Program tol laut yang dioperasikan akhir Desember 2018 di Nusa Tenggara Timur belum berdampak signifikan bagi masyarakat dan mayoritas pengusaha lokal. Pemerintah didorong menerbitkan aturan transportasi nasional, termasuk pengendalian harga bahan pokok yang diangkut tol laut.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Program tol laut yang dioperasikan akhir Desember 2018 di Nusa Tenggara Timur belum berdampak signifikan bagi masyarakat dan mayoritas pengusaha lokal. Pemerintah didorong menerbitkan aturan transportasi nasional, termasuk pengendalian harga bahan pokok yang diangkut tol laut.
Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payong Boli dalam pertemuan dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Direktur Jenderal Pemasaran Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto, dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), di Kupang, Sabtu (24/8/2019), mengatakan, kehadiran tol laut pada awalnya memiliki misi untuk menyamakan atau menekan harga bahan pokok. Hal itu dilakukan melalui kemudahan subsidi ongkos angkut.
Namun, ujar Payong Boli, nyatanya harga bahan pokok di masyarakat terus bergerak naik, sementara hasil komoditas pertanian dan perkebunan masyarakat cenderung turun.
”Ada apa dengan kapal tol laut ini. Setelah ditelusuri, ternyata ada beberapa oknum pengusaha memanfaatkan tol laut untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Bahkan, ada mobil pribadi dan barang elektronik milik oknum pengusaha diselundupkan di dalam tol laut,” lanjutnya.
Payong Boli menyebutkan, pengusaha di Flores Timur yang ditemui beralasan, biaya pengangkutan bahan pokok dari dalam kapal ke pelabuhan dan dari pelabuhan ke gudang melonjak. Karena itu, ia berharap, program subsidi angkutan bahan pokok tidak hanya dilakukan untuk kapal tol laut, tetapi juga jalur darat.
Selain itu, barang-barang yang diangkut dengan kapal tol laut mesti diberi label khusus untuk menghindari pengangkutan barang-barang milik oknum pengusaha.
Ia mengatakan, masyarakat kecewa atas kehadiran tol laut. Sebagian warga bahkan menolak kehadiran tol laut di Pelabuhan Larantuka dengan alasan hanya membuat pangkalan labuh sesak.
Bupati Sabu Raijua Nikodemus Rihi Heke menuturkan, sebaiknya kapal tol laut dari Surabaya langsung ke Sabu Raijua, tidak perlu singgah di Kupang, untuk kemudian diganti dengan kapal yang lebih kecil. Waktu singgah di Kupang selama 14 hari membuat barang-barang dengan tujuan Sabu Raijua kedaluwarsa, terutama telur dan bahan pokok lain.
”Kami punya garam dan rumput laut yang cukup. Kami jamin, kapal tol laut berukuran besar itu tidak pulang kosong dari Sabu Raijua,” ucap Rihi Heke.
Sebaiknya kapal tol laut dari Surabaya langsung ke Sabu Raijua, tidak perlu singgah di Kupang, untuk kemudian diganti dengan kapal yang lebih kecil.
Andi, direktur pada PT Gemuk Rindu Kencana Kupang, yang bergerak di bidang usaha hasil laut seperti ikan dan rumput laut, mengatakan, menggunakan tol laut dari sisi ekonomi tidak menguntungkan. Pengangkutan barang dari Kupang ke Surabaya dengan tol laut butuh waktu perjalanan hingga 29 hari, sedangkan kontainer disewa per hari.
Selain itu, jadwal keberangkatan dan kedatangan tol laut tidak tentu sehingga pengusaha sulit membuat jadwal pengiriman. Jika dibandingkan dengan kapal angkutan swasta, jadwalnya lebih jelas, mulai dari kedatangan, keberangkatan, hingga berapa lama perjalanan laut.
Moch Anwar, pengusaha bahan pokok dari Alor, juga mengeluhkan waktu labuh tol laut di Kupang yang dinilai terlalu lama, berkisar 7-14 hari. Hal yang sama dikeluhkan pengusaha dari Ende, Flores Timur, dan Lembata.
”Situasi dan kondisi ini sangat memengaruhi harga barang di masyarakat. Pengusaha tidak mungkin mau rugi dalam jumlah besar. Mereka tentu ingin mendapat sedikit keuntungan untuk menutupi berbagai pengeluaran tadi. Masyarakat yang terkena dampak,” tutur Anwar.
Oleh karena itu, sejak satu bulan terakhir, ia memilih menggunakan kapal swasta ketimbang kapal tol laut.
Bupati Nagekeo Donbosco Do mengungkapkan, lamanya waktu transit di Kupang membuat barang-barang rusak, kedaluwarsa, dan biaya naik. Sementara bahan pokok dan barang kebutuhan lain setiap hari dibutuhkan atau dicari masyarakat di daerah.
Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi mengatakan, perlu dibentuk sistem transportasi nasional, termasuk pengendalian harga bahan pokok yang diangkut dengan tol laut. Sejumlah masalah yang disampaikan kepala daerah dan pengusaha menjadi masukan sangat berharga bagi pemerintah.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan terkait persoalan kapal tol laut yang disampaikan.
”Masukan ini sangat berarti untuk keberlangsungan pengoperasian tol laut dan kepentingan masyarakat. Kehadiran tol laut mestinya membawa dampak langsung, yakni menekan harga bahan pokok di masyarakat,” ujarnya.