Bersahabat Kembali dengan Harimau Sumatera
Persahabatan leluhur masyarakat Desa Panton Luas di Aceh Selatan dengan harimau atau rimeung terkoyak akibat ulah manusia merusak hutan dan menghabisi makanan harimau. Kini, masyarakat coba memulihkan hubungan itu.
Leluhur masyarakat Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, turun-temurun mengisahkan persahabatan mereka dengan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) atau dalam bahasa setempat dinamakan rimeung. Namun, persahabatan itu terkoyak setelah habitat harimau terusik. Kini, masyarakat coba memulihkannya.
Hasanuddin (70) kaget bukan main. Saat pergi mencari rotan di kawasan hutan di sekitar Panton Luas, seekor rimeung dewasa tiba-tiba muncul di hadapannya. Jaraknya hanya sekitar 5 meter. Rimeung menatapnya tajam seakan bersiap menerkamnya.
Dalam kondisi itu, dia teringat pesan leluhur yang diwariskan turun-temurun ke masyarakat Panton Luas. Gunakan batang kayu, ayun-ayunkan di hadapan rimeung, sambil berjalan mundur. Jangan sekali-kali membelakanginya. Dia pun mempraktikkan hal tersebut. Beruntung saat itu, ada batang kayu di dekatnya yang bisa digunakannya.
Dia mengayun-ayunkan kayu sambil berjalan mundur. Namun, rimeung pun tak diam. Hewan liar itu terus menatapnya sambil ikut berjalan perlahan mendekat. Hasanuddin terus mundur hingga tiba di pohon besar setinggi sekitar 8 meter. Setibanya di pohon, dia lantas bergerak cepat memanjatnya.
Baca juga: Pemulihan Lahan Kritis Kurangi Potensi Serangan Harimau
Di atas pohon, dia tak henti-hentinya berteriak minta tolong. Sementara di bawah, harimau bergeming. ”Harimau mendekat seperti mau terkam. Saya gemetaran, takut. Teriak minta tolong, tetapi warga lama sekali datang,” kenang Hasanuddin pada kejadian yang terjadi tahun 2003 tersebut.
Hingga beberapa saat, harimau berputar-putar di bawah pohon. Sesaat kemudian, harimau beranjak meninggalkannya. Saat itu, masyarakat baru tiba hendak menolong Hasanuddin.
Desa Panton Luas yang lebih dekat jika ditempuh dari Medan, ibu kota Sumatera Utara atau berjarak sekitar 375 kilometer dari Medan, merupakan salah satu jalur lintasan harimau. Desa ini terletak di tengah perbukitan dan dikelilingi hutan. Dari hasil foto kamera jebakan yang dipasang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di dua titik di kawasan desa tersebut, terpantau setidaknya ada empat harimau yang kerap berkeliaran.
Riswan (52), warga Panton Luas lainnya, juga menjadi saksi keberadaan harimau itu. Setidaknya dua kali dia melihat rimeung di kebun dan sungai.
Baca juga: Proteksi Kawasan untuk Lindungi Satwa
Kesaksian Hasanuddin dan Riswan hanya contoh dari kesaksian banyak warga setempat akan keberadaan rimeung yang masuk ke kawasan desa. Rimeung kian intens terlihat setelah tahun 2000. Harimau bahkan sering memakan hewan-hewan ternak warga. Akibatnya, kini, banyak warga yang memilih tidak beternak. Tak sebatas itu, harimau juga pernah menerkam seorang warga.
Sejumlah sesepuh desa yakin hal itu terjadi karena masyarakat melanggar pantangan-pantangan saat berkebun.
Pantangan itu antara lain tidak pergi ke kebun seorang diri, tidak kembali ke tempat harimau sempat terlihat, pintu atau lantai pondok di kebun yang tidak ditutup rapat sehingga diyakini mengundang ”penasaran” harimau, dan tidak menyalakan api saat di kebun. ”Asap dari api di kebun menandakan ada orang kerja sehingga harimau menghindar,” ujar Kepala Dusun Hulu, Panton Luas, Muhammad Navi.
Di luar pandangan itu, tak sedikit warga yang yakin masuknya rimeung berkeliaran di Panton Luas lebih karena habitat mereka yang terusik. Habitat hutan tempat tinggal rimeung telah rusak yang imbasnya juga mengakibatkan banjir bandang menerjang sebagian Panton Luas. Makanan rimeung pun menipis akibat perburuan babi hutan yang berlebihan.
