Beragam bentuk kepedulian untuk Jihan (11), gadis kecil yang merawat keluarganya seorang diri di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, terus mengalir.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Beragam bentuk kepedulian untuk Jihan (11), gadis kecil yang merawat keluarganya seorang diri di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, terus mengalir. Bantuan makanan dan santunan datang dari berbagai pihak. Namun, kesigapan pemerintah daerah dalam melakukan pendataan dan penanganan segera terhadap permasalahan yang dihadapi warga miskin dipertanyakan.
Pada Jumat (31/1/2020) jelang siang, Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh menjenguk Jihan dan keluarga di Lepo-lepo, Kendari. Rahman mengaku tergerak datang setelah mendapat informasi terkait perjuangan anak kecil yang merawat keluarganya seorang diri itu.
Tidak bisa dibayangkan seorang gadis kecil yang merawat ibu yang sakit kanker stadium akhir, dan adik-adiknya.
"Saya ke sini tergerak untuk melihat dan menjenguk Jihan dan keluarganya. Tidak bisa dibayangkan seorang gadis kecil yang merawat ibu yang sakit kanker stadium akhir, dan adik-adiknya," kata Abdurrahman.
Rahman sempat berbincang dengan Nuraini (37), ibu Jihan yang divonis kanker payudara stadium IV, yang telah menyebar ke hati dan organ lain. Nuraini, yang terus berada di kasur, menuturkan, terus meminum obat untuk melawan penyakit.
Selain Rahman, berbagai bantuan terus berdatangan untuk keluarga ini. Kiriman makanan dari tetangga tempat Jihan dan keluarga menetap rutin datang. Berbagai lauk-pauk dibawa tetangga setiap pagi dan sore.
Sebelumnya, bantuan beras, telur, air mineral, hingga bantal dan selimut juga datang dari berbagai pihak. Rumah permanen tiga kamar yang ditempati Jihan dan keluarga merupakan bantuan dari sebuah organisasi nirlaba. Rumah lama mereka yang berdinding papan dan setinggi lebih dari satu meter terlihat tidak berbentuk lagi.
Jihan adalah anak sulung dari enam bersaudara. Setelah ibu dan ayahnya pisah, ia ikut sang ibu bersama adik bungsunya. Empat orang adiknya yang lain bersama sang ayah. Hari itu, adik kelimanya, Ikrimah (5), datang menginap beberapa waktu terakhir.
Selama tiga bulan terakhir, Jihan menceritakan, sakit yang dialami ibunya bertambah parah. Sang ibu tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah atau mencari penghasilan dengan membuka praktek bekam. Alhasil, mereka hanya bertahan ala kadarnya dan berharap bantuan tetangga.
Lebih dari satu bulan terakhir, siswi kelas V sebuah madrasah itu tidak bersekolah. Ia memilih fokus mengurus ibu dan adiknya di rumah. Selain merawat sang ibu, Jihan juga mengurus Bilal, adik bungsunya yang berusia enam bulan. Beberapa pekan terakhir, Bilal dititipkan untuk dirawat ke seorang kenalan.
Debi (34), staf RS Bahteramas Kendari, menuturkan, ia telah merawat Bilal tiga pekan terakhir. Meski tidak memiliki hubungan kekerabatan, Debi mengaku tergerak untuk merawat Bilal setelah melihat kondisi keluarga ini.
Saya izin untuk rawat, karena kondisinya kurus dan alergi.
“Pertama kali kenal keluarga ini ketika Ibu Nuraini dirawat di RS Bahteramas. Kondisinya drop dengan kanker stadium akhir. Di situ saya baru tahu dia punya anak bayi, si Bilal ini. Saya izin untuk rawat, karena kondisinya kurus dan alergi,” kata Debi, menunjukkan telapak tangan Bilal yang masih kemerahan.
Di hari-hari pertama merawat Bilal, tutur Debi, bayi tersebut sempat muntah ketika diberi susu formula. Sebab, kondisi tubuh bayi tersebut tidak terbiasa. Bilal sebelumnya minum ASI dari sang ibu yang sedang kanker payudara.
Saat ini, Debi melanjutkan, Bilal Sudah semakin membaik dan berat badannya bertambah. Akan tetapi, ia berencana untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan melakukan vaksin ketika Bilal berumur sembilan bulan.
Kondisi Jihan dan keluarganya yang terjerat kemiskinan semakin terpuruk dengan sulitnya akses kesehatan. Sejauh ini, jaminan kesehatan keluarga ini Hanya BPJS dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk sang ibu. Sementara itu, anak-anaknya belum terdaftar sama sekali.
Selain itu, keluarga ini juga tidak pernah mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah, baik dalam bantuan modal, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), atau masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
Yang perlu kita segerakan adalah penanganan Ibu Nuraini, dan agar Jihan dan adik-adiknya mendapatkan jaminan hidup.
Abdurrahman Saleh menjelaskan, kondisi ini memperlihatkan betapa minimnya perhatian Pemerintah Kota Kendari terhadap masyarakat miskin seperti Jihan dan keluarga. Padahal, tempat tinggal Jihan tidak begitu jauh dari pusat pemerintahan kota maupun provinsi.
“Yang perlu kita segerakan adalah penanganan Ibu Nuraini, dan agar Jihan dan adik-adiknya mendapatkan jaminan hidup. Akan tetapi, harapan kita tentu bukan cuma penanganan saat ini. Setelah sehat, seperti apa pendekatannya? Apakah ada bantuan modal, bantuan usaha, agar keluarga ini bisa mandiri dan anak-anak mereka terjamin,” tutur Abdurrahman.
Tidak hanya itu, lanjutnya, Pemerintah Kota Kendari harus memikirkan agar kasus-kasus seperti ini tidak lagi terulang. Masyarakat miskin harus benar-benar terdata dan diupayakan dengan program terpadu agar keluar dari jerat kemiskinan.
Data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di Kota Kendari hingga 2017 lalu terus turun. Pada 2015 sebesar 5,59 persen, turun jadi 5,51 persen pada 2016, dan menjadi 5,01 persen di 2017. Akan tetapi, indeks kedalaman kemiskinan tidal berubah. Pada 2015 sebesar 0,75 persen, sempat turun menjadi 0,69 persen di 2016, dan kembali ke 0,75 persen di 2017.
Sementara itu, data Dinas Sosial Kota Kendari menunjukkan, kenaikan jumlah orang yang berhak menerima bantuan sosial. Dari 74.000 jiwa pada 2017 meningkat menjadi 89.000 jiwa pada 2018. APBD Kota Kendari mencapai Rp 1,5 triliun tahun ini.
Kami terus berusaha agar semuanya bsia terdata dan menjadi penerima manfaat.
Kepala Bidang Fakir Miskin Dinas Sosial Kota Kendari Sri Nursam Dewi menuturkan, sejumlah program bantuan masyarakat miskin terus dikucurkan setiap tahunnya. Pada 2020, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) juga naik 26 persen menjadi Rp 150.000.
Terkait masih adanya warga yang tidak terdata dan menjadi penerima program, Dewi menuturkan, pihaknya akan terus mengintensifkan pendataan dari bawah. Pihak kelurahan hingga tingkat RT dan RW juga diharapkan lebih responsif untuk melaporkan warga miskin di wilayah masing-masing. “Kami terus berusaha agar semuanya bsia terdata dan menjadi penerima manfaat,” kata Dewi.