Petahana di Sumut Bertumbangan, Pemilih Makin Kritis
›
Petahana di Sumut...
Iklan
Petahana di Sumut Bertumbangan, Pemilih Makin Kritis
Sebagian besar petahana di 23 pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara hampir dipastikan tumbang. Pemilih semakin kritis dan berani memberikan hukuman politik pada kepala daerah yang kinerjanya buruk.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Sebagian besar petahana di 23 pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara hampir dipastikan tumbang. Pemilih semakin kritis dan berani memberikan hukuman politik pada kepala daerah yang kinerjanya buruk. Usaha para petahana untuk memperpanjang dinasti politik dengan mencalonkan istri dan anaknya pun banyak yang kandas.
Pantauan Kompas dalam rekapitulasi formulir C1 di situs resmi pilkada.kpu.go.id, hingga Senin (14/12/2020) malam, sebagian besar petahana dan keluarganya hampir dipastikan tidak terpilih pada Pilkada 2020.
"Pemilih sekarang sudah semakin cerdas dan kritis melihat kinerja kepala daerah. Jika ingin terpilih lagi, kepala daerah harus benar-benar menunjukkan kinerja dan menepati janji kampanye," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Arifin Saleh Siregar.
Pantauan Kompas, sejumlah petahana yang hampir bisa dipastikan tak terpilih lagi yakni Pelaksana Tugas Wali Kota Medan Akhyar Nasution, Bupati Serdang Bedagai Soekirman, Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Bupati Toba Darwin Siagian, dan Bupati Nias Utara Marselinus Ingati Nazara.
Wakil Wali Kota Sibolga Edipolo Sitanggang dan Wakil Bupati Nias Arosokhi Waruwu yang maju sebagai calon bupati juga kandas melawan para penantangnya.
Sementara, Lisa Andriani Lubis, istri Wali Kota Binjai M Idaham yang telah duduk dua periode, juga terpaut jauh dari penantangnya. Demikian juga dengan Anton Saragih, yang merupakan abang kandung Bupati Simalungun JR Saragih, harus menelan pil pahit kekalahan.
Di Serdang Bedagai, anak mantan Gubernur Sumut dan mantan Bupati Serdang Bedagai Tengku Erry Nuradi, Ryan Novandi, juga kalah telak dari penantangnya. Ryan maju sebagai calon wakil bupati mendampingi petahana Soekirman.
Sejumlah petahana gagal maju karena tak dapat tiket dari partai politik.
Kegagalan petahana mempertahankan kekuasaan sebenarnya juga sudah terjadi sejak masa pendaftaran. Sejumlah petahana gagal maju karena tak dapat tiket dari partai politik seperti Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah Noor dan Bupati Karo Terkelin Brahmana.
Petahana lainnya tentu tak bisa maju karena masih menjalani hukuman pidana penjara karena kasus korupsi seperti Wali Kota Medan (non aktif) Dzulmi Eldin, Bupati Pakpak Bharat (non aktif) Remigo Berutu, dan bekas Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap.
Sementara itu, para petahana yang masih menang sebenarnya tidak mudah mempertahankan kekuasaannya. Dua petahana bahkan tak berani bertarung melawan penantang sehingga memborong semua partai agar bisa menjadi calon tunggal. Hal itu dilakukan oleh Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor dan juga Wali Kota Gunungsitoli Lakhomizaro Zebua.
Meski hanya melawan kolom kosong, Dosmar sendiri nyaris kalah dengan perolehan suara hanya 52,4 persen. Banyaknya pemilih kolom kosong yang mencapai 47,6 persen menunjukkan besarnya penolakan terhadap Dosmar.
Di Gunungsitoli, perolehan suara juara bertahan Lakhomizaro sedikit lebih baik yakni 79,6 persen. Namun, 20,4 persen memilih kolom kosong.
