Payung Hukum Siap, Pelanggaran PSBB Jakarta Berpotensi Terulang di Tangerang Raya
Payung hukum penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Tangerang Raya telah tuntas. Ketidaktahuan warga tentang larangan saat PSBB membuat potensi pelanggaran masih mungkin terjadi.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Payung hukum sebagai dasar penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Tangerang Raya telah siap, Kamis (16/4/2020). Namun, pelanggaran PSBB seperti terjadi di Jakarta berpotensi terulang di Tangerang Raya. Kendati sosialisasi telah dilakukan, masyarakat masih kebingungan memahami sejumlah larangan selama PSBB.
Penerapan PSBB di Tangerang Raya bakal dimulai Sabtu 18 April 2020. Sejumlah payung hukum sebagai dasar pelaksanaannya telah tuntas. Peraturan Gubernur Banten yang menjadi poin menimbang dan mengingat di peraturan wali kota dan peraturan bupati sudah ditandatangani Gubernur Banten Wahidin Halim.
Sejalan dengan itu, pemerintah daerah di Tangerang Raya juga telah menuntaskan penyusunan peraturan wali kota/peraturan bupati dan keputusan wali kota/keputusan bupati terkait PSBB. Sosialisasi pun hingga kini masih dilakukan dengan menggerakkan organisasi perangkat daerah.
Pemkot Tangerang sudah menerbitkan Peraturan Wali Kota Tangerang Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Tangerang.
Dalam perwal yang ditandatangani Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah itu diatur sejumlah ketentuan terkait pelaksanaan PSBB sejak 18 April 2020 hingga 1 Mei 2020.
”Masyarakat yang berdomisili atau melaksanakan aktivitas di Kota Tangerang wajib mematuhi ketentuan pelaksanaan PSBB sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata Arief melalui keterangan tertulis.
Bagi pelanggar, ada sanksi administratif yang akan dikenakan. Sanksi administratif itu antara lain teguran lisan, peringatan tertulis, penyitaan paksa sementara terhadap barang yang berpotensi menimbulkan pelanggaran, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Ketentuan yang kurang lebih sama juga tertera di Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan.
Kepala Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Iman Setiawan mengatakan, Polres Tangsel merupakan bagian dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang bertugas menegakkan aturan. Mengenai penegakan sanksi, Iman menyebut, pengenaan sanksi pidana merupakan pilihan terakhir. Pendekatan persuasif lebih diutamakan.
”Kami harapkan pada penegakan aturan PSBB ini masyarakat bisa disiplin sehingga inilah yang mampu mencegah peredaran Covid-19,” ujarnya.
Keterangan serupa dilontarkan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar. Ia menyampaikan, semua aparat di Kabupaten Tangerang mempersiapkan penerapan PSBB. Zaki belum mau berkomentar banyak mengenai upaya Pemerintah Kabupaten Tangerang mendisiplinkan masyarakat.
”Lihat saja Sabtu nanti mulainya sampai dengan berjalannya nanti,” ucap Zaki.
Belum paham
Muhajat (57), warga Serpong, Tangerang Selatan, Banten, mengetahui Pemerintah Kota Tangerang Selatan bakal menerapkan PSBB selama 14 hari mulai Sabtu (18/4/2020). Namun, ia mengaku belum sepenuhnya memahami apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama PSBB.
”Masih bingung larangannya apa saja. Setahu saya kalau lockdown itu tidak boleh keluar rumah,” ujar Muhajat, Kamis (16/4/2020).
Masih bingung larangannya apa saja. Setahu saya kalau lockdown itu tidak boleh keluar rumah.
Pedagang makanan di Pamulang, Tangerang Selatan, Djani (27), juga mengaku kebingungan dengan PSBB. Seperti Muhajat, Djani pun tahu Pemkot Tangsel akan menerapkan PSBB. Hanya saja ia tidak tahu apakah masih tetap boleh berjualan makanan atau tidak.
”Makanya saya bingung mau jualan atau tidak. Tapi toko sepertinya akan saya tutup saja daripada sudah telanjur masak, tapi ternyata tidak boleh jualan, lalu dagangan nanti diangkut petugas,” kata Djani.
Sebelumnya, PSBB di Jakarta dan sekitarnya belum sepenuhnya berjalan efektif. Warga masih banyak yang beraktivitas di luar rumah dan mengabaikan ketentuan PSBB, seperti berboncengan saat menaiki sepeda motor dan tidak mengenakan masker.
Rata-rata dari mereka mengaku tidak mendapat informasi yang memadai mengenai larangan selama PSBB. Adapun warga lainnya menilai aturan berboncengan sepeda motor masih simpang siur (Kompas, 16/4/2020).
Analis kebijakan publik yang juga pengajar Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul, meminta pemerintah daerah menyampaikan peraturan secara jelas, komprehensif, dan mudah dipahami masyarakat. Peraturan itu memuat secara terang dengan bahasa yang mudah dipahami terkait aktivitas apa yang boleh dan tak boleh dilakukan selama PSBB.
Namun, pelaksanaan PSBB yang tinggal beberapa hari menuntut pemda untuk bekerja ekstra keras dalam menyosialisasikan regulasi yang dapat dipahami bersama.
”Harus jelas, usaha apa yang boleh tetap beroperasi. Tangerang Raya sebagai kawasan industri dan jasa sangat besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas ekonomi,” ucap Adib.
Harus jelas, usaha apa yang boleh tetap beroperasi. Tangerang Raya sebagai kawasan industri dan jasa sangat besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Sementara itu, pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati berpendapat, masyarakat di Jabodetabek belum sepenuhnya mengerti perbedaan antara karantina wilayah (lockdown) dan PSBB. Devi melihat pemahaman masyarakat terhadap PSBB masih rendah.
Rendahnya pemahaman PSBB oleh masyarakat, menurut Devi, disebabkan mereka sudah merasa penat dan jenuh dengan masifnya pemberitaan terkait Covid-19 selama dua bulan terakhir.
”Itu membuat mereka menghindari informasi-informasi atau berita tentang Covid-19. Ini menyebabkan informasi terkait PSBB itu kemudian tidak maksimal dipahami oleh banyak orang,” ujar Devi saat dihubungi dari Tangerang Selatan.
Oleh sebab itu, selain menghadirkan regulasi yang mudah dipahami, aparat yang melakukan sosialisasi memegang peranan penting. Devie memandang ketua rukun tetangga (RT) dan ketua rukun warga (RW) mesti dilibatkan dalam sosialisasi.
Mereka dapat menyosialisasikan pelaksanaan PSBB, termasuk apa saja larangannya dengan menggunakan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional yang dia maksud adalah ketua RT dan RW menyosialisasikan PSBB dari pintu ke pintu.
Selain itu, sebagai kepala lingkungan, ketua RT/RW dituntut untuk betul-betul mengawasi keberadaan warganya. Ketua RT/RW bisa berperan aktif menanyakan warga saat mereka hendak keluar dari lingkungan tempat tinggalnya. Pada saat itu pula, ketua RT/RW bisa memberi tahu warganya perihal tempat-tempat mana saja yang boleh dikunjungi.
”RT/RW punya kemampuan besar untuk mengingatkan warga agar tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan mendesak,” ujarnya.