Aparat Kepolisian Resor Seluma masih menyelidiki kasus penemuan seekor harimau betina yang tewas terkena jerat, Kamis (20/2/2020). Hingga kini, polisi telah memeriksa tiga saksi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BENGKULU, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Seluma, Bengkulu, masih menyelidiki kasus penemuan seekor harimau betina yang tewas terkena jerat, Kamis (20/2/2020). Hingga kini, polisi telah memeriksa tiga saksi. Namun, petunjuk yang mengarah ke pelaku perburuan masih gelap.
Harimau berusia dua tahun itu tewas dengan luka jerat pada bagian leher. Harimau dengan panjang 190 sentimeter dan tinggi 70 cm itu diperkirakan sudah mati lebih dari tiga hari sebelum ditemukan. Lokasi penemuan bangkai harimau berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas Bukit Badas, Desa Selingsingan, Kecamatan Seluma Utara, Kabupaten Seluma, Bengkulu.
Kepala Polres Seluma Ajun Komisaris Besar I Nyoman Mertha Dana mengatakan, aparat telah melakukan penyisiran di sekitar lokasi penemuan bangkai harimau. Pada jarak sekitar 10 meter, aparat menemukan satu buah jerat harimau aktif dengan umpan babi.
”Saksi yang kami periksa adalah warga sekitar,” kata I Nyoman saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (21/2/2020).
Menurut dia, warga sekitar mengaku tidak mendengar suara auman harimau ataupun orang asing yang masuk ke dalam hutan. Mereka mengaku hanya mencium bau busuk di sekitar lokasi sampai akhirnya menemukan bangkai harimau tergeletak di tanah.
Dari hasil pemeriksaan saksi, polisi belum dapat menyimpulkan siapa pelaku perburuan itu. Pasalnya, polisi tidak menemukan petunjuk lain di tempat kejadian. Namun, dari jerat yang digunakan, polisi menduga pelaku merupakan sindikat pemburu harimau.
Dari jerat yang digunakan, polisi menduga pelaku merupakan sindikat pemburu harimau.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Seluma BKSDA Bengkulu Mariska mengatakan, petugas telah menguburkan bangkai harimau itu di dekat kantor BKSDA Bengkulu. Hal itu dilakukan setelah petugas mengambil sampel DNA dan corak loreng untuk keperluan identifikasi. ”Harimau dikubur karena sudah mengeluarkan bau yang menyengat,” ujarnya.
Menurut dia, petugas BKSDA pertama kali mendapat laporan adanya harimau tewas dari warga dan aparat kepolisian pada Rabu (19/2/2020) malam. Namun, petugas baru tiba di lokasi pada Kamis untuk melakukan evakuasi.
Menurut dia, lokasi penemuan harimau merupakan kawasan hutan sekunder yang ditanami pepohonan dan semak belukar. Lokasi penemuan berjarak sekitar 3 kilometer dari permukiman warga. Akses menuju kawasan merupakan jalan berbatu.
Perdagangan satwa
Mariska mengatakan, kawasan itu memang merupakan habitat harimau yang berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung Seluma. Lokasi itu sekaligus merupakan daerah rawan perburuan satwa.
Pada 2019, Polres Seluma pernah mengungkap kasus perburuan dan perdagangan harimau dengan barang bukti kulit harimau. Selain itu, polisi juga menyita barang bukti berupa senjata api yang diduga digunakan untuk berburu.
Sunarni Widyastuti selaku Koordinator Regional Sumatran Tiger Project Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mengatakan, patroli rutin dan pemasangan kamera jebak di hutan dinilai penting untuk mengurangi risiko perburuan liar. Jika tim patroli rutin dilakukan, petugas dapat mengantisipasi adanya jerat dan deteksi dini jika ada satwa yang terkena jerat.
Selain mendorong pemerintah dan lembaga pemerhati satwa untuk lebih memprioritaskan patroli khusus pembersihan jerat di hutan, sosialisasi pada masyarakat tentang perlindungan kawasan hutan dan satwa kunci juga perlu ditingkatkan. Masyarakat sekitar hutan menjadi ujung tombak bagi pengamanan satwa kunci dan perburuan liar.