Pencarian TKI Tenggelam di Bengkalis Terkendala Cuaca
Tim SAR telah menemukan 10 orang selamat dan 1 orang meninggal, sementara 9 orang masih hilang, setelah kapal kayu yang mengangkut tenaga kerja migran ilegal tenggelam di Selat Malaka. Dua orang jadi tersangka.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Upaya pencarian korban kapal kayu pengangkut tenaga kerja migran ilegal yang tenggelam di Selat Malaka, Kabupaten Bengkalis, Riau, terkendala gelombang tinggi. Sampai saat ini, 10 korban ditemukan selamat, 1 orang meninggal, dan 9 orang lainnya belum ditemukan. Polisi juga telah menetapkan dua tersangka penyelundupan tenaga kerja ilegal dari Bengkalis ke Malaysia itu.
Dihubungi dari Batam, Kukuh Widodo dari bagian Humas Badan SAR Nasional (Basarnas) Pekanbaru, Sabtu (25/1/2020), menyatakan, kendala utama upaya pencarian itu adalah ketinggian gelombang di Selat Malaka yang hari ini mencapai 2 meter. Meskipun demikian, upaya pencarian korban hilang tetap dilanjutkan.
”Sore nanti, helikopter Super Puma dari Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin akan kembali terbang untuk membantu pencarian. Polisi perairan dan TNI Angkatan Laut juga ikut membantu,” kata Kukuh.
Kapal kayu (pompong) pengangkut tenaga kerja migran itu diketahui berangkat dari Pulau Rupat, Bengkalis, menuju Malaysia pada Selasa (21/1/2020) pukul 21.30. Belum sampai satu jam berlayar di Selat Malaka, kapal tersebut bocor, kemudian tenggelam.
”Setelah menerima informasi dari Polair Polda Riau, kami segera mengirim KN SAR 218 dan satu perahu karet (rigid inflatable boat) dari Dumai menuju lokasi kapal tenggelam,” ujar Kukuh.
Sejak Selasa, tim SAR gabungan menemukan 10 korban selamat. Selain itu, tim juga menemukan satu korban tewas berjenis kelamin perempuan. Korban tewas tersebut saat ini dibawa ke RSUD Pekanbaru untuk diidentifikasi lebih lanjut oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).
Melalui keterangan tertulis, Kepala Bidang Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto mengatakan, dua pelaku penyelundupan tenaga kerja migran ke Malaysia itu, JF (52) dan MZ (39), sudah ditangkap di Bengkalis. Mereka diketahui berperan sebagai penampung dan penyalur tenaga kerja ilegal.
Dua pelaku penyelundupan tenaga kerja migran ke Malaysia itu, JF (52) dan MZ (39), sudah ditangkap di Bengkalis. (Sunarto)
MZ diduga sudah lama bermain menjadi penampung dan penyalur tenaga kerja ilegal ke Malaysia. Suami MZ, yaitu SY, dua bulan lalu ditangkap atas kasus serupa. Selama SY ditahan, MZ yang menggantikan peran suaminya menyalurkan tenaga kerja ilegal dari Bengkalis ke Malaysia.
Kapal pompong yang tenggelam itu mengangkut 18 pekerja migran ilegal yang salah satunya berasal dari Bangladesh dan dua tekong atau pengemudi kapal. Pekerja lain di antaranya berasal dari Sumatera Utara, Aceh, dan Jambi.
Pelaku JF dan MZ mengaku masing-masing menyalurkan tujuh pekerja migran ilegal. Penyalur empat pekerja migran ilegal lainnya belum diketahui. ”Pengemudi pompong masih buron,” kata Supardo melalui pesan Whatsapp.
Sembilan pekerja migran asal Indonesia yang ditemukan selamat akan diserahkan kepada Dinas Sosial Kabupaten Bengkalis untuk dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Adapun satu warga Bangladesh yang bernama Sumon selanjutnya akan dideportasi oleh Imigrasi Bengkalis ke negara asal.
Menurut Kukuh, operasi pencarian masih akan dilanjutkan paling tidak selama seminggu ke depan. Saat ini, aparat Malaysia juga ikut membantu mencari korban hilang di perairan mereka. ”Kami menunggu perintah pusat, tim selalu siap jika pencarian harus diperpanjang,” ujarnya.
Cerita kapal TKI ilegal tenggelam di Selat Malaka sejak puluhan tahun lalu terjadi. Kapal yang tenggelam dalam perjalanan baik dari Indonesia menuju Malaysia maupun sebaliknya dari Malaysia ke Indonesia. Hukuman juga sudah diberlakukan. Namun, hal itu masih terus terulang kembali.
Kasus terakhir adalah vonis kepada Hamid (31) dan Jamal (38), nakhoda dan kru kapal kayu yang tenggelam di Selat Malaka, akhir November 2018. Keduanya divonis masing-masing 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Senin (27/5/2019). Keduanya dinyatakan bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal hingga menyebabkan kematian 11 tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang akan kembali ke Tanah Air melalui jalur transportasi ilegal. Vonis itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni masing-masing 12 tahun penjara. Hukuman terhadap Hamid dan Jamal juga ditambah denda Rp 500 juta (Kompas, 29/5/2019).