Tunggakan hunian rumah susun semakin pelik. Penghuni yang terlilit denda semakin tidak mampu membayar kewajibannya. Pemerintah Provinsi DKI menyiapkan revisi aturan gubernur mengenai penghitungan denda.
Oleh
Aditya Diveranta/Nikolaus Harbowo/Stefanus Ato
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tunggakan penghuni rumah susun sederhana sewa di DKI Jakarta kian membengkak. Warga pun tidak lagi sanggup membayar karena iuran dan denda juga semakin menumpuk. Untuk menyelesaikan masalah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merevisi peraturan gubernur terkait dengan mekanisme penghitungan denda.
Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Eko Suroyo mengatakan, penghapusan piutang tidak dimungkinkan bagi penghuni rusun. Meskipun demikian, untuk mengurangi beban tunggakan, pemerintah akan mengubah mekanisme denda yang selama ini diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2014 tentang Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa.
”Kalau penghapusan kelihatannya tidak memungkinkan, apalagi mereka masih tinggal di situ. Mereka wajib membayar denda, tetapi maksimal hanya 24 bulan. Misal, denda sudah tak bayar selama 48 bulan, tetap yang akan dihitung maksimal 24 bulan itu,” tutur Eko, Senin (2/9/2019).
Sebagai catatan, sebelumnya, dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No 111/2014, jika penghuni terlambat membayar iuran, maka dia akan dikenakan denda sebesar 2 persen per bulan. Semakin lama penghuni itu tidak membayar iuran, maka semakin besar pula dendanya.
Eko menuturkan, revisi terhadap pergub itu kini tinggal menunggu persetujuan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. ”Pergub sedang dalam proses revisi. Kalau sudah ditandatangani Pak Gubernur, ya, berarti (perubahan mekanisme denda) mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan (pergub),” katanya.
Tunggakan rusunawa di Jakarta telah menjadi masalah menahun. Di Jakarta Barat, total tunggakan dari empat lokasi meliputi Rusunawa Daan Mogot, Rusunawa Tambora, Rusunawa Flamboyan, dan Rusunawa Rawa Buaya, mencapai Rp 3,4 miliar.
Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pengelola Rumah Susun Tambora Ahmad Fauzi mengatakan, pihak pengurus rusunawa selama ini sulit menagih kepada warga penghuni yang tergolong tidak mampu. Golongan ini di setiap rusunawa jumlahnya bisa mencapai setengah dari keseluruhan penghuni.
”Banyak kendala yang dihadapi pihak pengelola saat menagih tunggakan. Selain kemampuan finansial warga, ada juga kendala teknis, yaitu warga yang gagal melakukan transfer via perbankan,” ujar Ahmad.
Ia berharap, Dinas Perumahan dapat segera menemukan solusi terkait dengan tunggakan. Sebab, besarnya tunggakan warga ini menjadi salah satu penilaian kinerja pemerintah provinsi dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Sejumlah penghuni rusunawa selama ini mengaku tidak paham terkait dengan persoalan retribusi karena minim informasi. Yos Damo (45), penghuni Rusunawa Marunda Kluster B, Cilincing, Jakarta Utara, mengatakan, sebagian besar penghuni rata-rata menunggak pembayaran sewa. Bahkan, ada warga yang sejak tinggal di rusunawa tidak pernah membayar hingga saat ini.
”Sekarang kami sudah tidak mampu bayar. Dendanya besar sekali, setengah dari jumlah tunggakan sewa,” ujar Yos, yang berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur.
Yus (50), warga Kluster A Rusunawa Marunda, mengatakan, mereka tidak pernah didesak pihak UPRS Marunda untuk segera melunasi tunggakan rusunawa. Selama ini, informasi tunggakan didapatkan warga dari papan informasi di setiap rumah susun sewa.
”Saya sudah tiga tahun tidak bayar. Jumlah tunggakan sekarang sekitar Rp 7 juta, tetapi itu belum termasuk denda. Kalau tambah denda, mungkin sudah sampai Rp 10 juta,” kata Yus.
Mengenai hal itu, Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti menuturkan, pihaknya selalu melakukan penagihan melalui pihak UPRS dari tiap rusunawa. Pemerintah provinsi telah menempatkan prioritas bagi mereka yang menunggak agar dapat melunasi dengan cara mencicil.
”Warga sejauh ini diberi kesempatan melunasi secara cicilan. Tidak ada pemaksaan dalam proses penagihan. Tetapi, kalau warga ingin tunggakan denda dan sewanya dihapus, ya, berarti harus menunggu revisi pergub yang sedang diusulkan terlebih dahulu,” kata Meli.