Kegiatan ekstrakurikuler pramuka susur Sungai Sempor yang digelar SMP Negeri 1 Turi, Sleman, DI Yogyakarta, dinilai minim perencanaan. Kegiatan itu digelar tanpa persiapan matang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Kegiatan ekstrakurikuler pramuka susur Sungai Sempor yang digelar SMP Negeri 1 Turi, Sleman, DI Yogyakarta, dinilai minim perencanaan. Kegiatan tersebut digelar tanpa persiapan matang.
Kondisi itu berakibat fatal. Sebanyak 10 siswi sekolah tersebut tewas. Kepolisian Resor (Polres) Sleman telah menahan tiga pembina pramuka dalam kegiatan itu, IYA (36), R (58), dan DDS (58).
IYA dan R adalah guru di SMP Negeri 1 Turi. IYA mengajar Olahraga, sedangkan R mengajar Seni dan Budaya, sekaligus ketua gugus depan pramuka di SMP Negeri 1 Turi. Sementara itu, DDS adalah pembina pramuka yang didatangkan dari luar sekolah.
”Ketiganya pembina pramuka di SMPN 1 Turi,” kata Wakil Kepala Polres Sleman Komisaris Akbar Bantilan, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (25/2/2020).
Total ada tujuh pembina yang terlibat dalam acara itu. Empat pembina pramuka turun ke sungai mendampingi para siswa. Namun, ketiga tersangka tidak ikut serta. IYA hanya mengantarkan peserta sampai lokasi, lalu pergi untuk mentransfer uang. Padahal, ia berlaku sebagai inisiator dan penanggung jawab kegiatan.
R menjaga tas para siswa di sekolah karena menggantikan guru piket. Sementara DDS menunggu para peserta di garis akhir susur sungai. Naas, arus air deras datang sebelum peserta tiba di garis akhir itu.
Kondisi tersebut dianggap sangat tidak ideal. Jika jumlah pesertanya mencapai 249 orang, berarti satu pembina mendampingi sedikitnya 62 siswa. Terlebih lagi, peserta tidak membawa perlengkapan keamanan, seperti pelampung atau tali. Salah seorang pembina pramuka bahkan ikut terseret sejauh 50 meter saat kejadian itu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sleman Ajun Komisaris Rudy Prabowo menjelaskan, IYA baru memberi tahu tentang rencana susur sungai semalam sebelum pelaksanaan, Kamis (20/2/2020). Informasinya hanya disampaikan melalui grup Whatsapp dewan penggalang sekolah itu. Persoalan keamanan dan keselamatan tidak dibahas dalam perencanaan tersebut.
”Itu masuk dalam bagian kealpaan. Mulai dari perencanaan, peralatan, dan diskusi-diskusi, itu tidak ada yang membahas masalah safety. Saat pelaksanaan, tidak ada juga alat untuk membantu keselamatan. Itu yang mereka tidak perhitungkan sama sekali,” tutur Rudy.
Ia menambahkan, ketiga tersangka itu sudah memiliki sertifikat Kursus Mahir Dasar (KMD) pramuka. Namun, mereka justru menyerahkan tugas pendampingan lapangan kepada pembina lain yang belum memiliki sertifikat. Hal itu juga dilihat sebagai kelalaian yang dilakukan para tersangka. Pertanda alam berupa cuaca mendung pun tak dipedulikan.
”Dia (IYA), menurut keterangannya, sudah memahami wilayah itu. Tapi, memang, sebelumnya sempat ada dua hari hujan. Dia tidak ada inisiatif untuk mengecek,” ucap Rudy.
Itu masuk dalam bagian kealpaan. Mulai dari perencanaan, peralatan, dan diskusi-diskusi, itu tidak ada yang membahas masalah safety. Saat pelaksanaan, tidak ada juga alat untuk membantu keselamatan. Itu yang mereka tidak perhitungkan sama sekali.
Ketiga tersangka dikenai Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP. Kelalaian mereka telah mengakibatkan orang lain mengalami luka berat dan meninggal. Ancaman hukumannya 5 tahun penjara.
IYA mengaku lalai. Dia siap menerima konsekuensinya. Menurut IYA, kegiatan susur sungai itu awalnya digelar untuk mengenalkan siswa pada alam. Namun, minim perencanaan membuat kegiatan itu berakhir petaka. Perubahan cuaca tidak turut dia perhitungkan dalam pelaksanaan kegiatan.
”Kami menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban, terutama keluarga korban yang sudah meninggal dunia. Memang ini sudah menjadi risiko kami. Apa pun yang menjadi keputusan, nanti akan kami terima,” ucap IYA terbata-bata.