Limbah Minyak Kembali Cemari Pesisir Pulau Pari, Kepulauan Seribu Belum Terlindungi
›
Limbah Minyak Kembali Cemari...
Iklan
Limbah Minyak Kembali Cemari Pesisir Pulau Pari, Kepulauan Seribu Belum Terlindungi
Pemprov DKI Jakarta terkendala perlengkapan yang terbatas guna mengawasi perairan Kepulauan Seribu. Staf Suku Dinas LH Kepulauan Seribu beberapa kali memergoki awak kapal membuang limbah minyak atau oli di laut.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Limbah minyak mencemari seluruh pesisir selatan Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, sejak Selasa (11/8/2020) pagi. Warga mempertanyakan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah melindungi lingkungan kepulauan, mengingat pencemaran semacam itu hampir setiap tahun terjadi.
”Di pesisir selatan itu, antara lain, ada keramba budidaya ikan, budidaya rumput laut, dan area mangrove,” tutur warga Pulau Pari, Edi Mulyono, saat dihubungi pada Selasa (11/8/2020) sore. Selain itu, terdapat pula kawasan wisata, seperti Pantai Bintang, Pantai Kresek, dan Bukit Matahari.
Edi masih mencari tahu jika sudah ada warga yang terdampak limbah minyak. Namun, pengalaman dari kejadian serupa sebelumnya, limbah merugikan para pemilik keramba budidaya. Pada ”serangan” limbah minyak tahun 2017, misalnya, sekitar 3.500 ekor dari total 12.000 ikan yang dibudidayakan dalam keramba mati.
Menurut Edi, 90 persen warga Pulau Pari bekerja sebagai nelayan. Mereka kebanyakan nelayan tangkap, tetapi kadang-kadang sambil membudidayakan ikan dalam keramba.
Mustahgfirin, Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), menambahkan, nelayan akan mengalami kerugian jika limbah minyak mentah ini menempel di rumput laut karena rumput laut tidak dapat dikonsumsi lagi. Ikan kerapu yang dibudidayakan warga juga akan mati.
”Jika limbah minyak ini dibiarkan terlalu lama terkena matahari, limbah akan mencair dan menyatu dengan pasir sehingga akan semakin sulit dibersihkan,” ujar Mustaghfirin. Padahal, lebih dari setengah penduduk Pari mengandalkan sektor pariwisata ketika akhir pekan dan hari libur untuk menambah pemasukan. Keindahan pantai dengan pasir putihnya adalah salah satu daya pikat turis.
Edi menuturkan, warga Pulau Pari mengetahui ceceran limbah minyak mulai mendekati kawasan pulau itu pada Kamis (6/8/2020), tetapi limbah masih di tengah laut. Sehari setelahnya, limbah masuk ke pantai sedikit demi sedikit. Limbah kemudian datang dalam volume lebih masif mulai Selasa pagi ini dan memenuhi pesisir selatan dari barat ke timur, sepanjang lebih kurang 2 kilometer.
Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Seribu Junaedi mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI masih menelusuri asal muasal limbah minyak. ”Sedang dicek sumbernya, apakah dari pengeboran minyak atau kapal yang sedang cuci tangki,” ujarnya.
Mustaghfirin menyampaikan, warga menduga limbah minyak bersumber dari perairan antara Indramayu dan Karawang karena sekarang sedang musim angin timuran (angin muson Australia yang ketika melintasi Indonesia bergerak dari timur ke barat). Di sana, ada kegiatan pengeboran minyak.
Tahun lalu, tumpahan minyak akibat kebocoran anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java, di perairan utara Karawang, juga mencapai Pari ketika musim angin timuran.
Namun, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Djoko Rianto Budi Hartono meminta masyarakat tidak langsung menyimpulkan sebelum adanya pembuktian ilmiah. Tim dari Seksi Pengawasan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Sudin LH sudah ke lokasi guna mengambil sampel, kemudian diuji di Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) DKI.
Suku Dinas LH Kepulauan Seribu juga meminta bantuan Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatera (PHE OSES) ikut menganalisis sampel agar sumber pencemaran segera diketahui. Selain itu, PHE OSES juga dimintai tolong turut membersihkan ceceran minyak karena punya peralatan lebih mumpuni, mengingat peralatan Pemprov DKI terbatas.
Pada Selasa ini, bersama warga setempat, personel Sudin LH Kepulauan Seribu ikut membersihkan limbah minyak yang ada di pantai. Mereka mengumpulkan 350 karung limbah minyak.
Edi mengatakan, terdamparnya limbah minyak ke pantai Pulau Pari sudah ada sejak akhir dekade 1980-an. Namun, pada masa-masa awal, volume limbah belum sebanyak sekarang. Karena sudah terjadi berpuluh-puluh tahun, ia mempertanyakan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah terhadap perlindungan lingkungan hidup.
Djoko menyebutkan, kemampuan pihaknya terbatas dalam pengawasan. Ia mencontohkan, staf Sudin LH Kepulauan Seribu beberapa kali memergoki awak kapal membuang limbah minyak atau oli di tengah laut. Namun, mereka tidak memiliki kapasitas penindakan layaknya penegak hukum. Yang bisa dilakukan, melaporkan temuan, antara lain, ke kepolisian.
Djoko berpendapat, tim gabungan pemerintah pusat dan Pemprov DKI diperlukan untuk mengefektifkan pengawasan dan penindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pencemaran di area Kepulauan Seribu.