Tak Ada Toleransi untuk Pelanggar Protokol Kesehatan
›
Tak Ada Toleransi untuk...
Iklan
Tak Ada Toleransi untuk Pelanggar Protokol Kesehatan
Dengan berbagai pertimbangan, pemerintah dan DPR memilih memperketat protokol kesehatan daripada menunda penyelenggaraan pilkada serentak 2020. Salah satunya, penerapan ketat protokol kesehatan berikut sanksinya.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memilih memperketat protokol kesehatan daripada menunda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak. Selain melakukan pengawasan ketat, penyelenggara pemilu bersama aparatur pemerintahan dan negara juga tidak akan memberikan toleransi kepada peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan.
Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam jumpa wartawan virtual dari Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/9/2020), menegaskan, pelaksanaan protokol kesehatan dalam pilkada sudah dijamin melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 yang telah diperbarui menjadi PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-Alam Covid-19.
PKPU tak hanya mengatur kewajiban untuk menerapkan protokol kesehatan ketat pada setiap tahapan serta aktivitas pilkada, tetapi juga keterlibatan penyelenggara pemilu, Satgas Penanganan Covid-19, dan dinas kesehatan setempat dalam melakukan pengawasan. Pengawasan penerapan protokol kesehatan dalam pilkada juga melibatkan bantuan aparatur negara lain, seperti Kepolisian Negara RI (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Aktivitas politik yang melanggar protokol kesehatan pun tidak akan diberikan toleransi. ”Kami tidak bisa menoleransi terjadinya aktivitas politik yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi meningkatkan penularan,” kata Wiku.
Wiku juga menegaskan, peserta pilkada dan para pendukungnya dipersilakan melakukan aktivitas politik dengan syarat tak menimbulkan kerumunan dan potensi penularan. ”Setiap kematian, setiap korban, adalah hal yang harus dihindari, apa pun kegiatannya,” ujar Wiku menjelaskan.
Kami tidak bisa menoleransi terjadinya aktivitas politik yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi meningkatkan penularan.
Sanksi tegas juga akan diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan karena keselamatan bangsa merupakan hal yang utama. Semua pihak harus menjaga keselamatan seluruh bangsa dari penularan Covid-19.
Seperti diketahui sebelumnya, banyak desakan agar pemerintah dan DPR menunda pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 karena pandemi Covid-19 belum terkendali. Pilkada dikhawatirkan menjadi kluster penularan baru karena aktivitas politik menjelang kontestasi sulit dilakukan tanpa ada pengerahan massa.
Namun, desakan itu tak digubris oleh pemerintah dan DPR. Kedua lembaga tersebut sepakat untuk melanjutkan penyelenggaraan pilkada dengan mengatur pengetatan protokol kesehatan dalam setiap tahapan dan aktivitas pilkada.
Tak lakukan pengerahan massa
Kami juga telah meminta Bawaslu dan Polri membubarkan kerumunan massa ilegal yang melanggar protokol kesehatan.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, anggota KPU Provinsi Banten, Eka Satialaksmana, menjelaskan, KPU di semua kabupaten/kota di provinsi tersebut akan menerapkan protokol kesehatan ketat di setiap tahapan pilkada. KPU juga telah meminta bakal pasangan calon untuk tidak melakukan pengerahan massa saat pengundian nomor urut yang akan dilaksanakan pada 23-24 September.
”Kami juga telah meminta Bawaslu dan Polri membubarkan kerumunan massa ilegal yang melanggar protokol kesehatan,” kata Eka. Saat ini terdapat dua wilayah zona merah Covid-19 di Banten yang menyelenggarakan pilkada, yakni Kota Cilegon dan Tangerang Selatan.