiarkan terus menerus, batubara akan terus menumpuk dan dikhawatirkan mengalihkan ikan ke tempat lain yang lebih jauh.
“Kritik kami selama ini kepada pemerintah, ekonomi tambang lebih didahulukan ketimbang keselamatan rakyat. Wilayah tangkapan nelayan terancam. Seharusnya, wilayah bongkar muat barang jauh dari wilayah tangkapan nelayan,” ujar Rupang.