Fase 2a koridor selatan-utara menjadi kelanjutan dari fase 1 koridor selatan-utara. Fase 1 dari Lebak Bulus ke Bundaran HI sejauh 16 km sudah resmi beroperasi sejak 24 Maret 2019. Fase 2a ini direncanakan 5,8 km.
Oleh
helena f nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang satu tahun operasional komersial fase 1, PT MRT Jakarta bergerak cepat. Perusahaan transportasi milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu kini tengah mempersiapkan konstruksi tahap pertama fase 2a, diawali dengan penandatanganan paket kontrak CP 201 antara PT MRT Jakarta dan Shimizu-Adhi Karya Join Venture.
Penandatanganan paket kontrak itu dilakukan Senin (17/2/2020) di Stasiun MRT Bundaran HI. Penandatanganan dihadiri Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim, Representative Shimizu-Adhi Karya Joint Venture Yutaka Okumura, Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia Masafumi Ishii, JICA Chief Representative untuk Republik Indonesia Yamanaka Shinichi, dan Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Budi Harto.
William menjelaskan, fase 2a koridor selatan-utara ini menjadi kelanjutan dari fase 1 koridor selatan-utara. Fase 1 dari Lebak Bulus ke Bundaran HI sejauh 16 kilometer sudah resmi beroperasi sejak 24 Maret 2019. Fase 2a ini direncanakan sejauh 5,8 km dari Bundaran HI ke Kota.
Untuk membangun fase 2a, PT MRT Jakarta membagi dalam enam paket pekerjaan (contract package/CP). Sesuai studi kelayakan (feasibility study/FS) yang dilakukan, fase 2a ini seluruhnya akan berbentuk konstruksi bawah tanah.
Yang ditandatangani pada Senin pagi kemarin adalah CP 201 dari fase 2a tersebut. Adapun CP 200 sudah selesai dikerjakan pada September 2019.
Untuk CP 201, paket senilai Rp 4,5 triliun itu akan dikerjakan perusahaan kontraktor gabungan Jepang-Indonesia, yaitu Shimizu-Adhi Karya Joint Venture (SAJV). Merujuk pada penjelasan PT MRT Jakarta pada acara forum jurnalis Januari lalu, SAJV ini menjadi pemenang lelang pada 24 Januari 2020.
SAJV akan mengerjakan konstruksi sepanjang 2,8 km dari total 5,8 km, yaitu dari Bundaran HI ke Harmoni. Ada dua stasiun bawah tanah di jalur itu, yaitu Stasiun Thamrin (di bawah perempatan Kebon Sirih) dan Stasiun Monas (di sisi barat kawasan Taman Medan Merdeka/Monas).
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, menjelaskan, seusai penandatanganan ini, kontraktor akan fokus di lapangan untuk persiapan pembangunan atau pra-konstruksi. Kontraktor akan melakukan identifikasi tanah (soil identification), mengecek/mengidentifikasi aneka utilitas di sepanjang jalur dan memindahkan, pembersihan area, hingga membuka jalan dengan mengidentifikasi kalau ada pohon yang harus ditebang atau direlokasi.
”Semua persiapan tahun ini. Makanya, tadi sempat dengar, sebelum pekerjaan fisik dilakukan, kami akan melakukan sosialisasi dulu kepada masyarakat,” jelas Silvia.
Adapun jenis bor yang akan dipakai untuk mengebor dan membuat jalur bawah tanah MRT akan didatangkan menyesuaikan hasil identifikasi itu. ”Nanti kontraktor menginvestigasi kondisi tanahnya untuk memastikan seperti apa. Informasi itu perlu supaya mereka bisa mendetailkan desain dari stasiun, terowongannya akan seperti apa. Pekerjaan semacam ini biasanya antara 6 dan 9 bulan sehingga tahun depan bor baru datang dan penggalian utama bisa dilakukan,” papar Silvia.
Silvia menjelaskan, pekerjaan fase 2 ini jauh lebih susah dari fase 1, yaitu karena kontraktor akan dihadapkan pada tantangan berupa jenis tanah yang lunak di utara Jakarta, lalu akan melewati kawasan cagar budaya, yaitu Kota Tua, serta adanya Kali Batanghari (anak Kali Ciliwung).
Integrasi antarmoda
Anies dalam kesempatan itu mengatakan, fase 2 mesti belajar dari fase 1, yaitu bahwa kereta massal cepat (mass rapid transit/MRT) harus sudah dirancang untuk terintegrasi dengan moda lain.
”Dengan begitu, kita nanti tidak menemukan lagi masalah seperti yang pada bulan lalu kita sempat lakukan ground-breaking-nya, mengintegrasikan antara Koridor 13 Transjakarta dengan Stasiun MRT ASEAN fase 1,” ujarnya.
Cara integrasi itu, kata Anies, akan dilakukan untuk seluruh pembangunan transportasi umum baik MRT, BRT, maupun LRT. Tujuannya agar warga Jakarta menggunakan kendaraan umum dengan mudah, bisa menjangkau ke mana saja dengan harga terjangkau.
Untuk integrasi antarmoda itu, Silvia menambahkan, koridor selatan-utara ini sama dengan koridor Transjakarta. Dengan demikian, di fase 2a ini semua stasiun dirancang memiliki koneksi langsung ke halte Transjakarta, seperti Halte Bundaran HI.
”Jadi, dari bawah akan ada koneksi dari bawah ke atas. Kalau ada moda yang lain, kita akan diskusikan lagi. Memang yang paling utama dengan Transjakarta,” ucap Silvia.
Masafumi Ishii, Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia, mengapresiasi penandatanganan paket kontrak itu. Belajar dari fase 1 yang penumpang per hari sudah mencapai rerata 95.000 orang per hari, ia berharap fase 2a juga akan menarik lebih banyak penumpang. Ada perubahan gaya hidup dari warga Jakarta untuk mau menggunakan angkutan umum. ”Dengan demikian, bisa mengurangi kemacetan di Jakarta,” ujarnya.
Tujuan lainnya, dengan adanya MRT, William menambahkan, mendorong terjadinya regenerasi perkotaan atau urban regeneration. ”Ini (MRT) tidak sekadar sistem transportasi, tetapi upaya meregenerasi perkotaan, yang mengubah orientasi pembangunan dari car-oriented development menjadi kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD),” ujar William.