Jeda Hujan Dikhawatirkan Berdampak pada Produksi Kopi Dampit
›
Jeda Hujan Dikhawatirkan...
Iklan
Jeda Hujan Dikhawatirkan Berdampak pada Produksi Kopi Dampit
Jeda hujan yang cukup lama di lereng selatan Gunung Semeru di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dikawatirkan berdampak kurang baik terhadap tanaman kopi milik petani.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS-Jeda hujan yang cukup lama di lereng selatan Gunung Semeru di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dikawatirkan berdampak kurang baik terhadap tanaman kopi milik petani. Cuaca panas dan kurang air membuat bunga dan biji kopi muda mudah rontok dan perkembangannya menjadi terhambat.
Menurut petani hujan deras sempat turun pada awal November, setelah itu lebih dari tiga pekan hujan tidak turun. Kalaupun ada hujan hanya gerimis. “Pekan lalu hujan namun hanya gerimis, tidak lebat. Setiap hari cuacanya panas pada pagi sampai siang, lalu mendung sore harinya,” kata Ketua Kelompok Tani Harapan Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Suyono, Selasa (3/12/2019).
Dampit merupakan salah satu kecamatan penghasil kopi di lereng selatan Semeru, di Kabupaten Malang. Wilayah lainnya adalah Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing Wetan, dan Tirtoyudo atau biasa disingkat Amstirdam. Luas kopi Amstirdam mencapai 10.733 hektar dengan produksi 7.594 ton (2018).
Menurut Suyono hujan awal November, selama satu hari satu malam, telah merangsang pembuahan sehingga muncul bunga. Bunga lalu tumbuh menjadi buah muda (penthil). Namun, karena tidak mendapatkan cukup air, buah muda tadi sulit besar. Sedangkan daun kopi mudah menguning dan rontok.
“Sebenarnya bisa diantisipasi dengan menyiram air secara manual. Namun bagaimana caranya, seorang petani memiliki ratusan pohon,” kata Suyono yang berharap hujan segera datang secara kontinyu. Jika hujan tidak segera turun secara merata dan rutin, maka produksi kopi setempat bakal terancam.
Sebenarnya bisa diantisipasi dengan menyiram air secara manual. Namun bagaimana caranya, seorang petani memiliki ratusan pohon
Petugas Penyuluh Pertanian sekaligus Master Trainer Kopi Dampit, Jajang Somantri, membenarkan dampak anomali cuaca terhadap tanaman kopi. Menurut Jajang musim hujan tahun 2019 terlambat datang dibanding 2018. “Yang sudah berbunga, bunganya akan menjadi kering. Sedang yang sudah berbuah muda akan rontok akibat tidak hujan,” ujarnya.
Jika hujan deras baru turun pada minggu kedua Desember, menurut Jajang produktivitas kopi setempat di tahun depan akan kurang dari 1,2 ton per hektar per tahun. “Produktivitas kopi tahun 2016-2017 sempat turun (kurang dari 1 ton green bean per hektar), lalu tahun 2018 normal kembali rata-rata 1-1,2 ton. Tahun ini (2020) kami perkirakan stagnan di 0,9-1 ton per hektar,” katanya.
Luas tanaman kopi di Malang mencapai 16.267 hektar yang tersebar di lereng Gunung Semeru, Kawi, dan Arjuno. Dari jumlah tersebut, jenis kopi robusta mencapai luas 14.948 hektar (91,9 persen) dan sisanya 1.319 hektar (8,1 persen) arabika. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang produksi kopi Malang tahun tahun 2016 sebanyak 9.613,24 ton, tahun 2017 mencapai 10.141 ton, dan tahun 2018 sebanyak 10.284 ton.
Ditemui secara terpisah, Kepala Seksi Observasi dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Klimatologi Karangploso, Malang, Anung Suprayitno, membenarkan jika awal datangnya musim hujan di Malang Raya mundur dari prakiraan semula di dasarian kedua Bulan November menjadi dasarian pertama Desember.
“Berdasarkan peta monitoring hujan untuk Malang Raya per 30 November ada titik-titik yang sudah hujan. Memang hujannya ada yang masih spot-spot namun persebaran daerah yang sudah hujan cukup merata. Beda dengan daerah di luar Malang, masih ada yang belum hujan,” katanya.
Menurut Anung pada dasarian pertama Desember curah hujan di sebagian wilayah di Malang sudah di atas 50 milimeter. Artinya pada dasarian pertama Desember ini wilayah Malang telah memasuki musim hujan. Datangnya awal musim hujan tahun ini di Malang sedikit mundur dari prakiraan awal yang berlangsung pada dasarian kedua-ketiga November.
“Sebenarnya datangnya musim hujan sesuai prakiraan awal, yakni November. Namun ada beberapa penyebab sehingga mundur, salah satunya pelemahan perjalanan monsun Asia akibat tujuh siklon tropis di sisi utara Indonesia secara berturut-turut,” jelasnya.