Pragmatisme partai politik potensial terjadi pada Pilkada 2020 dengan munculnya sejumlah pasangan calon tunggal di daerah akibat pandemi Covid-19. Hal ini membuat esensi demokrasi juga terancam. KPU sendiri tak berdaya.
Oleh
INGKI RINALDI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi munculnya pasangan calon tunggal di sejumlah daerah dalam ajang Pilkada serentak 2020 membuat esensi demokrasi terancam. Situasi pandemik yang belum kunjung reda dinilai membuat praktik demokrasi kembali pada kepentingan paling pragmatis partai politik.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor saat dihubungi pada Minggu (26/7/2020) mengatakan, potensi tersebut mencerminkan tidak diwakilinya kepentingan masyarakat pada umumnya. Juga tidak mewakili kepentingan untuk menjalankan prosesi demokrasi yang paling sakral, yakni pemilihan untuk memilih pemimpin.
Kondisi itu, menurut dia, tidak sehat bagi praktik demokrasi. Pasalnya, pemilihan sebagai instrumen demokrasi kehilangan roh karena ditutupi kepentingan pragmatis dan eksklusif dari setiap partai politik.
Firman menambahkan, esensi demokrasi sangat terancam menyusul potensi praktik tersebut. Keterancaman ini menyusul tidak diorientasikannya proses pemilihan pada terciptanya pemerintahan yang memiliki kapabilitas ataupun terserapnya aspirasi masyarakat secara komprehensif.
Esensi demokrasi sangat terancam menyusul potensi praktik tersebut. Keterancaman ini menyusul tidak diorientasikannya proses pemilihan pada terciptanya pemerintahan yang memiliki kapabilitas ataupun terseraapnya aspirasi masyarakat secara komprehensif.
Firman juga menghubungkan hal itu dengan ketergesa-gesaan dalam melaksanakan Pilkada Serentak 2020. Ia menilai hal itu tidak lepas dari kepentingan partai politik dan bakal calon petahana.
Pada kepentingan paling pragmatis itu termasuk dibutuhkannya dana segar untuk menghidupkaan mesin politik mereka. Hal ini terutama bagi partai politik yang memiliki potensi memenangi kontestasi. Adapun partai-partai yang tidak memiliki kandidat potensial dinilai membutuhkan kesepakatan tertentu yang bermuara pada kesepakatan dengan keuntungan material dan politik. Kondisi itu juga dinilai dipengaruhi situasi pandemik yang belum kunjung usai.
Hakikat demokrasi
Jika memang pasangan calon tunggal itu muncul, KPU memfasilitasi dan memberikan pelayanan sepanjang hal itu dimungkinkan dalam aturan undang-undang. KPU tidak bisa menyatakan lain dalam konteks pelayanan pada situasi tersebut sepanjang syarat pencalonan sudah dipenuhi.
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, pada hari yang sama mengatakan bahwa keberadaan jumlah pasangan calon yang ada lebih merupakan ranah peserta pemilihan. KPU, dalam hal ini, melayani pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dan memberikan pelayanan kepada peserta pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, imbuh Raka, jika dilihat dari sudut pandang derajat kualitas pilkada, akan lebih bagus apabila ajang itu diikuti lebih dari satu pasangan calon. Ia mengatakan, karena dengan demikian bakal terjadi kontestasi demokrasi. Rakyat akan melihat visi, misi, dan program setiap pasangan calon. Lalu, rakyat memilih secara demokratis sesuai dengan aspirasinya.
Raka menambahkan, jika memang pasangan calon tunggal itu muncul, KPU memfasilitasi dan memberikan pelayanan sepanjang hal itu dimungkinkan dalam aturan undang-undang. KPU tidak bisa menyatakan lain dalam konteks pelayanan pada situasi tersebut sepanjang syarat pencalonan sudah dipenuhi.