Tak Ditemukan Gading pada Gajah Jantan yang Mati di Aceh Jaya
Dua dari lima gajah sumatera yang ditemukan tinggal tulang belulang di Aceh Jaya diidentifikasi sebagai gajah jantan. Tidak ditemukan gading pada tulang belulang dua gajah itu.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Hasil identifikasi sementara terhadap lima gajah sumatera yang ditemukan mati dan tinggal tulang belulang di Desa Tuwi Peuriya, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, menunjukkan 2 ekor merupakan gajah betina, 2 gajah jantan, dan 1 gajah belum teridentifikasi. Namun, pada dua gajah jantan tidak ditemukan gadingnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, Senin (13/1/2020), menuturkan, saat tulang belulang gajah itu ditemukan pada Rabu dan Kamis (1-2/1/2002) tidak terdapat gading di lokasi itu. Usia pasti gajah-gajah itu belum diketahui, tetapi diperkirakan usia dewasa.
Gajah-gajah itu diperkirakan mati dua bulan sebelum ditemukan. Tulang satwa liar itu awalnya ditemukan warga, kemudian dilaporkan kepada petugas BKSDA Aceh. Tulang yang ditemukan adalah tengkorak, tulang kaki, panggul, dan telapak kaki.
Tulang belulang itu terletak terpisah di lima lokasi terpaut sekitar 50 meter. Sekitar 20 meter dari lokasi itu ditemukan pagar listrik yang dipasang untuk pagar kebun sawit. Agus menduga satwa lindung itu mati karena terkena setrum. Kecurigaan Agus sangat berdasar karena pagar listrik itu dipasang pada ketinggian 1,5 meter.
Dengan ketinggian 1,5 meter, hanya binatang berbadan besar dan tinggi seperti gajah yang akan terkena pagar listrik itu. ”Kami berharap pengusutan sampai pada jaringan (perdagangan) gading,” kata Agus.
Kematian lima gajah dalam satu waktu menjadi persoalan serius dalam dunia konservasi satwa lindung. Terlebih gajah sumatera kini masuk dalam kategori sangat kritis dan terancam punah.
Selain gajah, satwa lindung yang terancam punah adalah badak sumatera, harimau sumatera, dan orangutan sumatera. Empat spesies kunci itu sebagian besar populasinya berada di Aceh.
Agus menduga pagar listrik itu sengaja dipasangi untuk menghalau gajah agar tidak masuk ke kebun sawit. Padahal, daerah itu awalnya merupakan habitat gajah yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Tidak jauh dari Desa Tuwi Peuriya terdapat Desa Weue Gajah yang artinya kandang gajah. Ini menunjukkan bahwa kawasan itu merupakan habitat gajah.
Tidak jauh dari Desa Tuwi Peuriya terdapat Desa Weue Gajah yang artinya kandang gajah.
Agus mengatakan gajah sumatera hidup berkelompok. Kemungkinan kawanan gajah di Kecamatan Teunom berjalan bersama sehingga terkena setrum bersamaan. Setelah terkena setrum, gajah diduga masih bergerak beberapa meter hingga akhirnya ambruk.
Agus menuturkan perusakan habitat dan perburuan menjadi ancaman terbesar bagi keberlangsungan hidup gajah di Aceh. Sepanjang 2015 hingga 2020 BKSDA Aceh mencatat terdapat 39 gajah yang mati. Penyebab gajah mati adalah konflik, perburuan, dan kematian alami. Kematian karena konflik paling dominan terjadi mencapai 74 persen. Adapun populasi gajah di Aceh diperkirakan 550 ekor.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Jaya Inspektur Satu Bima Nugraha Putra mengatakan mereka bekerja keras mengungkapkan kasus ini sampai tuntas. Para saksi terdiri dari kepala desa, tokoh desa, warga desa, dan pemilik lahan telah diperiksa. ”Belum ada tersangka. Kami masih mengumpulkan bukti-bukti,” kata Bima.
Bima mengatakan ada indikasi kesengajaan menyembunyikan bangkai gajah itu. Di antara tulang belulang gajah terlihat tumpukan kayu bekas terbakar.
Pihaknya berkomitmen mengungkap kasus ini sampai tuntas dan transparan, termasuk mengungkap dugaan gading yang hilang dari dua gajah jantan. Penyelidikan akan dilanjutkan dengan meminta keterangan saksi ahli satwa gajah.
Koordinator Perlindungan Satwa Liar Forum Konservasi Lauser (FKL) Dediansyah mendesak polisi mengusut tuntas motif dan menangkap pelakunya. Menurut Dediansyah, kematian lima gajah sekaligus mendatangkan duka yang mendalam bagi dunia konservasi. ”Usut dan tindak pelakunya,” kata Dediansyah.
Dediansyah menambahkan, kematian lima gajah itu menunjukkan perlindungan terhadap gajah sumatera lemah. Satwa lindung itu terusir dari rumahnya sendiri karena habitatnya rusak.
Dediansyah juga menilai belum semua warga yang tinggal berdampingan dengan kawasan hutan memiliki perhatian khusus terhadap gajah sumatera. ”Harus ada langkah cepat dan strategi tepat melindungi gajah. Jika dibiarkan kondisi seperti ini, suatu saat gajah akan punah,” ujar Dediansyah.