PPK Terima Iuran Komitmen 1-2 Persen dari Nilai Proyek
Empat Pejabat Pembuat Komitmen yang menangani 16 proyek peningkatan jalan di Kabupaten Muara Enim, mengakui telah menerima iuran komitmen sebesar 1-2 persen dari total proyek yang ditangani oleh kontraktor.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS--Empat Pejabat Pembuat Komitmen yang menangani 16 proyek peningkatan jalan di Kabupaten Muara Enim, mengakui telah menerima iuran komitmen sebesar 1 persen sampai 2 persen dari total proyek yang ditangani oleh kontraktor Robi Okta Fahlevi. Hal ini terkuak ketika mereka dihadirkan di dalam persidangan kasus Korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang, Selasa (28/1/2020).
Namun keempatnya mengaku telah mengembalikan uang tersebut. Praktik mendapatkan iuran komitmen itu sudah membudaya di dalam Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Sidang merupakan pengadilan kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 September 2019 pada Ahmad Yani. Ahmad diduga mematok iuran komitmen (commitment fee) pada Robi sebesar 15 persen dari nilai proyek Dinas PUPR Muara Enim tahun anggaran 2019 sebesar Rp 129 miliar.
Keempat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dihadirkan adalah Ilham Yaholi, Mohammad Yusuf, Hermin Eko Purwanto, dan Idris. Mereka hadir sebagai saksi dengan terdakwa Bupati Non Aktif Muara Enim Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Erma Suharti, para saksi mengakui, telah menerima iuran komitmen sebesar 1 persen hingga 2 persen itu langsung dari kontraktor yang memenangkan lelang. Nilai dari ke 16 paket proyek peningkatan jalan tersebut sekitar Rp 129 miliar untuk tahun anggaran 2019. Iuran tesebut mereka terima setelah proses pengerjaan proyek selesai.
Besaran iuran komitmen yang diterima oleh keempat PPK beragam, berkisar Rp 10 juta sampai Rp 200 juta. Nilai iuran tersebut tergantung besarnya nilai proyek.
Uang diterima secara tunai atau ditransfer ke rekening masing-masing PPK. Bahkan, ada PPK yang mengambil uang tersebut dalam bentuk pinjaman untuk menunaikan ibadah haji.
Namun keempat PPK telah mengembalikan semua uang yang mereka terima atas desakan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, majelis hakim mengingatkan pengembalian tersebut, bukan berarti menghentikan tindak pidana yang telah mereka lakukan yakni menerima gratifikasi.
Salah satu saksi, Ilham yang menerima uang sekitar Rp 200 juta dari Robi, mengatakan, dirinya mengembalikan uang iuran komitmen tersebut lantaran menyadari perbuatannya itu salah besar. Menurutnya, praktik menerima iuran komitmen itu sudah berlangsung lama.
Praktik menerima iuran komitmen itu sudah berlangsung lama.
Sudah menjadi kebiasaan setiap PPK mendapatkan iuran komitmen dari kontraktor yang memenangkan proses lelang. Iuran tersebut dinilai sebagai ungkapan terima kasih dari pihak kontraktor.
Yusuf saksi lain menerangkan, selama ini banyak kontraktor yang datang langsung ke kantor untuk mencari proyek di Dinas PUPR Muara Enim. "Hanya, mereka yang datang ke kantor adalah kontraktor kecil. Sedangkan kontraktor besar seperti Robi tidak pernah datang," katanya.
Apalagi Robi merupakan kontraktor besar yang sudah dititipkan oleh Elfin untuk ditindaklanjuti. Ke 16 paket yang menang lelang memang dari perusahaan yang berbeda, namun perusahaan tersebut dikendalikan oleh Robi.
Para PPK pun mengakui, walau pemenang lelang belum diumumkan, namun perusahaan yang dikendalikan oleh Robi sudah ditetapkan terlebih dulu sebagai pemenang lelang. Setelah pemenang lelang ditetapkan, keempat PPK yang juga memegang jabatan struktural di dalam Dinas PUPR Muara Enim itu, menentukan siapa yang menjadi PPK dari ke 16 proyek tersebut.
Elfin menilai, keempat PPK sudah mengetahui mekanisme pemberian iuran komitmen tersebut. "Mereka mengikuti proses segala tahapan, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, hingga penentuan PPK," ucapnya.
Pernyataan Elfin ini diutarakan untuk menanggapi keterangan keempat PPK yang cenderung berbelit dan banyak mengatakan tidak tahu atau lupa. "Sangat tidak mungkin mereka tidak tahu mekanisme kerja di PUPR ini. Bahkan beberapa PPK sudah lebih lama bertugas di dinas PUPR Muara Enim lebih lama dari saya," tegas Elfin dalam persidangan.
Banyak kekurangan
Berdasarkan hasil pemeriksaan internal, keempat PPK mengakui ke 16 proyek yang ditangani oleh Robi, hampir semua memiliki kekurangan. Kebanyakan kekurangan tersebut terletak dari volume bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Walau demikian, kekurangan tersebut masih dalam batas tolerasi dan dapat diperbaiki karena masih dalam tanggung jawab kontraktor. Hanya saja, sampai sekarang kekurangan tersebut belum diperbaiki karena pihak PPK belum mendapat laporan resmi terkait kekurangan tersebut.
Jaksa Penuntut Umum dari KPK Roy Riyadi mengatakan, keterangan saksi ini untuk memperkuat kesaksian Robi yang mengatakan semua PPK menerima iuran komitmen 1 persen sampai 2 persen dari total nilai proyek. "Mereka juga telah mengembalikan semuanya," katanya.
Namun, ungkap Roy, pihaknya masih fokus untuk menyelesaikan proses hukum dari Ahmad Yani dan Elfin. Adapun untuk proses hukum keempat PPK masih melihat perkembangan.
Sidang akan dilanjutkan Selasa, (4/2/2020) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.