Gapura Penyemprot Disinfektan, Wujud Kemandirian Warga di Tengah Pandemi Covid-19
›
Gapura Penyemprot Disinfektan,...
Iklan
Gapura Penyemprot Disinfektan, Wujud Kemandirian Warga di Tengah Pandemi Covid-19
Didera wabah Covid-19, sejumlah warga menolak pasrah. Mereka berinisiatif membuat gapura penyemprot disinfektan otomatis tanpa menunggu bantuan pemerintah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Pengendara sepeda motor melintas di gapura Pedukuhan Kalipakis, RT 007, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (25/3/2020). Desis suara halus keluar dari selang-selang kecil ketika cairan disinfektan keluar dari selang yang dipasang di bodi gapura tersebut.
M Rizal (36), warga Pedukuhan Kalipakis, merupakan sosok yang berinisiatif membuat mesin penyemprot disinfektan otomatis tersebut. ”Ini semua dibuat bareng-bareng. Alatnya sederhana dan kemarin banyak dijual di pasaran,” ujar Rizal di rumahnya, Rabu (25/3/2020) siang.
Kerangka mesin disinfektan otomatis itu dibuat dari besi aluminium. Tingginya sekitar 3 meter, sedangkan lebarnya lebih kurang 4 meter. Alat itu dilengkapi selang penyemprot berukuran kecil, pompa air, serta nozzle yang membuat air keluar mirip kabut.
Kewaspadaan setiap warga menjadi yang terpenting dalam mencegah agar tidak tertular Covid-19.
Alat penyemprot otomatis itu juga menggunakan alat sensor gerak sehingga mesin akan menyemprotkan disinfektan jika ada obyek yang bergerak melintasi sensor tersebut. ”Kalau cairan disinfektannya, kami memakai yang sudah dibuat pabrik. Produk pabrik pasti sudah melalui riset sehingga lebih aman digunakan,” ucap Rizal.
Biaya yang dikeluarkan untuk membuat instalasi penyemprot disinfektan otomatis itu sekitar Rp 1,5 juta. Rizal merogoh kocek pribadinya agar instalasi itu dapat dibuat. Pengerjaan dilakukan gotong royong oleh warga sekitar. Mesin penyemprot itu mulai bekerja sejak Jumat (20/3/2020).
Harkanto (40), warga Kalipakis, mengatakan, dirinya merasa agak tenang setelah ada mesin penyemprot otomatis tersebut. Ada sedikit kelegaan karena sudah disemprot sejak memasuki gapura kampung. Namun, bagi dia, kewaspadaan setiap warga menjadi yang terpenting dalam mencegah agar tidak tertular Covid-19.
”Memang ada sedikit rasa lega dengan mesin ini. Tetapi, semua kembali ke setiap warga. Kewaspadaan harus dimulai dari diri sendiri,” kata Harkanto.
Rabu (25/3/2020), mesin penyemprot itu bekerja baik. Hanya saja, angin kerap mengaburkan disinfektan yang disemprotkan itu sehingga tak maksimal mengenai pengendara. Terkadang, pengendara juga melintas terlalu kencang sehingga belum semua bagian tubuh disemprot disinfektan.
Pembatasan sosial
Ketua RT 007 Pedukuhan Kalipakis Sukamto (47) juga mengimbau warganya agar tetap melakukan pembatasan sosial. Namun, ia tak memaksa warga agar terus berdiam di rumah karena ada sebagian yang masih harus keluar rumah untuk bekerja.
”Yang jelas, saya mengingatkan kepada warga agar menjaga kebersihan dan kesehatan. Tidak bisa mengandalkan satu alat saja. Tetap harus mencuci tangan dan membersihkan diri sepulang dari luar rumah. Sebisa mungkin yang tidak punya kegiatan mendesak agar tetap di rumah,” ujar Sukamto.
