Praktik jual beli jabatan di pemerintahan yang berulang kali diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berpotensi lebih masif jika keinginan DPR untuk membubarkan Komisi Aparatur Sipil Negara direalisasikan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transaksi jabatan di pemerintahan dikhawatirkan lebih masif jika pemerintah mengikuti keinginan DPR untuk membubarkan Komisi Aparatur Sipil Negara. Begitu pula pengisian jabatan yang berdasarkan suka dan tidak suka, kekerabatan, dan afiliasi politik. Karena itu, keberadaan komisi sebagai pengawal sistem merit harus dipertahankan.
Keinginan DPR untuk membubarkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang diinisiasi DPR. Saat ini, proses revisi UU tersebut sedang dibahas Komisi II DPR dan pemerintah.
Ketua KASN Agus Pramusinto saat dihubungi di Jakarta, Senin (25/1/2021), mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi telah berulang kali membongkar praktik jual beli jabatan di birokrasi. Akhir 2016, misalnya, KPK menangkap Bupati Klaten Sri Hartini karena kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Klaten. Akhir Juli 2019, giliran Bupati Kudus M Tamzil yang ditangkap KPK.
Jika kelak KASN dibubarkan, ia khawatir praktik jual beli jabatan itu bakal lebih masif. Sebab, tak ada lagi lembaga independen yang bisa mengawasi pengisian jabatan pimpinan tinggi di pemerintahan.
Tanpa pengawasan itu pula, ia khawatir pengisian jabatan akan semakin jauh dari sistem merit yang menjadi dasar lahirnya UU ASN.
”Pengisian jabatan yang berbasis suka dan tidak suka, kekerabatan, kesukuan, atau afiliasi politik bakal kembali masif. Kompetensi dan kinerja sebagai dasar promosi jabatan akan hilang,” ujar Agus.
Saat ini saja, menurut dia, KASN masih sering menerima laporan pengisian jabatan yang tidak mengacu pada sistem merit. ”Jadi, tidak memperhatikan kompetensi, kinerja, dan rekam jejak integritas,” katanya, menambahkan.
Ketiadaan KASN juga dikhawatirkan menguatkan kembali intervensi politik dalam birokrasi yang kerap dilakukan oleh kepala daerah ataupun menteri. Terlebih, pengisian jabatan sering dikaitkan dengan dukungan dari ASN dalam kontestasi pemilu ataupun pemilihan kepala daerah.
Guru Besar dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo juga menilai tidak tepat keinginan DPR untuk membubarkan KASN. Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2011-2014) yang turut mengawal lahirnya UU ASN ini mengingatkan, UU ASN lahir atas inisiatif DPR yang ingin ASN profesional.
Inisiatif ini lahir karena saat itu marak terjadi intervensi politik di birokrasi, pemberhentian ASN secara semena-mena, serta pengangkatan ASN yang tidak berbasis kompetensi dan kinerja, tetapi bergantung kepada keinginan kepala daerah.
”Lalu, dalam pembentukan UU ASN itu, didirikanlah KASN sebagai the guardian of merit system (pengawal penerapan sistem merit),” ucap Eko. Bahkan, usul pembentukan KASN saat itu pun muncul dari DPR.
Dengan demikian, ia heran jika DPR saat ini justru ingin membubarkan KASN. Apalagi di tengah problem profesionalitas ASN yang belum benar-benar tuntas. Ambil contoh, intervensi politik di birokrasi yang masih kerap terjadi. Kemudian praktik jual beli jabatan.
”Ada KASN saja masih terjadi jual beli jabatan, apalagi tidak ada KASN. Kepala daerah akan senang sekali kalau KASN dibubarkan,” ucapnya.
Mengutip laporan The Economist Intelligence Unit yang dirilis pada 2020, Eko mengingatkan, penerapan meritokrasi mempunyai korelasi positif yang sangat kuat dengan berbagai indikator pembangunan. Di antaranya, efektivitas pemerintah, indeks persepsi korupsi, pembangunan manusia, penegakan hukum, serta kepercayaan terhadap politik.
”Jadi, sistem merit sangat penting, dan pengawalnya, KASN. KASN sebagai pengawal sistem merit di Indonesia serta untuk mengawal profesionalitas birokrasi,” ujarnya.
Eko pun menekankan, fungsi pengawasan birokrasi tak bisa diserahkan kepada kementerian, semisal Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) ataupun Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sebab, Kemenpan dan RB berfungsi sebagai regulator, sedangkan BKN sebagai administrator kepegawaian.
Belum final
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, mengatakan, penghapusan KASN telah disepakati sejak revisi UU ASN masih dibahas di Badan Legislasi DPR, Februari 2020. Alasannya, KASN dinilai menambah panjang alur pengawasan ASN.
Meskipun demikian, menurut dia, penghapusan KASN tersebut belum final. Keputusan berbeda bisa saja dilahirkan saat pembahasan revisi UU ASN dengan pemerintah.
Adapun pemerintah yang dalam pembahasan revisi UU ASN diwakili Menpan dan RB Tjahjo Kumolo menekankan, keberadaan KASN masih dibutuhkan untuk mengawasi penerapan sistem merit. Ini disampaikannya ketika rapat perdana membahas revisi UU ASN antara pemerintah dan Komisi II DPR pada Senin (18/1).
Namun, pemerintah tidak tegas menolak keinginan DPR itu. Tjahjo menyerahkan nasib KASN dalam pembahasan lebih lanjut revisi UU ASN.