Sejumlah pejabat Kabupaten Muara Enim membantah menerima suap dari pengusaha Robi Okta Fahlevi. Suap tersebut diduga merupakan iuran komitmen sebesar 10 persen dari 16 paket proyek pekerjaan umum.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Bupati Muara Enim (nonaktif) Ahmad Yani menyangkal telah menerima suap senilai Rp 12,5 miliar dari pengusaha Robi Okta Fahlevi. Suap tersebut diduga merupakan iuran komitmen sebesar 10 persen dari 16 paket proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat Kabupaten Muara Enim tahun anggaran 2019 senilai Rp 129,4 miliar. Tidak hanya Ahmad Yani, bantahan juga dilontarkan Pelaksana Tugas Bupati Muara Enim Juarsah dan Ketua DPRD Muara Enim Aries AB.
Ahmad Yani menjadi saksi dalam lanjutan sidang kasus suap Bupati Muara Enim dengan terdakwa pengusaha konstruksi asal Muara Enim, Robi Okta Fahlevi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Selasa (3/12/2019). Selain Ahmad Yani, hadir juga beberapa saksi kunci, seperti Pelaksana Tugas Bupati Muara Enim Juarsah, Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries AB, dan A Elfin MZ Muchtar yang menjadi perantara antara Ahmad Yani dan Robi.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Bongbongan Silaban ini, Ahmad Yani menyangkal semua tuduhan yang disampaikan kepadanya. Menurut dia, dirinya tidak pernah menginstruksikan Elfin untuk meminta iuran komitmen bagi semua kontraktor yang ingin mendapatkan proyek.
Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun merinci suap yang diterima bupati, antara lain uang yang dikirim pada 7 Januari 2019 sebesar Rp 3 miliar, 1 Februari 2019 sebesar Rp 2 miliar dan Rp 270 juta, 1 April 2019 sebesar Rp 5 miliar, pemberian dana Rp 1 miliar pada 2 Mei 2019, serta Rp 350 juta pada 12 Agustus 2019. Namun, mendengar data tersebut, Ahmad Yani menyangkal semuanya.
Jawaban ini bertentangan dengan keterangan saksi lain yang menyatakan Ahmad menerima uang dari Robi sebesar Rp 12,5 miliar sebagai syarat untuk mendapatkan 16 paket proyek peningkatan jalan sebesar Rp 129,4 miliar. ”Saya tidak pernah meminta commitment fee,” kata Ahmad.
Ahmad Yani juga menyangkal telah menginstruksikan Elfin untuk meminta dua mobil pikup merek Tata dan Land Cruiser untuk keperluan pribadi. Menurut dia, kedua mobil tersebut hanya digunakan untuk kepentingan dinas dan akan dipergunakan untuk memenuhi kekurangan mobil dinas di Muara Enim.
Pembicaraan kami hanya yang umum-umum saja.
Ahmad Yani menerangkan, Kabupaten Muara Enim kekurangan kendaraan untuk menyambut kedatangan sejumlah pejabat ke kabupaten tersebut. ”Waktu itu, kami kedatangan banyak tamu dari kementerian atau pejabat eselon. Pernah sampai tujuh menteri,” kata Ahmad.
Dia menuturkan, permintaan mobil ini tidak hanya ditujukan kepada Robi, tetapi kepada perusahaan lain, seperti PT Bukit Asam. Perkenalan Ahmad Yani dengan Robi bermula setelah pelantikan. Setelah itu, mereka hanya bertemu tiga kali. ”Pembicaraan kami hanya yang umum-umum saja,” kata Ahmad. Namun, pernyataan dari Ahmad ini juga disangkal Robi yang menyatakan semua yang ia berikan itu merupakan inisiatif dari bupati.
Tidak hanya Ahmad Yani, Ketua DPRD Muara Enim Aries juga menyangkal semua tuduhan telah menerima Rp 2 miliar dari Robi. Menurut dia, tugas DPRD adalah menampung semua aspirasi dari masyarakat yang dilakukan pada masa reses. Semua hasil aspirasi tersebut kemudian diserahkan kepada eksekutif. Aries pun mengaku pernah berdinas ke China, tetapi tidak pernah menerima uang dari Robi.
Atas sanggahan tersebut, Robi mengatakan, dia telah memberikan uang secara bertahap dengan total Rp 3.040.000.000 kepada Aries. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan proyek dan uang saku untuk dinas ke China.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Bupati Muara Enim Juarsah juga menyangkal telah menerima suap dari Robi. Namun, Elfin menegaskan, Juarsah telah menerima uang sekitar Rp 4 miliar, yang Rp 3 miliar di antaranya merupakan pemberian dari Robi.
Elfin menuturkan, uang tersebut diberikan jika Juarsah mengajukan permintaan dan disetujui oleh Ahmad Yani. Semua keterangan yang ditanyakan terkait adanya uang suap yang diberikan kepadanya, Juarsyah menjawab, ”Tidak pernah.”
Jaksa KPK, Roy Riyadi, mengatakan, dalam sidang ini terkuak fakta baru, termasuk adanya tambahan tiga anggota DPRD yang diduga menerima suap dari kasus ini. ”Sebelumnya, ada 22 orang. Sekarang menjadi 25 orang,” katanya.
Selain itu, ujar Roy, bukan tidak mungkin setelah kesaksian ini ada tersangka baru. ”Tinggal melengkapi dua alat bukti, bisa saja akan ada tersangka baru,” ucapnya.