Wacana pemekaran dan penggabungan sejumlah wilayah di Jawa Barat, termasuk Bekasi, dianggap tidak relevan. Sejauh ini, pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah. Pemerintah juga tengah fokus mengatasi masalah kemasyarakatan, termasuk pemerataan pembangunan di daerah terisolasi, terpencil, dan terdepan.
BEKASI, KOMPAS — Wacana pemekaran dan penggabungan sejumlah wilayah di Jawa Barat, termasuk Bekasi, dianggap tidak relevan. Sejauh ini, pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah. Pemerintah juga tengah fokus mengatasi masalah kemasyarakatan, termasuk pemerataan pembangunan di daerah terisolasi, terpencil, dan terdepan.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, hingga saat ini sudah ada 314 usulan yang datang dari seluruh wilayah Indonesia terkait pembentukan atau pemekaran daerah otonomi baru (DOB). Namun, semua usulan itu bukan menjadi prioritas pemerintah saat ini.
”Kebijakan pemerintah hari ini, terkait pemekaran daerah, penggabungan daerah, atau pembentukan daerah otonom baru, baik provinsi maupun kabupaten atau kota, masih moratarium sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” katanya, Selasa (20/8/2019), di Jakarta.
Bahtiar menambahkan, fokus pemerintah pusat adalah peningkatan kualitas layanan pemerintah, pembangunan infrastruktur, pemerataan ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia. Semua itu sudah menjawab tuntutan dari tujuan pembentukan atau penggabungan daerah otonomi.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Zainudin Amali menambahkan, pemekaran atau penggabungan daerah harus melalui undang-undang. Namun, belum ada pembentukan atau penggabungan daerah karena masih ada moratorium. ”Jadi, aspirasi itu belum bisa terwujud dalam waktu dekat. Pembahasan tentang DOB belum dibuka oleh pemerintah,” katanya.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, pada Kamis (15/8), mengatakan, Bekasi sejak lama diajak untuk gabung dengan Jakarta untuk menjadi Jakarta Tenggara. Namun, dia menyerahkan sepenuhnya wacana pengabungan itu ke masyarakat Kota Bekasi. Wacana ini disampaikam Rahmat saat diminta tanggapannya tentang wacana pemekaran Provinsi Bogor Raya yang disampaikan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Bupati Bogor Ade Yasin.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, kewenangan pembagian wilayah merupakan kewenangan pemerintah pusat. Anies mengakui, secara ekonomi, kawasan Jakarta dan sekitarnya sudah terintegrasi.
”Kalau itu keputusan pemerintah pusat, kami jalankan. Keputusan itu lewat undang-undang, peraturan pemerintah. Jadi prosesnya bukan dengan DKI, tetapi dengan pemerintah pusat,” ucap Anies, Senin (19/8).
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Islam 45, Kota Bekasi, Adi Susila, mengatakan, wacana penggabungan yang disampaikan Wali Kota Bekasi bersifat emosional karena terpancing isu pemekaran Provinsi Bogor Raya. Sebab, sejauh ini tidak ada hal yang urgensi untuk menggabungkan Bekasi dengan Jakarta.
”Utuk gabung itu harus ada dua alasan, yaitu alasan politis dan teknis. Alasan politis itu pendapat masyarakat dominan menginginkan. Dari alasan teknis, jika daerah itu dinilai gagal, karena angaran atau kapasitas sumber daya manusia,” katanya.
Tawaran strategis
Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata, mengatakan, dirinya mendukung wacana penggabungan Bekasi ke Jakarta. Sebab, sejauh ini kemitraan yang terjalin antara Kota Bekasi dan Jakarta strategis dan menguntungkan. ”Saya menyarankan Wali Kota Bekasi melakukan jajak pendapat sehingga nanti terlihat jawaban dari masyarakat mau atau tidak,” katanya.
Ariyanto menambahkan, selama ini sudah banyak bantuan yang masuk ke Bekasi dan digunakan pemerintan kota untuk membangun wilayah Bekasi. Bantuan terakhir, misalnya, bantuan dana kemitraan untuk pembangunan insfrastruktur seperti pembangunan Jalan Layang di Cipendawa, Rawa Panjang, dan juga pelebaran jalan di Jatiasih.
”Laporan dari Bappeda Kota Bekasi tahun 2019, bantuan Provinsi Jawa Barat yang masuk ke Kota Bekasi hanya sekitar Rp 30 miliar, sedangkan dari DKI hampir sampai Rp 700 miliar,” katanya.