Kaji Kinerja Atasi Wabah
Bagaimana kepala daerah menangani pandemi Covid-19 dapat menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat dalam memilih kepala daerah di masa datang. Pelajaran berharga pandemi Covid-19 untuk kinerja para kepala daerah.
Kemampuan kepala daerah menangani pandemi Covid-19 akan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin daerah di masa datang pada saat pilkada.
JAKARTA, KOMPAS - Bagaimana kepala daerah menangani pandemi Covid-19 dapat menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat dalam memilih kepala daerah di masa datang. Berkaca dari penanganan Covid-19, masyarakat seyogianya memilih sosok yang cekatan, inovatif, dan peduli dengan warganya sebagai kepala daerah.
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Miftah Thoha saat dihubungi di Jakarta, Rabu (22/4/2020), mengatakan, kepala daerah dalam sistem desentralisasi memiliki kekuasaan besar di wilayahnya. Kepala daerah bisa berinovasi dalam penanganan kesehatan masyarakat atau untuk menggerakkan perekonomian masyarakat saat pandemi Covid-19.
”Kecepatan dan keberhasilan menangani situasi krisis pada saat ini bisa dijadikan pelajaran bagi masyarakat di daerah ketika mereka memilih pemimpin baru berikutnya saat pemilihan kepala daerah yang akan datang,” ujar Miftah.
Baca Juga: Komitmen Kepala Daerah Dibutuhkan untuk Kendalikan Pandemi Covid-19
Pelajaran itu dapat dilihat dengan desentralisasi yang ada dinilai tak akan berhasil jika tanpa dibarengi komitmen dan kapabilitas kepala daerah saat mengelola potensi daerah ketika terjadinya krisis, di antaranya kemampuan fiskal daerah. ”Jadi, harus mampu memilih calon kepala daerah yang benar-benar mempunyai kemampuan mengelola potensi daerahnya, termasuk keuangan di daerah. Kalau berilmu, dia mempunyai kreativitas mengembangkan potensi daerahnya,” ujarnya.
”Kecepatan dan keberhasilan menangani situasi krisis pada saat ini bisa dijadikan pelajaran bagi masyarakat di daerah ketika mereka memilih pemimpin baru berikutnya saat pemilihan kepala daerah yang akan datang”
Dalam penyelesaian pandemi Covid-19, menurut Miftah, kepala daerah harus mampu menggalang gotong royong warganya. Oleh karena itu, hubungan sosial antara kepala daerah dan warganya perlu diperkuat.
”Kepala daerah jangan merasa seperti kepala tetapi sahabat rakyat sehingga bisa dekat dengan rakyatnya, juga dengan semua komponen di daerah dan bisa mengembangkan seluruh potensi wilayahnya," kata Miftah.
Relasi antara birokrasi dan kepala daerah , tambah Miftah, juga harus diperbaiki. Saat ini, banyak kepala daerah yang didukung partai politik tak bisa menjalin hubungan dengan birokrasinya. Padahal, jika terjalin baik, birokrasi tak akan takut berinovasi.
"Akibatnya, birokrasi tak sama derajatnya dengan kepala daerahnya. Kalau co-equality, itu dia bisa musyawarah, bisa minta pendapat birokrasi, tabayun. Sekarang enggak, kepala daerah main dominasi sehingga menghambat kreativitas pelayanan publik di wilayah," papar Miftah.
Dengan masalah itu, Miftah meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi saat ini untuk perbaiki relasi birokrasi dan kepala daerah. "Saya sarankan Menpan dan RB, ditata keduanya. Jangan saling mendominasi, tetapi co-equality," katanya.
Melihat rekam jejak
Pendapat Miftah diperkuat Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan. Menurut Djohan, dengan penerapan desentralisasi, artinya kunci percepatan penanganan Covid-19 ada di tangan kepala daerah.
