”Kami Bukan Membela KPK, tapi Agenda Pemberantasan Korupsi”
›
”Kami Bukan Membela KPK, tapi ...
Iklan
”Kami Bukan Membela KPK, tapi Agenda Pemberantasan Korupsi”
Pegiat antikorupsi dan pegawai KPK menggelar aksi merespons disetujuinya revisi UU KPK di DPR. Aksi bukan untuk membela KPK, tetapi lebih dari itu, membela agenda pemberantasan korupsi yang kini di ujung tanduk.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
”Seumpama bunga, kami adalah bunga yang tak kau hendaki tumbuh, Seumpama bunga, kami adalah bunga yang tak kau kehendaki adanya, Seumpama bunga, kami adalah bunga yang dirontokkan di bumi kami sendiri.”
Untaian lagu ”Bunga dan Tembok” mengiringi aksi teatrikal ”upacara pemakaman” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Replika kuburan bertuliskan R.I.P KPK 2002-2019 yang diletakkan persis di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/9/2019) malam, mengawali aksi yang didominasi pegiat antikorupsi dan pegawai KPK tersebut.
Tak berapa lama, lampu dipadamkan. Lilin dinyalakan. Bendera kuning tanda berkabung dikibarkan. Suasana seketika hening. Kematian KPK lantas digambarkan dengan penembakan puluhan laser pointer merah ke arah logo KPK yang diiringi dengan suara sirene.
Selanjutnya, satu demi satu peserta aksi bergantian menaburkan bunga di atas ”kuburan” KPK. Tak sedikit yang kemudian menyeka mata yang berlinang melihat prosesi pemakaman lembaga antirasuah tersebut.
Aksi ini digelar sebagai respons kekecewaan atas persetujuan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), menjadi undang-undang, oleh DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (17/9/2019) siang. Revisi yang dinilai banyak kalangan berpotensi besar bakal melemahkan kerja KPK dalam memberantas korupsi.
”DPR dan Presiden yang seharusnya mengutamakan pemberantasan korupsi, tetapi yang terjadi adalah persekongkolan untuk merevisi UU KPK. Bahkan sebelumnya, menaruh orang-orang bermasalah (dalam pimpinan KPK periode 2019-2023) yang memiliki rekam jejak untuk mematikan pemberantasan korupsi,” kata Asfinawati, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Dia menegaskan, aksi pegiat antikorupsi dan pegawai KPK tersebut bukan untuk membela KPK secara institusi. Lebih dari itu, membela agenda pemberantasan korupsi yang kini berada di ujung tanduk.
https://youtu.be/yX7wsFcPAtg
Tak hanya itu, aksi juga membela bangsa dari upaya kelompok-kelompok yang berpotensi merampok bangsa setelah KPK dilemahkan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Arif Maulana menambahkan, hari ini adalah hari berduka rakyat Indonesia. Rakyat berduka karena harapan Indonesia bakal bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme telah sirna.
”Kita semuanya harus ingat bahwa hari ini Presiden dan DPR telah mengkhianati amanat reformasi yang memberikan pesan kepada para penguasa untuk memberantas korupsi. Bukannya penguatan kepada KPK tapi yang terjadi hari ini KPK dibunuh,” ujar Arif.
Setidaknya ada tiga poin yang berpotensi melemahkan KPK setelah revisi UU KPK disetujui disahkan menjadi undang-undang.
Mulai dari pembentukan dewan pengawas, perlu adanya koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi, hingga lahirnya kewenangan KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Tak hanya itu, satu hal lain yang mencemaskan ada di Pasal 70C UU KPK yang baru. Pasal itu menyebutkan, ”Pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril menilai, Pasal 70C merupakan pasal paling berbahaya karena berpotensi menghentikan semua perkara yang ditangani KPK. KPK harus menyesuaikan penanganan setiap perkara dengan UU KPK terbaru. Suatu pekerjaan yang tidak ringan dan jelas akan menghambat kerja KPK mencegah ataupun menindak kasus-kasus korupsi baru.