Mesin penyemprot disinfektan yang dibuat warga Pedukuhan Kalipakis ternyata menginspirasi warga di tempat lain, yakni Pedukuhan Krapyak, Desa Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kali ini, inisiatornya di tangan anak-anak muda yang tergabung dalam karang taruna Angkatan Muda Krapyak 20 (Amka 20). Mereka berasal dari RW 020 Pedukuhan Krapyak. ”Awalnya saya lihat dari story Whatsapp. Kok, ada ya desa yang bisa bikin seperti itu. Lalu, saya pelajari. Ternyata barang-barangnya mudah didapatkan. Cara membuat alat itu juga tidak terlalu sulit,” kata Ketua Amka 20 Rahmat Nur Sidik (22).
Rahmat pun menyebarkan video rekaman gapura penyemprot disinfektan otomatis dari Pedukuhan Kalipakis kepada teman-temannya. Ia segera mengajak teman-teman karang taruna untuk membuat instalasi serupa. Ajakannya berbuah manis
Banyak hal yang dipikirkan pemerintah. Kalau kita mengandalkan orang lain, itu cara pikir yang salah.
Ajakan tersebut dieksekusi menjadi gerakan bertajuk ”Gerakan 20.000 Langkah Bebas Korona”. Angka 20.000 bukan berarti harus bergerak sebanyak 20.000 kali. Warga diminta patungan minimal Rp 20.000 demi membuat upaya pencegahan korona. Salah satunya membuat mesin penyemprot disinfektan otomatis.
”Terkumpul sekitar Rp 1 juta. Lalu, kami gunakan Rp 500.000 untuk membuat instalasi mesin penyemprot otomatis ini,” ucap Rahmat.
Peralatan yang digunakan tidak jauh berbeda, yakni sensor gerak, nozzle kabut, dan selang. Hanya saja, Rahmat menggunakan bambu bekas untuk membuat kerangka yang dipasangi selang penyemprot tersebut.
”Kami sebisa mungkin menggunakan peralatan yang ada karena sumber daya terbatas. Yang penting alat ini bisa beroperasi. Ini juga masih terus kami kembangkan,” kata Rahmat yang masih berkuliah di jurusan teknik elektro itu.
Ada tiga gapura yang menjadi pintu masuk ke RW 020 Pedukuhan Krapyak. Saat ini baru satu gapura yang dipasangi mesin penyemprot otomatis. Nanti jika mesin tersebut sudah beroperasi sempurna, dua gapura lainnya akan dipasangi mesin tersebut.
Langkah kelompok anak muda itu tidak berhenti di pembuatan mesin penyemprot disinfektan otomatis. Mereka juga berencana mengadakan penyemprotan bertahap di rumah warga dan rumah ibadah di kampung itu. Sebagian uang tersisa juga akan dibelikan bahan pokok untuk dibagikan kepada warga yang dinilai kurang mampu secara ekonomi.
Menolak pasrah
Wakil Ketua Amka 20 Nadia Dunnya Jadita (23) mengatakan, anak muda kampungnya bergerak cepat mencari upaya pencegahan Covid-19 karena tidak ingin bergantung kepada bantuan. Menurut dia, banyak hal yang diurus pemerintah sehingga bisa saja warga di tingkat pedukuhan terlupakan. Lantas, selama masih ada tindakan bermanfaat yang bisa dilakukan, hendaknya dilakukan sebaik-baiknya.
Itu pula yang menginspirasi Rizal, inisiator penyemprot disinfektan otomatis di Pedukuhan Kalipakis. Bagi dia, tidak bisa hanya mengandalkan bantuan dari pihak lain di tengah pandemi ini. Warga juga harus bisa berdaya dalam tekanan yang sangat tinggi seperti saat ini.
”Banyak hal yang dipikirkan pemerintah. Kalau kita mengandalkan orang lain, itu cara pikir yang salah. Yang justru harus dilakukan adalah mengandalkan diri sendiri. Apa yang bisa diperbuat diri sendiri dan bagi lingkungan. Jangan terlalu mengandalkan orang lain. Nanti bisa kecewa,” tutur Rizal.
Tekanan dan kekhawatiran warga selama masa pandemi direspons langkah kreatif. Pencegahan yang dibuat belum sepenuhnya maksimal. Namun, warga ingin berdaya dan tak mau menyerah begitu saja dengan keadaan. Lebih dari itu, tetap lebih baik mencegah penyakit datang, di antaranya dengan mengonsumsi makanan sehat.