Menunggu Tamu di Borobudur hingga ”Badai” Covid-19 Reda
Kawasan wisata Candi Borobudur terpukul telak akibat wabah Covid-19. Ratusan pemesanan kamar ”homestay” dibatalkan dan sebagian karyawan pun waswas akan masa depan pekerjaan mereka.
Wabah Covid-19 yang terjadi mendadak sontak mengacak-acak aktivitas wisata di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Tidak hanya kehilangan pengunjung dan omzet, kondisi saat ini juga membuat banyak pelaku dan pengelola di obyek wisata kebingungan menjalani rutinitas harian serta cemas memikirkan masa depan obyek serta kehidupan pribadi.
Sugiarto (27), supervisor di Homestay Borobudur di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, mengatakan, selama Maret-April 2020, sebelumnya sudah ada tujuh rombongan yang akan menyelenggarakan kegiatan di Desa Borobudur dan siap menyewa kamar di homestay. Setiap rombongan terdiri dari puluhan orang. Namun, karena wabah Covid-19 dan larangan pemerintah untuk bepergian, pemesanan kamar pun dibatalkan.
”Akibat pembatalan pesanan tersebut, kami kehilangan omzet Rp 360 juta,” ujarnya.
Dengan melihat kondisi dana saat ini, pembayaran gaji karyawan hanya aman hingga Mei mendatang. (Sugiarto)
Homestay Borobudur menyediakan 23 kamar, masing-masing berkapasitas dua orang. Homestay Borobudur adalah bagian dari Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Borobudur. Pengelolaan homestay dilakukan badan usaha milik desa (BUMDes).
Harga kamar di Homestay Borobudur berkisar Rp 450.000 hingga Rp 1,5 juta per kamar per malam. Adapun, rata-rata omzet Homestay Borobudur sekitar Rp 80 juta per bulan.
Baca juga : Geliat Wisata Borobudur yang Terhenti
Mengacu tahun-tahun sebelumnya, saat pemesanan kamar untuk libur Lebaran sudah diterima sebulan sebelum Lebaran, maka April ini Homestay Borobudur semestinya sudah mulai menerima pesanan kamar. Namun, seiring wabah Covid-19, pesanan kamar nihil.
Kendati demikian, Sugiarto pun merasa masih memiliki harapan karena ada dua rombongan tamu yang memesan 23 kamar untuk H+2 Lebaran. Namun, karena ragu-ragu, dua rombongan itu pun belum membayar uang muka.
Baca juga : Pemda di Pantura Jateng Mulai Siapkan Tempat Karantina
Selain itu, dia pun juga masih menerima pesanan 14 kamar untuk Borobudur Marathon pada bulan November. Namun, untuk pemesanan kamar ini pun, Homestay Borobudur belum menerima uang muka.
Tidak sekadar berdampak pada kunjungan tamu, Sugiarto mengatakan, wabah ini juga membuat Homestay Borobudur dan Pemerintah Desa Borobudur terpaksa menunda pembangunan homestay kedua di Dusun Bumisegoro, yang semula direncanakan dimulai tahun ini.
”Semula, di tahun ini, kami berencana mulai membangun sedikit demi sedikit. Namun, karena kondisi seperti sekarang, pembangunan sama sekali tidak dilaksanakan,” ujarnya.
Baca juga : Penutupan Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Diperpanjang
Sugiarto mengatakan, saat ini, pihaknya pun terpaksa menahan diri untuk tidak melakukan pembenahan seperti mengganti meja kursi karena dana yang tersedia saat ini harus difokuskan untuk pembayaran gaji karyawan.
”Dengan melihat kondisi dana saat ini, pembayaran gaji karyawan hanya aman hingga Mei mendatang,” ujarnya.
Total karyawan di Homestay Borobudur dan Balkondes Borobudur berjumlah 25 orang. Pemasukan dari homestay juga ikut mendukung segala pembiayaan di balkondes.
Namun, jika pada Mei kondisi belum berubah dan belum bisa menerima tamu, semua karyawan akan diminta tinggal di rumah, tanpa digaji, dan hanya akan diminta kembali bekerja saat kegiatan operasional kembali berjalan.