Meski demikian, sejumlah petahana dan dinasti politiknya masih tetap bisa mempertahankan kekuasaan di Sumut. Di Labuhanbatu Selatan, istri Bupati Wildan Aswan Tanjung, Hasnah Harahap, berhasil melanjutkan dinasti politiknya. Hal serupa terjadi di kabupaten tetangganya Labuhanbatu Utara. Hendri Yanto berhasil melanjutkan kekuasaan ayahnya, Khairuddin Syah Sitorus, yang telah dua periode menjabat bupati.
Dolly Putra Pasaribu yang menang di Tapanuli Selatan juga merupakan keponakan Bupati Tapanuli Selatan Syahrul M Pasaribu. Dolly berhasil mengalahkan anak mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap, Roby Agusman Harahap.
Adapun petahana lainnya yang menang yakni Wali Kota Tanjungbalai Syahrial, Bupati Labuhanbatu Andi Suhaimi, Bupati Asahan Surya, dan Wakil Bupati Nias Barat Khenoki Waruwu. Adapun Bupati Mandailing Natal Dahlan H Nasution hanya unggul sekitar 200 suara dari penantangnya.
Menginginkan perubahan
Menurut Arifin, cukup masifnya kekalahan petahana di kabupaten/kota di Sumut menggambarkan keinginan publik yang cukup besar pada perubahan. "Tumbangnya para petahana juga menjadi cermin suasana batin masyarakat yang tidak puas pada kinerja pemerintahan daerahnya," katanya.
Menurut Arifin, banyaknya kepala daerah di Sumut yang ditangkap karena kasus korupsi juga membuat kepercayaan publik pada petahana terus merosot.
Arifin mengatakan, pemilih juga sudah semakin kritis terhadap kepala daerah. "Bahkan, banyak kelompok masyarakat yang memobilisasi dukungan untuk menumbangkan petahana. Kelompok ini tidak ikut dalam tim pemenangan resmi, tetapi bergerak sendiri mengkampanyekan perubahan," katanya.
Arifin mengatakan, para petahana juga banyak yang merasa di atas angin karena telah membangun jaringan sosial politik selama menjabat. Mereka lupa, masyarakat sudah semakin cerdas melihat kinerja dan menagih janji kampanye sebelumnya.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sumut Meilizar Latif mengatakan, kekalahan petahana yang cukup masif di Sumut menjadi bahan evaluasi bagi partai politik. Ia menilai, ada sejumlah faktor yang membuat petahana kandas di Sumut yakni kinerja yang buruk, pemilih yang semakin cerdas dan kritis, serta janji kampanye yang tak terealisasi.
"Para kepala daerah harus tahu bahwa pemilih itu sekarang sudah semakin cerdas dan kritis. Kepala daerah tidak bisa lagi hanya mengumbar janji kampanye yang kadang tidak masuk akal," kata Meilizar.
Menurut Meilizar, kekalahan petahana dan keluarganya juga menunjukkan masyarakat sebenarnya tidak permisif pada dinasti politik. Fenomena itu pun akan menjadi masukan bagi partai politik dalam menentukan calon kepala daerah yang diusung.
Sekretaris DPD PDIP Sumut Soetarto mengatakan, petahana selama ini bisa menang dengan lebih mudah karena sudah membangun jaringan sosial selama menjabat di daerahnya. Namun, belakangan, masyarakat sudah semakin kritis pada calon kepala daerah sehingga petahana tidak bisa lagi hanya mengandalkan modal sosial.
"Masyarakat saat ini lebih melihat rekam jejak kinerjanya dan integritasnya," kata Soetarto.
Kini, para pemimpin baru pun sudah dipilih oleh rakyat. Mereka pun dituntut untuk membawa perubahan, bekerja untuk rakyat, dan berintegritas memberantas korupsi yang menggurita di Sumut. Jika tidak, rakyat akan kembali menjatuhkan hukuman bagi mereka pada pilkada lima tahun lagi.