Kelompok Pelajar Internasional Pertama Mendarat di Australia
›
Kelompok Pelajar Internasional...
Iklan
Kelompok Pelajar Internasional Pertama Mendarat di Australia
Setelah berbulan-bulan menutup perbatasannya sejak Maret 2020, Australia untuk pertama kali mulai menerima kedatangan pelajar internasional melalui Darwin.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
DARWIN, SENIN — Satu rombongan besar pelajar internasional tiba di Darwin, Australia, menggunakan pesawat sewaan, Senin (30/11/2020). Mereka adalah kelompok pelajar asing pertama yang tiba di ”Negeri Kanguru” sejak negara itu menutup perbatasannya untuk mengendalikan Covid-19, Maret lalu.
Sebuah pesawat yang disewa Universitas Charles Darwin (CDU) membawa 63 pelajar internasional yang berasal dari China, Hong Kong, Jepang, Vietnam, dan Indonesia. Pesawat yang mendarat di Darwin itu adalah bagian dari program percontohan untuk memulai kembali industri pendidikan tinggi.
Sebelum terbang ke Australia, para mahasiswa itu harus terbang dari negara asal mereka masing-masing ke Singapura untuk ikut dalam penerbangan ke Darwin. Mereka kini harus menjalani karantina 14 hari di fasilitas milik pemerintah.
Para pelajar itu merupakan gabungan mahasiswa baru dan lama yang menempuh program sarjana ataupun magister bidang hukum, keperawatan, dan teknik.
Kedatangan kelompok pertama pelajar internasional ini terjadi ketika penyebaran Covid-19 mulai terkendali setelah gelombang kedua infeksi virus korona melanda Australia, terutama di wilayah Victoria yang melaporkan ratusan kasus baru dalam sehari.
Australia pun menerapkan kebijakan pembatasan sosial, karantina wilayah, dan jam malam yang ketat selama 112 hari sejak Juni lalu.
Terlepas dari kritik para pelaku usaha bahwa pembatasan sosial telah merusak ekonomi, kebijakan tegas tak pandang bulu itu terbukti membuahkan hasil.
Financial Times, 13 November 2020, melaporkan, Victoria tidak lagi melaporkan adanya penularan lokal sejak dua minggu terakhir. Model intervensi ini kemudian diadopsi pada skala nasional Australia.
Dalam sebuah forum daring bersama para pakar kesehatan Irlandia, Brett Sutton, Pejabat Kesehatan Victoria mengatakan, kepemimpinan yang kuat dan mendengarkan saran para pakar kesehatan, bukan para pelaku bisnis, menjadi faktor penentu keberhasilan Victoria.
Peraih Nobel Kedokteran 1996, Prof Peter Doherty, menyebutkan, wabah Covid-19 bisa diperlambat laju penyebarannya karena Australia sejak awal melarang penerbangan internasional dan menerapkan sistem karantina di hotel. Aturan menjaga jarak sosial juga dijelaskan dengan terang dan dipatuhi.
Dalam pernyataannya, CDU menyebut kedatangan pelajar internasional pertama ini sebagai ”langkah pertama yang penting dalam pemulihan sektor pendidikan internasional di Australia”.
Perguruan tinggi di Australia kekurangan dana akibat penutupan perbatasan negara yang tidak jelas sampai kapan sehingga pelajar asing yang menjadi sumber pendanaan miliaran dollar tidak bisa memasuki wilayah Australia.
Pendidikan merupakan penyumbang devisa keempat terbesar Australia di bawah ekspor bijih besi, batubara, dan gas alam dengan lebih dari 500.000 pelajar internasional yang terdaftar pada tahu lalu. Kehadiran mereka di universitas Australia menyumbang sekitar 37 miliar dollar Australia.
Pada Juni lalu, kelompok lobi dari universitas-universitas di Australia menyebutkan, sektor pendidikan tinggi bisa kehilangan 11 miliar dollar AS akibat ditutupnya perbatasan negara.
Universitas merupakan institusi publik yang tidak termasuk dalam skema subsidi pandemi dari Pemerintah Australia, dan telah kehilangan ribuan pekerjanya.
Usulan serupa dari sejumlah universitas di Canberra dan Adelaide sebelumnya dibatalkan karena pemerintah berada dalam tekanan untuk menyiapkan fasilitas karantina bagi warga Australia yang tiba dari luar negeri.
Kebijakan untuk membatasi jumlah warga yang kembali ke Australia menyebabkan lebih dari 35.000 warga Australia terjebak di luar negeri walaupun pemerintah berjanji akan membawa mereka kembali sebelum Natal 2020.
Sebaliknya, banyak pelajar internasional juga terjebak di Australia tidak bisa kembali ke negaranya. Sebagian dari mereka mengandalkan sumbangan untuk makan guna bertahan hidup karena mereka tidak termasuk dalam penerima paket bantuan dari pemerintah. (AFP/ADH)