Belum pernah terjadi
Darisman (37), warga Desa Borobudur yang bekerja sebagai staf dapur di Balkondes Borobudur, mengatakan, situasi saat ini membuat dirinya cemas. Sekalipun mendapatkan kepastian bahwa masih akan menerima gaji hingga bulan depan, ia resah karena saat ini restoran di balkondes sudah tutup. Ia datang untuk menjalani tugas piket.
Khawatir akan kehilangan pekerjaan, dia pun saat ini mulai mencari-cari pekerjaan lain. ”Mungkin ini waktunya saya kembali mencari kerja sebagai buruh bangunan lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, Darisman memang buruh bangunan di berbagai proyek di dalam dan luar kota, hingga ke Bali dan Jakarta. Tiga tahun lalu, ia memilih bekerja di balkondes karena tidak jauh dari rumahnya di Desa Borobudur. Dari balkondes, dia menerima gaji Rp 1,5 juta hingga Rp 1,6 juta per bulan.
Paguyuban pun merasa tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menunggu dan melihat perkembangan situ.
Siti Fatma, pegawai di Balkondes Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, mengatakan, sejak 23 Maret, Balkondes Bumiharjo tutup. Sejak itu, empat karyawannya pun hanya bergantian datang, sebatas untuk piket dan menjaga aset.
Sama seperti Balkondes Borobudur, Balkondes Bumiharjo juga dikelola BUMDes Bumiharjo. Saat ini, Siti mengatakan, pihaknya juga masih menunggu keputusan dari Pemerintah Desa Bumiharjo terkait masa depan Balkondes Bumiharjo.
Baca juga : Desa-desa di Sekitar candi Borobudur Perketat Pengawasan Pendatang
Asisten Manager PT Manajemen Community Based Tourism (CBT) Nusantara M Hatta mengatakan, wabah Covid-19 adalah masalah yang baru pertama kali terjadi dan tidak terprediksi sebelumnya. Oleh karena itu, saat ini PT Manajemen CBT Nusantara masih berusaha mengkaji dan merumuskan solusi yang tepat untuk mengatasi dampak yang terjadi saat ini.
”Sementara ini, kami baru bisa melakukan pendataan terkait kemampuan setiap balkondes untuk menghadapi situasi terburuk,” ujarnya. Kondisi kemampuan setiap balkondes tersebut nantinya akan disampaikan ke Kementerian BUMN.
Pendirian balkondes di Kecamatan Borobudur diinisiasi oleh Kementerian BUMN. Dengan berkoordinasi bersama pemerintah desa, PT Manajemen CBT Nusantara adalah pihak yang ditunjuk oleh Kementerian BUMN untuk ikut terlibat menangani pengembangan balkondes di setiap desa di Kecamatan Borobudur.
Muslih, Ketua Paguyuban Kampung Homestay Ngaran II di Desa Borobudur, mengatakan, dua minggu lalu tiga rombongan membatalkan pemesanan kamar. Padahal, semula satu rombongan memesan 80-100 kamar. Setelah itu, pemesanan kamar pun nihil hingga kini. Di Kampung Homestay Ngaran II terdapat 33 homestay dengan kapasitas 156 kamar.
Melihat makin meluasnya wabah, Muslih mengatakan, paguyuban pun merasa tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menunggu dan melihat perkembangan situasi. Saat ini, kampung homestay tetap siap menerima tamu. Untuk mengantisipasi persebaran Covid-19 dari kunjungan wisatawan, setiap homestay pun menyediakan tempat mencuci tangan.
”Jika nanti mulai ada kedatangan wisatawan, kami pun siap memberikan minuman berbahan rempah-rempah sebagai suplemen bagi wisatawan,” ujarnya.
Suharti (50), pedagang jamu di Pasar Borobudur, mengatakan, penutupan Candi Borobudur berdampak pada sepinya penjualan barang-barang di pasar, termasuk jamu miliknya. Karena demikian sepinya, sejak pagi hingga pukul 15.00, setiap botol dari 20 botol jamu miliknya hanya berkurang separuh.
”Daripada dibawa pulang ke rumah, jamu-jamu itu akhirnya saya bagikan kepada pedagang lain di pasar,” ujarnya.