Waspadai Bencana Hidrometeorologi Selama Natal dan Tahun Baru
Masyarakat agar mewaspadai fenomena bencana hidrometeorologi selama masa Natal dan Tahun Baru, seperti angin kencang, kilat, dan petir.
Oleh
STEFANUS ATO/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masa peralihan musim mewarnai sejumlah daerah selama Natal dan Tahun Baru ini. Masyarakat yang berlibur diimbau mewaspadai ancaman bencana hidrometeorologi seperti angin kencang, petir, hujan lebat, dan gelombang tinggi.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dari 342 zona musim di Indonesia, sekitar 40 persen zona telah memasuki musim hujan. Sebaran hujan diprediksi merata pada akhir Desember hingga awal 2020.
”Puncak musim hujan ada pada Januari dan Februari,” kata La Ode Nurdiansyah, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Minggu (22/12/2019), di Jakarta.
Ia menambahkan, sebagian wilayah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Maluku, diprediksi akan hujan dengan intensitas sangat lebat.
”Potensi angin di wilayah Indonesia juga umumnya normal. Untuk skala harian, selama tiga hari ke depan, angin kencang berpotensi terjadi di Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan,” katanya.
La Ode mengimbau masyarakat yang berlibur untuk waspada terhadap potensi angin kencang lantaran Indonesia sedang memasuki masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Selama masih peralihan, karakteristik hujan biasanya disertai dengan kilat, petir, dan angin kencang.
”Fenomena hujan disertai petir dan kilat disebabkan oleh awan yang kami sebut kumulonimbus. Biasanya pertumbuhan awan pada siang hari hingga menjelang malam hari. Awan ini dapat menimbulkan hujan dengan kilat dan beberapa kejadian menyebabkan angin puting beliung,” ucapnya.
Adapun terkait gelombang laut, La Ode menjelaskan, sebagian besar perairan Indonesia terutama di jalur penyeberangan antarpulau dan jalur pelayaran nasional ketinggian gelombang layak untuk berlayar. Ketinggian gelombang di perairan Indonesia yang dilalui kapal-kapal laut saat ini masih di bawah 1 meter.
Dari pantauan BMKG, gelombang dengan ketinggian di atas 2,5 meter terjadi di Natuna Utara, perairan Halmahera Utara, hingga perairan Papua Utara. Gelombang tinggi itu terjadi karena dipengaruhi oleh kecepatan angin yang mencapai 20-30 knot.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, telah memerintahkan seluruh jajaran di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mengenali karakteristik bencana di wilayah masing-masing. Antisipasi ancaman bencana daerah berada pada koordinasi BPBD bersama unsur kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah.
”Kami minta semua provinsi intensif koordinasi dengan BMKG. Kalau ada hujan, pejabat di daerah, mulai dari bupati, camat, hingga kepala desa wajib mengingatkan masyarakat untuk segera menjauh atau tidak berada di sepanjang aliran sungai," kata Doni.
Doni menambahkan, daerah-daerah yang saat ini masuk kategori siaga bencana ada di wilayah Sumatera Barat, Aceh, dan Riau. Ancaman bencana di tempat-tempat itu didominasi banjir bandang akibat kerusakan hutan di masa lalu.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Bernardus Wisnu Widjaja menambahkan, ancaman bencana di musim hujan secara umum didominasi bencana hidrologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor.
Masyarakat yang berlibur, terutama di daerah wisata yang terletak di kaki gunung atau di tepi aliran sungai, perlu mengenali karakteristik bencana di wilayah itu.