Disebut Tak Terkait Reklamasi, Proyek Apartemen Crown Group Batal di Ancol
›
Disebut Tak Terkait Reklamasi,...
Iklan
Disebut Tak Terkait Reklamasi, Proyek Apartemen Crown Group Batal di Ancol
Jaya Ancol memastikan proyek itu tidak terkait dengan rencana reklamasi di sana. Bahkan, perjanjian kerja sama sudah diakhiri sejak 2019, sedangkan izin reklamasi baru terbit tahun ini.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pembangunan Jaya Ancol sempat bersepakat dengan perusahaan properti Crown Group untuk mengembangkan hunian vertikal di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Jaya Ancol memastikan proyek itu tidak terkait dengan rencana reklamasi di sana. Perjanjian kerja sama pun sudah diakhiri tahun lalu dipicu kondisi pasar properti yang sedang lesu.
Crown Group tergolong pemain properti internasional meski didirikan Iwan Sunito yang kelahiran Surabaya. Kantor utamanya di Sydney, Australia.
”Proyek pengembangan properti tersebut berada di lahan existing (lahan yang sudah tersedia) Ancol, yaitu kawasan Ancol Barat,” kata Corporate Secretary Jaya Ancol Agung Praptono dalam pesan singkat pada Kamis (16/7/2020). Dengan demikian, proyek tidak terkait dengan rencana reklamasi di Ancol untuk perluasan lahan Dunia Fantasi dan Ancol Timur.
Agung menyampaikan, melihat kondisi pasar properti saat ini, PT Pembangunan Jaya Ancol dan Crown Group Indonesia sepakat melakukan pengakhiran perjanjian kerja sama pada Oktober 2019.
Bagus Sukmana, Head of Strategic and Corporate Communication Crown Group Indonesia, juga mengonfirmasi daya beli masyarakat yang turun sebagai pemicu pembatalan proyek yang menurut rencana dikerjakan pada lahan 4,7 hektar tersebut. ”Jadi, pertanyaannya bukan apakah kita bisa buat, melainkan ada yang beli tidak nanti,” ucapnya saat dihubungi terpisah.
Bagus menjelaskan, dengan harga tanah yang tinggi di sana, pihaknya tidak mungkin menjual unit apartemen seharga kurang dari Rp 1 miliar. Sementara itu, tren properti yang laku sekarang adalah unit hunian dengan harga di bawahnya dan kebanyakan bangunan tapak. Crown Group tidak bisa mengambil risiko mengingat pembangunan pasti butuh waktu panjang. ”Jadi, kita realistis,” katanya.
Laporan tahunan Jaya Ancol tahun 2018 menyebutkan, perseroan memulai kerja sama operasi sejak tahun sebelumnya dengan Crown Group untuk pengembangan lahan di area Ancol Barat. Kedua belah pihak sedang merampungkan desain rencana induk properti ini dengan harapan pada 2019 bisa berlanjut ke perizinan dan tahap lainnya.
Namun, nama Crown Group sama sekali tidak disebut dalam laporan tahunan 2019 dan tidak ada laporan terkait diakhirinya kerja sama. Meski demikian, laporan tahunan itu menyebutkan, pasar segmen real estat atau properti masih belum membaik sejak tahun sebelumnya sehingga Jaya Ancol lebih fokus pada penjualan stok unit properti yang masih ada, seperti di apartemen Northland, DD Seafront, dan hunian Coasta Villa.
Saat ini pengembangan kawasan Taman Impian Jaya Ancol tengah menjadi sorotan publik karena Gubernur DKI Anies Baswedan mengizinkan reklamasi di Ancol lewat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dufan Seluas ± 35 Ha (Lebih Kurang Tiga Puluh Lima Hektar) dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas ± 120 Ha (Lebih Kurang Seratus Dua Puluh Hektar). Sejumlah pihak pun mempertanyakan realisasi janjinya untuk menghentikan reklamasi, yang dinyatakan sejak berkampanye saat pemilihan kepala daerah.
Namun, dalam penjelasan di video berjudul ”Pengembangan Kawasan Ancol” di akun Youtube PEMPROV DKI JAKARTA, Anies memastikan reklamasi di Ancol bukan bagian dari pembangunan 17 pulau yang dulu bermasalah. Karena itu, tidak ada janji kampanye yang diingkari.
Malah, reklamasi di Ancol bagi Anies merupakan bagian dari program perlindungan Jakarta dari bahaya banjir. Sebab, tanah urukan bersumber dari pengerukan lumpur seluruh sungai di Jakarta dengan total panjang 400 kilometer dan lebih dari 30 waduk.
Sungai dan waduk di Jakarta secara alami mengalami sedimentasi sehingga mesti dikeruk terus-menerus demi pengendalian banjir, yang programnya bernama Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). Selama 11 tahun, hasil pengerukan mencapai 3,4 juta meter kubik dan ditempatkan di kawasan Ancol, menghasilkan daratan seluas 20 hektar. ”Nah, lumpur ini kemudian dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan Ancol,” ujar Anies.
Anies menambahkan, pengerukan sungai dan waduk akan terus berjalan, kemudian akan ada pula penggalian terowongan Moda Raya Terpadu (MRT). Semua hasil pengerukan akan ditimbun lagi di Ancol. Dari hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), lokasi yang dibutuhkan untuk penempatan material seluas total 155 hektar, dengan 120 hektar di sisi timur dan 35 hektar di sisi barat, yang juga akan disediakan kawasan yang bersebelahan dengan stasiun MRT di Ancol.
Namun, peneliti kimia laut dan ekotoksikologi Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, M Reza Cordova, menyarankan agar Pemprov DKI melalui Dinas Lingkungan Hidup terlebih dahulu menguji kandungan pencemar pada sedimen sungai dan waduk sebelum digunakan sebagai urukan untuk meluaskan lahan di kawasan Ancol.
”Kalau (kadar pencemaran) tinggi, bukan tidak mungkin bahan pencemar itu akan luruh dan lepas ke perairan dan menambah beban pencemaran,” ucapnya pada Minggu (12/7/2020).
Kalau (kadar pencemaran) tinggi, bukan tidak mungkin bahan pencemar itu akan luruh dan lepas ke perairan dan menambah beban pencemaran,” ucapnya pada Minggu (12/7/2020).
Dari pengalaman meneliti pencemaran di Teluk Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai, Reza berpendapat, bahan pencemar berupa logam berat dan polutan organik persisten (POPs) juga tinggi di sungai-sungai Jakarta. Kadar bahan pencemar pada sedimen waduk bisa jadi lebih tinggi karena waduk relatif merupakan ekosistem perairan tergenang. Jika ada polutan masuk ke waduk atau danau, polutan cenderung tidak berpindah dan turun ke sedimen.
Agung mengatakan, terkait perluasan lahan, Jaya Ancol sebagai badan usaha milik DKI sekaligus perusahaan terbuka (Tbk) akan selalu mematuhi syarat di Kepgub DKI 237/2020. ”Termasuk untuk program JEDI, tentu saja tetap melalui aturan-aturan yang berlaku termasuk amdal yang dipersyaratkan,” ujarnya.
Berdasarkan kepgub, Jaya Ancol diwajibkan melengkapi kajian teknis terlebih dahulu sebelum perluasan lahan dimulai, antara lain kajian penanggulangan banjir yang terintegrasi, kajian dampak pemanasan global, kajian perencanaan pengambilan material perluasan kawasan, kajian perencanaan infrastruktur/prasarana dasar, amdal, dan kajian lain yang diperlukan.