Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah belum usai. Di Kabupaten Pulang Pisau, kebakaran lahan masih terjadi dan terus meluas. Bahkan, beberapa desa diselimuti asap pada pagi hari.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah belum usai. Di Kabupaten Pulang Pisau, kebakaran lahan masih terjadi dan terus meluas. Bahkan, beberapa desa diselimuti asap pada pagi hari.
Kebakaran lahan di Pulang Pisau sudah terjadi sejak Juli lalu hingga kini. Saat ini kebakaran terjadi di Kecamatan Sebangau Kuala, Pandih Batu, dan Kahayan Hilir.
Dari pantauan Kompas, kebakaran besar terjadi di area lahan warga dan beberapa lahan yang berbatasan dengan perkebunan sawit di Pulang Pisau. Di Desa Talio Hulu dan Muliasari di Kecamatan Pandih Batu, beberapa warga menjaga lahannya agar tidak ikut terbakar.
Api terpantau dari areal lahan yang tidak tergarap. Bahkan, beberapa lahan karet milik warga ikut terbakar. Dengan peralatan seadanya, seperti dahan daun basah dan alat semprot manual, warga Muliasari dan Talio Hulu memadamkan api.
Hal serupa terjadi di Kecamatan Sebangau Kuala meski di daerah itu api perlahan padam. ”Di sini 110 hektar karet habis terbakar. Saat ini, kan, bisa panen, tetapi ada yang satu kebun itu cuma dapat satu plastik saja,” ungkap Kepala Desa Sebangau Mulya Hariwung, di Pulang Pisau, Selasa (12/11/2019).
Petani di Pulang Pisau pun merugi. Harga karet yang sudah jatuh ditambah hasil panen yang berkurang. Di wilayah Pulang Pisau, harga getah karet berkisar Rp 4.500 sampai Rp 7.700 per kilogram.
Di sini 110 hektar karet habis terbakar. Saat ini, kan, bisa panen, tetapi ada yang satu kebun itu cuma dapat satu plastik saja.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pulang Pisau Salahuddin mengungkapkan, wilayah kebakaran lahan memang berkurang, tetapi kebakaran masih belum usai. Masih terdapat beberapa titik api yang belum bisa dipadamkan.
”Kalau hujan hanya sebentar, dampaknya asap akan semakin pekat,” ujar Salahuddin.
Pada pagi hari sekitar pukul 10.00, asap pekat menyelimuti Desa Gohong dan sekitarnya. Kepala Desa Gohong Yanto L Adam mengungkapkan, kebakaran terjadi di luar kawasan desa sehingga desanya hanya mendapatkan dampaknya.
”Iya (asap pekat), hujan sebentar tadi malam jadi asapnya bertahan, tapi asal api bukan dari sini,” ujar Yanto saat dihubungi melalui telepon seluler.
Sudah dicabut
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalteng Darliansjah mengungkapkan, saat ini status tanggap darurat telah dicabut. Pihaknya sedang fokus pada evaluasi dan persiapan pencegahan untuk tahun depan.
Hal itu berdampak pada banyaknya titik api yang tidak dipadamkan, seperti di wilayah Palangkaraya, khususnya di Kelurahan Sabaru. Di wilayah itu, tanah gambut masih berasap dan berpotensi menjadi kebakaran di wilayah yang lebih luas.
”Dampaknya memang banyak sukarelawan dan tim pemadam api enggak bekerja, tetapi masih ada tim lain yang terus memadamkan api,” ungkap Darliansjah.
Status tanggap darurat dicabut Pemerintah Provinsi Kalteng pada Selasa, 1 Oktober 2019, yang kemudian membuat status pemulihan bencana pada tanggal yang sama hingga Kamis, 31 Oktober 2019. Saat ini belum ada status baru yang dibuat.
Dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Palangkaraya, sedikitnya pada Senin (11/11/2019) sampai Selasa siang terdapat 198 titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen. Sedangkan sehari sebelumnya, titik api berjumlah 468 titik.