Ada kalanya, pohon di Ibu Kota berkorban demi keberlangsungan pembangunan. Kali ini, ratusan pohon pun berkorban demi lanskap pembangunan Monas yang lebih hijau.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
Bila mencermati sisi selatan pelataran Monas sepekan terakhir, Anda akan menyadari kalau kawasan di sana kini terlihat lebih gersang. Pemandangan tersebut terlihat lantaran pohon-pohon di sana dipangkas demi pembangunan lapangan plaza.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas Muhammad Isa Sarnuri, saat dihubungi, Minggu (19/1/2020), menyatakan, sisi selatan sudah lama direncanakan sebagai plaza untuk upacara atau kegiatan publik lainnya. Atas pertimbangan revitalisasi, sekitar 190 pohon dicabut, sedangkan sebagian pohon di sana juga dipindahkan ke sisi timur dan barat Monas.
”Sekitar 85 pohon yang masih sehat dipindah ke pelataran timur dan barat Monas. Tetapi, sisi selatan yang dijadikan plaza memang untuk kegiatan publik dan seremonial,” katanya.
Pencabutan pohon dilakukan demi mengoptimalkan lapangan plaza. Lahan seluas 34.841 meter persegi itu memang tidak lagi menjadi lahan pepohonan. Namun, secara keseluruhan, lahan hijau Monas nantinya akan bertambah.
”Kami mengebut pembangunan lapangan plaza agar selesai Februari mendatang. Memang di kawasan itu lahan pepohonan berkurang. Tetapi, di kawasan silang Monas serta sisi pelataran, lahan hijau akan bertambah luas, tinggal tunggu progres pembangunannya,” kata Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto.
Berdasarkan rencana Dinas Citata DKI Jakarta, target pengerjaan memerlukan waktu sedikitnya tiga tahun. Dengan demikian, selama waktu tersebut, lahan pepohonan di Monas secara praktis masih akan berkurang.
Revitalisasi Monas, terlepas dari konsep jangka panjang yang mendukung lahan hijau, tampak menomor-duakan keberadaan pohon secara ekologis. Heru menjelaskan, rencana penghijauan baru akan berjalan setelah proyek pengerasan di lapangan plaza selesai.
Keputusan tersebut seakan mendahulukan kepentingan pembangunan dibandingkan keberlangsungan pohon. Kondisi semacam ini bukan yang pertama mengingat penebangan serupa juga dilakukan demi revitalisasi trotoar Cikini pada November 2019 lalu. Trotoar Cikini pun kini kehilangan sebagian pohon yang turut meneduhkan kawasan.
Sementara itu, penghijauan kawasan, seperti yang direncanakan di Monas, bukan soal mudah. Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menjelaskan, proses itu membutuhkan biaya, waktu, serta perencanaan yang matang.
Ia mencontohkan, revitalisasi pohon kategori besar, seperti angsana (Pterocarpus indicus), perlu kecermatan sejak pembibitan hingga masa perawatan. ”Pembibitan hingga perawatan pohon itu bisa senilai Rp 300.000 per tahun. Kalau ada ratusan pohon angsana yang berumur 30 tahun di satu kawasan, bisa dibayangkan betapa mahal dan rumitnya perawatan kawasan hijau,” katanya.
Ahmad merinci, satu pohon berumur setidaknya 12 tahun bermanfaat menyuplai oksigen sekitar 2 kilogram sehari. Pohon juga bermanfaat menjerat polutan. Polutan dijerat di daun dan batang pohon, kemudian luruh ke tanah saat hujan.
Begitu pun riset Air Quality Effects of Urban Trees and Parks Tahun 2010 oleh National Recreation and Park Association yang menyebutkan pohon berperan mereduksi suhu udara di suatu kawasan menjadi lebih sejuk. Hal itu dimungkinkan melalui proses transpirasi, yang juga mengurangi polutan.
Dengan demikian, ada baiknya apabila penebangan pohon mempertimbangkan usia serta masa penanaman. Di satu sisi, berkurangnya pohon pada suatu wilayah akan mengurangi fungsi ekologis untuk lahan resapan air atau penyerap polutan.
Bila memang diarahkan sebagai kawasan hijau, desain penanaman dan tata waktu perawatan sebaiknya direncanakan sejak awal. Akademisi ekologi pohon dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Ichsan Suwandhi, mengatakan perlunya sistem yang jelas untuk perawatan pohon, mulai dari pemupukan hingga pengukuran kesehatan sehingga kawasan hijau lebih tertata.
”Sistem penanaman dengan jangka waktu berselang-seling bisa menjadi salah satu cara. Tujuannya agar pohon yang ada tidak mengalami rusak pada saat yang bersamaan. Pihak pengelola pun semestinya memperkirakan kapan waktu pohon harus diganti,” kata Ichsan.
Ichsan menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta selanjutnya perlu lebih mempertimbangkan regenerasi pohon. Setiap pohon di perkotaan memiliki nilai ekologi, nilai sosial, dan estetika. Ada baiknya bila semua nilai itu tidak luntur ditelan prioritas pembangunan.