Peningkatan kasus positif Covid-19 di Kota Depok lebih banyak terjadi selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dibandingkan sebelum kebijakan tersebut diterapkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pemerintah Kota Depok mencatat peningkatan kasus positif Covid-19 lebih banyak terjadi selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dibandingkan sebelum PSBB diterapkan. Itu terjadi karena masifnya tes cepat dan penambahan kasus orang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP).
Wali Kota Depok Mohammad Idris melalui keterangan tertulis, Selasa (28/4/2020), menyatakan, selama penerapan PSBB pertama di Depok periode 15-28 April terjadi peningkatan kasus konfirmasi rata-rata 8-9 orang per hari. Sebelum PSBB, rata-rata jumlah kasus konfirmasi sebanyak 6-7 orang per hari.
Menurut Idris, peningkatan kasus konfirmasi terjadi karena dilaksanakan rapid diagnostic test (RDT) dan ditindaklanjuti pemeriksaan tes usap tenggorokan atau swab. Selain itu, ada penambahan kasus konfirmasi warga yang berstatus PDP dengan hasil tes usap positif.
Meski demikian, penerapan PSBB dinilai cukup menekan lonjakan kasus orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), dan PDP. Itu ditunjukkan dari jumlah kasus OTG, ODP, dan PDP per harinya yang masih lebih kecil dibandingkan sebelum PSBB.
Jumlah OTG sebelum PSBB rata-rata 48-49 orang per hari, sedangkan selama PSBB rata-rata 22-23 orang per hari. Adapun jumlah ODP sebelum PSBB rata-rata 83-84 orang per hari, sedangkan selama PSBB rata-rata 32-33 orang per hari. Sementara, jumlah PDP sebelum PSBB rata-rata 27-28 orang per hari, sedangkan selama PSBB rata-rata 26-27 orang per hari.
Menurut Idris, turunnya jumlah kasus OTG, ODP, dan PDP terjadi karena sebagian masyarakat punya kesadaran menghadapi Covid-19. Namun, ia juga menilai masih ada sebagian warga lain yang belum mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan, seperti pemakaian masker di ruang publik dan masih adanya kerumunan.
Selain itu, ada faktor lain penyebab masih adanya peningkatan kasus Covid-19 di Depok. Faktor itu antara lain telah terjadi penularan melalui transmisi lokal, masih ada pergerakan orang menuju wilayah DKI Jakarta, penggunaan moda transportasi publik masih tinggi, dan belum adanya sanksi tegas dalam penerapan PSBB.
Masih adanya peningkatan kasus Covid-19 ini membuat Pemkot Depok beserta sejumlah pemda di wilayah penyangga DKI Jakarta sepakat mengajukan perpanjangan PSBB. Kebijakan itu juga telah dituangkan dalam surat keputusan Wali Kota Depok tentang perpanjangan PSBB selama 14 hari terhitung mulai Rabu, 29 April, hingga 12 Mei 2020.
Penghentian KRL
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, pemda di wilayah penyangga DKI Jakarta sepakat mengajukan perpanjangan PSBB dengan sejumlah syarat dan rekomendasi, seperti mengusulkan penghentian operasional kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. Sebelumnya, rekomendasi ini telah disampaikan meski tidak disetujui pemerintah pusat.
Dedie dan kepala daerah lain juga meminta evaluasi terhadap beberapa poin dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. Salah satu poin itu adalah pembatasan moda transportasi untuk menekan tingkat risiko penyebaran Covid-19.
Peningkatan kasus Covid-19 juga masih terjadi di Kota Bogor. Saat pemberlakuan PSBB pertama pada 15 April lalu, tercatat kasus positif sebanyak 58 orang dan menjadi 76 orang pada 28 April.
Bupati Bogor Ade Yasin menyampaikan, selama perpanjangan PSBB harus ada pengawasan yang ketat secara bersama-sama, terutama untuk daerah-daerah perbatasan. Dia juga meminta pusat agar diberi kewenangan membatasi orang-orang yang masuk keluar ke wilayah Kabupaten Bogor.
”Berikan kewenangan juga kepada kami untuk memberikan sanksi kepada pelanggar yang sampai saat ini sifatnya masih belum tegas dan baru persuasif berupa teguran. Kami ingin ada sanksi maksimal agar pelaksanaan PSBB mampu menurunkan angka penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Selain itu, Ade juga menegaskan bahwa daerah-daerah Bodebek menginginkan adanya tes cepat bagi para penumpang transportasi publik, seperti KRL, secara acak. Hal ini dilakukan untuk menjaring penumpang yang terindikasi sebagai pembawa virus.