Memahami Batasan Penularan pada Jenazah Pasien Covid-19
›
Memahami Batasan Penularan...
Iklan
Memahami Batasan Penularan pada Jenazah Pasien Covid-19
Penolakan terhadap jenazah pasien Covid-19 beberapa hari terakhir menandakan prosedur penanganan selama ini belum cukup dipahami warga. Selama prosedur dijalankan, kemungkinan penularan dari jenazah dapat dicegah.
Oleh
Aditya Diveranta
·5 menit baca
Zulkifli (35) dan keluarganya yang tinggal di dekat Kantor Lurah Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, jarang keluar rumah sepekan terakhir. Niat itu dilandasi kegelisahan setelah mendengar ada tiga jenazah pasien Covid-19 yang dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tegal Alur pada Rabu (25/3/2020).
Meski tempat pemakaman umum (TPU) berjarak 2 kilometer dari rumah, Zulkifli tetap khawatir ada kemungkinan penularan melalui cara-cara lain yang tidak terduga. Ia sendiri mengaku hanya tahu virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, selama ini menular dari tetesan kecil (droplet) saat batuk atau bersin.
”Saya khawatir, banyak cara penularan virus yang belum diketahui. Misalnya, entah dari jenazah pasien Covid-19 itu turut meninggalkan sisa virus di mobil jenazah. Atau bahkan virus tadi ternyata malah mengendap di sekitar kawasan TPU dari petugas yang menyentuh barang-barang tertentu. Saya lebih berjaga-jaga,” tutur Zulkifli, Kamis (2/4/2020).
Kekhawatiran Zulkifli menandai pemahaman sebagian warga yang masih parsial terhadap cara penularan Covid-19. Ditambah lagi kabar penolakan jenazah pasien Covid-19 santer muncul di sejumlah wilayah Indonesia.
Kabar penolakan jenazah paling santer terdengar di Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Jenazah sempat ditolak di dua tempat berbeda, yakni di Kecamatan Teluk Betung Barat serta di Kecamatan Kemiling. Warga setempat menolak pemakaman jenazah di dua lokasi itu.
Akhirnya jenazah pasien Covid-19 asal Bandar Lampung itu dimakamkan di lahan milik Pemerintah Provinsi Lampung, Selasa (31/3/2020) siang, sekitar pukul 12.00. Lahan itu berlokasi di Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan.
Penolakan pemakaman pasien Covid-19 juga terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jenazah bahkan ditolak di tiga tempat pemakaman. Dalam sebuah video yang beredar di sejumlah grup percakapan, Bupati Banyumas Achmad Husein sempat beradu argumen dengan warga saat ambulans yang membawa jenazah ditolak masuk wilayah Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen.
Sekretaris Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Dyah Agustina Waluyo menyampaikan, penolakan warga yang terjadi beberapa hari terakhir kemungkinan besar disebabkan kurangnya pemahaman prosedur penanganan jenazah. Pemerintah dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan protokol penanganan setiap pasien yang meninggal karena Covid-19.
WHO dalam laporan resmi bertajuk ”Risk Posed by Dead Bodies After Disasters” menunjukkan, sejauh ini belum ada bukti dan kasus yang mencuat terkait penularan pandemi melalui jenazah. Meski begitu, WHO menyarankan agar penanganan jenazah harus dilakukan dengan tingkat higienis yang tinggi. Atribut alat pelindung diri (APD) serta pembersihan mobil pengantar jenazah dengan disinfektan wajib dilakukan untuk mengantisipasi virus.
Dyah menjelaskan, protokol dari pemerintah menentukan agar jenazah diurus tenaga medis yang beratribut APD lengkap. Proses pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 telah dimulai sejak di rumah sakit. Jenazah dimasukkan ke dalam kantong dan ditutup peti mati saat pemakaman.
Menurut pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, pembungkusan jenazah Covid-19 dengan peti tersebut untuk mencegah kebocoran cairan tubuh. Ada kekhawatiran kebocoran tersebut dapat mencemari bagian luar kantong jenazah.
Jenazah juga tidak boleh dibalsam atau disuntik pengawet. Jika jenazah sudah dibungkus, tidak diperbolehkan untuk dibuka kembali. Pengantaran jenazah harus menggunakan ambulans khusus serta pemulasaraan jenazah tidak boleh lebih dari empat jam.
Karena Covid-19 riskan menular melalui droplet atau kontak fisik, pelayat disarankan tidak menghadiri proses pemakaman. Dyah menyebutkan, imbauan itu untuk mencegah kerumunan yang berisiko membuat rantai penularan. ”Proses pemakaman sebisa mungkin tidak dihadiri pelayat agar dapat berlangsung cepat,” ujar Dyah saat dihubungi, Kamis.
Koordinator Tim Respons Covid-19 Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menyatakan, virus pada umumnya membutuhkan inang agar bisa hidup. Dalam kasus Covid-19, tubuh manusia merupakan inang bagi virus tersebut. Virus adalah materi genetik yang bisa hidup dengan menumpang di benda hidup. Tanpa menumpang, virus akan mati.
”Dia (virus) membutuhkan sel tubuh manusia agar tetap hidup. Kalau sudah masuk ke dalam tanah, tidak akan ada tempat hidupnya. Begitu juga di air karena tidak ada inangnya,” kata Andono.
Pedoman pemulasaraan jenazah juga didukung dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid-19. Fatwa secara spesifik menjelaskan perihal pemandian, pengafanan, penshalatan, dan penguburan jenazah.
Dalam proses pemandian jenazah yang tentu dilakukan pengurus dengan atribut APD lengkap, fatwa menentukan agar jenazah dibiarkan tetap berpakaian. Apabila pengurus atau ahli medis memutuskan jenazah tidak mungkin terkena air, tayamum dapat dilaksanakan dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu. Selama mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI HM Asronun Ni’am Sholeh mengatakan, apabila petugas yang mengurus jenazah berpendapat kondisi jenazah sulit dimandikan atau ditayamumkan, berdasarkan ketentuan fatwa, jenazah dapat langsung dikuburkan. Hal tersebut untuk menghindari faktor yang rentan menyebabkan penularan.
Begitu pun saat pengafanan jenazah, Asronun menerangkan, seluruh tubuh jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air. Hal tersebut untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
Dengan protokol tingkat tinggi yang diterapkan sejak di rumah sakit, Andono berharap respons penolakan jenazah oleh warga bisa mereda. Ia menyebutkan, kemungkinan penularan sangat rendah selama warga menerapkan instruksi dari pemerintah.
Terkait penolakan jenazah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj juga turut angkat bicara. Dalam video, Said mengungkapkan penolakan oleh warga tidak mencerminkan sikap saling menghargai sesama manusia dan tidak sesuai dengan syariat agama.
”Siapa pun jenazah umat Muslim perlu dikubur dengan penuh penghormatan, sebisa mungkin dalam keadaan bersih dan suci. Jenazah dishalatkan, diantar ke pemakaman dengan penuh penghargaan seperti jenazah pada umumnya. Kita doakan dan semoga kita pun mendapat pahala ketika mengantar jenazah mereka,” ujar Said.