Bangunan Hunian Tetap Digarap Tak Sesuai Standar Tahan Gempa
›
Bangunan Hunian Tetap Digarap ...
Iklan
Bangunan Hunian Tetap Digarap Tak Sesuai Standar Tahan Gempa
Banyak rumah rusak berat yang dibangun kembali pascagempa dengan dana stimulan di Sulawesi Tengah dikerjakan tak sesuai standar tahan gempa. Untuk itu pengawasan di lapangan perlu diperketat.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Banyak rumah rusak berat yang dibangun kembali pascagempa dengan dana stimulan di Sulawesi Tengah dikerjakan tak sesuai standar tahan gempa. Untuk itu pengawasan di lapangan perlu diperketat.
Rumah rusak berat yang dibangun kembali dengan skema stimulan Rp 50 juta tak sesuai standar ditemukan dalam peninjauan yang dilakukan tim gabungan yang dipimpin Komandan Resor Militer 132/Tadulako Kolonel (Inf) Agus Sasmita, penghubung Badan Nasional Penanggulangan Bencana Kolonel (Kav) Arief, dan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulteng Asri.
Tim memeriksa dua rumah pertama di Jalan Lagarutu, Kelurahan Lasoani, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Rabu (19/2/2020). Dua rumah itu masih dikerjakan.
Ternyata ada yang tak sesuai. Di lapangan kami langsung beri asistensi. Kami arahkan bersama pejabat pembuat komitmen yang menegaskan ketidaksesuaian itui dengan ketetapan dihentikan penyaluran dananya.
Agus langsung menunjuk besi untuk tiang atau struktur rumah. Ia mempertanyakan jarak antarbehel besi yang tak sesuai standar, yakni 15 sentimeter (cm). Jarak behel yang terangkai bahkan sampai 60 cm. Ketidaksesuai itu hampir terjadi di semua besi untuk tiang.
Hal lain yang juga disorot besi dari cakar ayam hanya di batang. Dua lainnya baru disambung dari slop. Padahal, seharusnya empat besi dirangkai dari cakar ayam hingga ke atap.
Satu rumah lainnya yang berjarak 10 meter dari rumah yang diinspeksi hanya dilihat selayang pandang oleh tim. Dari jauh, Agus menyatakan, rumah itu sudah jelas tak sesuai standar tahan gempa.
Rumah dibangun dengan konstruksi setengah beton, setengah papan. Tiang kayu dan bantal untuk menahan kerangka baja ringan sangat tipis.
Lokasi rumah lama
Dua rumah yang diperiksa tim merupakan tipe rumah instan konvensional (riko) yang merupakan pilihan penyintas dan dibangun sendiri penyintas. Mereka membangun rumah tersebut dengan dana stimulan Rp 50 juta di lokasi rumah lama yang rusak karena gempa. Tipe lainya rumah instan sehat dan sederhana (risha). Risha kebanyakan dibangun oleh rekanan atau aplikator.
Para tukang mengaku hanya melaksanakan keinginan pemilik rumah. Mereka tak diberikan desain atau gambar rumah yang berspesifikasi tahan gempa.
Peninjauan lainnya dilanjutkan di Desa Wani Satu dan Desa Wani Dua, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala. Tiga rumah yang diperiksa dikerjakan rekanan atau aplikator. Secara umum rumah-rumah dibangun sesuai dengan standar tahan atau ramah gempa, seperti panel, plat, baut, dan mur yang tahan karat. Salah satu dari tiga rumah itu sudah ditempati.
Satu rumah yang sudah 75 persen dikerjakan tak dilengkapi dengan baut dan mur yang harusnya bersambungan di panel melintang. Tim langsung menyampaikan kepada penanggung jawab untuk memasang baut dan mur tersebut karena bisa mematahkan panel saat diguncang gempa.
Seusai peninjauan, Agus menyatakan, pemeriksaan di lapangan untuk memastikan pembangunan hunian tetap tak relokasi berjalan sesuai dengan aturan, yakni spesifikasi rumah tahan gempa. ”Ternyata ada yang tak sesuai. Di lapangan kami langsung beri asistensi. Kami arahkan bersama PPK (pejabat pembuat komitmen) yang menegaskan ketidaksesuaian dengan ketetapan dihentikan penyaluran dananya,” ujarnya.
Saat memeriksa elemen bangunan di Kelurahan Lasoani, Safrudin, Pejabat Pembuat Komitmen dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu, menyatakan, pihaknya akan menghentikan penyaluran dana untuk penyintas yang bangun rumah tak sesuai spesifikasi tahan gempa.
Spesifikasi harus ditaati dan itu telah disosialisasikan di tingkat kelompok masyarakat, wadah berhimpunnya penyintas yang membangun rumah atau hunian tetap (huntap) secara swakelola.
Tanpa merinci jumlah, ia mengungkapkan, banyak penyintas yang membangun rumah tak sesuai spesifikasi tahan gempa. Penyintas mau ambil keuntungan dengan skema penyaluran dana secara swakelola.
Agus mengingatkan pemerintah daerah agar mengontrol jalannya pembangunan rumah dengan skema stimulan. Fungsi-fungsi di struktur pemerintahan harus dikerahkan untuk memastikan aturan ditegakkan. Tujuannya untuk memastikan rumah yang dibangun tahan gempa dan layak dihuni.
Pemeriksaan lapangan yang sama dilakukan pada Desember 2019. Temuannya waktu itu, antara lain penggunaan besi yang tak sesuai ukuran, misalnya, besi ukuran 8 cm yang seharusnya besi 10 cm.
Untuk tahap pertama pembangunan kembali rumah rusak tanpa relokasi, dibangun 4.500 rumah. Sekitar 45 persen sudah selesai. Penyaluran dana stimulan untuk tahap kedua mulai dilakukan saat ini dengan total rumah 15.000 unit.
Asri mengakui banyak hunian tetap yang dibangun sendiri oleh warga melalui kelompok masyarakat tak sesuai standar yang ditetapkan. Itu tak terlepas dari keinginan pemilik rumah yang mencari keuntungan pribadi.
Ia mengatakan, langkah tegas dengan tak lagi menyalurkan dana sisa pembangunan rumah sudah tepat. Selain itu, pengawasan juga nanti harus diperkuat. ”Tentu yang bertanggung jawab, ya, masyarakat yang menerima dana. Pihak pemerintah daerah juga karena yang seharusnya mengontrol,” ujar Asri saat ditanya terkait dampak hukum pembangunan rumah tak sesuai spesifikasi.
Arief menyatakan, saat ini pemerintah tengah memverifikasi data penerima dana stimulan tahap II, baik untuk rumah rusak berat, rusak ringan, maupun sedang. Komitmennya, dana disalurkan pada Maret 2020.