Protokol Kesehatan dalam Pilkada di Papua Belum Optimal
›
Protokol Kesehatan dalam...
Iklan
Protokol Kesehatan dalam Pilkada di Papua Belum Optimal
Diperlukan regulasi dari pemerintah pusat yang mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan pilkada. Tujuannya untuk mencegah bertambahnya daerah zona merah Covid-19 di Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan pilkada di Papua belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan belum adanya regulasi dari pusat yang mengatur sanksi atas pelanggaran protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan pilkada.
Hal itu disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua, Amandus Situmorang, di Jayapura, Selasa (22/9/2020). Amandus mengatakan, pihaknya masih sebatas memberikan imbauan untuk melaksanakan protokol kesehatan bagi setiap pasangan calon bupati dan wakil bupati untuk 11 kabupaten peserta pilkada di Papua.
Ia memaparkan, Bawaslu hanya dapat memberikan sanksi bagi pasangan calon apabila melakukan pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana pemilu, pelanggaran hukum lainnya, dan pelanggaran administrasi.
Total sebanyak 35 pasangan atau 70 orang yang berkas pencalonannya diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) di 11 kabupaten. Ke-11 kabupaten yang melaksanakan pilkada serentak pada 9 Desember mendatang meliputi Yahukimo, Asmat, Supiori, Pegunungan Bintang, Mamberamo Raya, Waropen, Nabire, Yalimo, Keerom, Merauke, dan Boven Digoel.
Dari 11 daerah itu, lima daerah masuk dalam zona merah karena terdapat kasus positif Covid-19, yakni Nabire (74 kasus), Keerom (21 kasus), Yalimo (12 kasus), Merauke (10 kasus), dan Supiori (1 kasus). Berdasarkan data KPU pada pekan lalu, sudah sembilan bakal calon kepala daerah dan satu anggota KPU Papua terpapar Covid-19.
”Belum ada peraturan dari KPU dan Bawaslu pusat terkait pemberian sanksi terhadap warga dan pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan. Kami hanya sebatas memberikan sosialisasi bagi mereka selama pelaksanaan tahapan pilkada,” ungkap Amandus.
Ia berpendapat, pemerintah pusat harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Ini untuk menjadi dasar hukum bagi Bawaslu menindak pelanggar protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahapan pilkada di 11 kabupaten tersebut.
”Tanpa adanya disiplin protokol kesehatan yang ketat, pilkada dapat menjadi kluster baru penyebaran Covid-19 di 11 daerah tersebut. Tahapan kampanye paling berpotensi rawan penyebaran kasus,” tutur Amandus.
Ketua KPU Papua Adam Arisoy mengakui belum ada regulasi khusus untuk mengatur pelaksanaan protokol kesehatan dalam setiap tahapan pilkada. Namun, lanjutnya, KPU telah bersinergi dengan aparat keamanan dan tim gugus tugas untuk menertibkan pelanggaran protokol kesehatan di 11 kabupaten peserta pilkada tersebut.
”KPU akan menerapkan pengawasan protokol kesehatan yang ketat dalam tahapan penetapan calon kepala daerah pada Rabu ini. Kami melarang pasangan calon membawa simpatisannya dalam tahapan ini,” kata Adam.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Papua Donald Aronggear mengatakan, tanpa regulasi pelaksanaan protokol kesehatan yang tegas dalam pilkada, zona merah Covid-19 dapat bertambah. ”Apabila ada penumpukan massa dalam kegiatan pilkada, ini dapat menjadi pusat penyebaran Covid-19 di daerah tersebut,” ujarnya.