Buruknya sanitasi dan lingkungan yang kotor bisa menimbulkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut, gatal-gatal, diare, serta leptospirosis.
Oleh
dionisia arlinta
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kebersihan menjadi persoalan utama yang harus diperhatikan setelah banjir. Buruknya sanitasi serta lingkungan yang kotor bisa menimbulkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut, gatal-gatal, diare, dan leptospirosis.
Pada Kamis (2/1/2020) di Perum Pondok Gede Permai, Jatirasa, Jatiasin, Kota Bekasi, Jawa Barat, tidak ada lagi genangan air yang terlihat. Menurut Enik Sumarianti (37), warga setempat, kawasan ini terendam banjir hingga 4,5 meter.
Meski air sudah surut, sebagian besar jalan dan rumah warga di kawasan tersebut tertutup endapan lumpur. Tidak jarang, sampah plastik dan perabot rumah yang rusak diletakkan di pinggir jalan. Bangkai tikus pun banyak ditemukan di sepanjang jalan.
”Tadi (Rabu) pagi air sudah surut. Ini saya dan suami sudah kembali ke rumah untuk bersih-bersih,” kata Enik.
Ia menambahkan, walaupun air sudah surut, ia tetap khawatir akan binatang-binatang berbahaya yang dapat muncul di sekitar tempat tinggalnya. Ketakutan Enik tidak mengherankan karena di tengah wawancara saja ada seekor kelabang berjalan di lehernya.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan, pencegahan penyebaran penyakit setelah banjir yang terjadi pada Rabu (1/1/2019) menjadi prioritas dalam perlindungan kesehatan bagi warga yang terdampak. Untuk itu, upaya awal yang akan dilakukan adalah membersihkan lingkungan tempat tinggal dan pengungsian warga.
”Lakukan pembersihan terlebih dulu sekarang. Penyuluhan dan edukasi terus kami lakukan kepada warga, terutama untuk melakukan pencegahan penyakit. Ketersediaan obat juga kami pastikan cukup,” ujar Terawan.
Pencegahan penyebaran penyakit setelah banjir menjadi prioritas dalam perlindungan kesehatan bagi warga yang terdampak.
Berbagai penyakit yang biasa timbul setelah banjir, lanjut Terawan, antara lain, infeksi saluran pernapasan akut, diare, gatal-gatal, batuk dan pilek, serta leptospirosis. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospirosis yang menyebar lewat kencing binatang, seperti tikus. Penyakit ini bisa menimbulkan gejala, seperti demam tinggi, sakit kepala, mual-muntah, gangguan saraf, dan gagal ginjal.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia Adib Khumaidi mengatakan, penyakit lain yang juga harus diwaspadai setelah banjir adalah demam tifoid akibat konsumsi makanan yang tidak higienis, asam lambung, dan migrain akibat makan tidak tepat waktu. Selain itu, kerap terjadi juga infeksi kulit akibat paparan air yang kotor.
”Untuk itu, masyarakat, terutama anak-anak, diharapkan tidak bermain air banjir agar terhindar dari jenis penyakit yang timbul sesudahnya,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, hingga Kamis (2/1/2020) pukul 18.00, tercatat 31.212 orang mengungsi akibat banjir dan longsor di sejumlah wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Banjir dan longsor ini juga mengakibatkan 21 orang meninggal, 10 orang luka berat, dan 100 orang luka ringan.
Sebanyak 31.212 orang yang mengungsi akibat banjir dan longsor di sejumlah wilayah Jabodetabek. Banjir dan longsor ini juga mengakibatkan 21 orang meninggal, 10 orang luka berat, dan 100 orang luka ringan.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana menambahkan, ada lebih dari 11.000 petugas kesehatan yang tersebar di 300 titik lokasi terdampak banjir. Selain penanganan kesehatan fisik, layanan psikososial pun diberikan kepada warga.
Kebutuhan yang kini masih harus ditingkatkan adalah sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) ataupun sanitasi di pengungsian.
”Proses evakuasi warga terus dilakukan. Kami imbau bagi warga yang lingkungannya masih belum aman untuk bersedia dievakuasi agar distribusi logistik, seperti makanan dan obat-obatan, lebih mudah dilakukan,” katanya.