Baca juga: Konflik dengan Harimau Kembali Telan Korban
”Warga tebang hutan untuk tanam nilam. Harga nilam memang bagus, tetapi imbasnya hutan rusak, banjir bandang terjadi, dan harimau kehilangan rumahnya. Selain itu, perburuan babi hutan berlebihan kurangi makanan harimau. Akibatnya, harimau masuk kampung makan ternak. Kambing dan sapi dimakan,” tutur Bustafa (50), warga Panton Luas lainnya.
Konflik rimeung dan masyarakat Panton Luas itu ironis karena sebelumnya harimau hidup berdampingan dengan masyarakat Panton Luas tanpa ada persoalan sedikitpun. Bahkan, dari leluhur orang Panton Luas, tersiar kisah-kisah persahabatan antara rimeung dan manusia.
Baca juga: Jaga Hutan Penyangga Kawasan untuk Cegah Konflik Satwa
Salah satu kisah yang populer di masyarakat adalah saat harimau sakit dan sesepuh desa menolongnya dengan memberikan air tebu. Persahabatan manusia dan rimeung yang erat, membuat manusia bisa mengenali kondisi kesehatan harimau hanya dari suaranya.
Kemudian kisah persahabatan antara seorang tunanetra perajin rotan dan rimeung. Setiap kali menganyam rotan, seekor harimau selalu datang bermain-main dengan ujung rotan yang menjulur hingga keluar rumah perajin itu.
Sebaliknya, harimau pun kerap membantu manusia. ”Seandainya ada yang tersesat di hutan, harimau akan menunjukkan jalan pulang. Asalkan niat tulus. Kalau jahat, tidak akan ditunjuk. Biasanya begitu, persahabatan manusia dengan harimau tidak terpisahkan,” kata Muhammad Navi.
Ingin agar persahabatan itu hidup kembali, masyarakat pun mencoba merekatkan lagi tali persahabatan. Caranya, memulihkan tempat rimeung tinggal. Tak tanggung-tanggung, untuk tujuan itu, sejumlah qanun dibuat oleh pemerintah desa setempat. Qanun itu di antaranya, larangan menebang kayu sembarangan, larangan membakar lahan, larangan meracuni ikan di sungai, dan larangan berburu hewan liar di hutan dengan senjata api dan senjata tajam.
Bagi mereka yang melanggar qanun, diancam denda berkisar Rp 1.500.000-Rp 3.000.000 atau denda seekor kambing.
”Setelah qanun dibuat, ada warga yang masih bandel. Begitu ketahuan, langsung didenda. Itu cukup efektif membuat warga tidak sembarangan ketika berkebun atau bekerja,” ujar Kepala Lembaga Musyawarah Desa Nasrudin.
Selain berupaya lebih baik dalam menjaga keasrian lingkungan, setiap dua tahun sekali masyarakat menggelar ritual untuk harimau. Sesajian berupa nasi dan telur rebus dihantar ke lokasi tertentu di dalam hutan. Mulai dari beras hingga warga yang mengantar sesajian ke hutan dipilih secara khusus. ”Rimeung Aulia (Tuan Harimau) menjaga kampung kami. Kami harus menghormatinya,” katanya.
Baca juga: Kepunahan Harimau Sumatera di Depan Mata
Jadilah ikhtiar untuk memulihkan hubungan dengan rimeung terus diupayakan oleh masyarakat Panton Luas. Konflik antara hewan liar dan manusia yang terjadi di Panton Luas dituntaskan bukan dengan cara-cara kekerasan apalagi sampai membunuh satwa liar yang kini kondisinya terancam punah tersebut, tetapi yang terutama dengan menjaga habitatnya.
Ikhtiar dari desa di pedalaman Aceh ini patut diapresiasi dan dicontoh karena, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, habitat tersisa sebagai ruang hidup yang nyaman bagi harimau sumatera kian susut. Sebesar 61,34 persen habitat kini tidak lagi berwajah hutan, tetapi berganti menjadi kebun monokultur atau permukiman. Adapun jumlah harimau sumatera tersisa sebanyak 603 ekor.
Baca juga: Antisipasi Penyempitan Habitat Harimau Sumatera
Akibat habitat yang kian susut itu, harimau kian kerap masuk ke kawasan desa sehingga konflik harimau dengan masyarakat tak terelakkan. Tak hanya itu, harimau dianggap sebagai musuh yang harus dibinasakan sehingga populasi mereka terus berkurang.