"Jika rakyat memilih benar, dan bukan karena terima uang, politik uang atau lainnya, tetapi betul-betul melihat calon kepala daerah punya jejak rekam, program kegiatan yang unggul, sehingga rakyat akan menemukan kepala daerah yang bagus. Itu terlihat dari cepatnya kepala daerah menangani virus ini dengan segala ide inovasi yang dimilikinya," ujar Djohermansyah.
Sebagai contoh, di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, sejumlah daerah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Sumatera dengan cepat dan inovatif terlihat melakukan sejumlah langkah penanganan dan kepedulian terhadap warganya agar tidak lebih buruk terimbas Covid-19.
Kabupaten Banyuwangi, misalnya, menyiapkan 212 rumah isolasi dengan 495 kamar, dan langkah-langkah konkrit lainnya. Rumah tersebut disiapkan untuk para pemudik dari luar kota. "Nanti warga desa setempat akan menyuplai makanan secara gotong-royong kepada mereka," ujar Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.
Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan juga memiliki cara lain guna mencegah penyebaran virus korona di tengah keterbatasan dana. Sejak 16 Maret lalu, Nikson meminta warganya membuat posko di perbatasan-perbatasan. Satu desa di Tapanuli Utara paling tidak ada dua posko. Adapun Tapanuli Utara memiliki 241 desa dan di tingkat kelurahan minimal ada tiga posko.
Nikson bersama aparat pemerintahan berkeliling ke setiap posko untuk memberikan bantuan perlengkapan medis. Menurut dia, hal ini penting dilakukan mengingat kabupatennya dikelilingi beberapa daerah yang zona merah, seperti Medan dan Deli Serdang.
”Yang zona merah tiga wilayah itu, tetapi di sekeliling Tapanuli Utara sudah zona kuning. Artinya, Tapanuli Utara ini sudah dikepung. Kesadaran masyarakat harus terus ditingkatkan agar selalu waspada. Belum lagi ada di jalan lintas Sumatera. Semua yang lewat harus diperiksa,” ucap Nikson.
Jiwa pemimpin
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri, Teguh Setyabudi menyatakan, situasi krisis selama pandemi Covid-19 ini, memang sangat tepat dijadikan bahan pelajaran bagi para kepala daerah menunjukkan kemampuan dan inovasinya. Apalagi, persoalan di pandemi ini menyangkut banyak sektor di bidang kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat di daerah.
"Ini, kan, pelajaran luar biasa, seluruh negara belum punya pengalaman, termasuk kepala daerah kita. Musibah ini, akhirnya menjadi pengetahuan yang perlu dipahami dan diantisipasi oleh mereka saat mengambil kebijakan. Kalau berhenti di sini, dan kalau ada krisis lagi, kepala daerah bisa tak gagap menghadapi"
"Ini, kan, pelajaran luar biasa, seluruh negara belum punya pengalaman, termasuk kepala daerah kita. Musibah ini, akhirnya menjadi pengetahuan yang perlu dipahami dan diantisipasi oleh mereka saat mengambil kebijakan. Kalau berhenti di sini, dan kalau ada krisis lagi, kepala daerah bisa tak gagap menghadapi," tutur Teguh.
Baca Juga: Mendagri: Kepala Daerah Jangan Beri Komentar Sembarangan
Sementara itu, akibat pandemi Covid-19, pendidikan dan pelatihan (diklat) kepala daerah terpaksa dihentikan sementara karena saat ini seluruh pendidik dan instruktur terkuras energinya pada penanganan virus korona baru tersebut. Namun, setelah pandemi berakhir, proses diklat terhadap kepala daerah akan dilanjutkan kembali.
Selama diklat, lanjut Teguh, kepala daerah akan dipersiapkan menghadapi pencegahan dan penanganan bencana yang tak terduga dan melibatkan berbagai sektor seperti saat ini akibat Covid-19.
"Ide inovatif dan kreatif, sebetulnya bukan hanya di diklat, tetapi harus ada dalam diri kepala daerah yang berjiwa pemimpin," ujar Teguh.