Pemasok Gula Rafinasi yang Merembes di Pasaran DIY Ditelusuri
Polisi mengungkap peredaran gula rafinasi untuk konsumsi umum di wilayah DIY dan sekitarnya. Aparat masih mengejar pemasok gula rafinasi yang sesuai aturan dikhususkan untuk kebutuhan industri itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap peredaran gula rafinasi untuk konsumsi umum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Aparat masih mengejar pemasok gula rafinasi yang sesuai aturan dikhususkan untuk kebutuhan industri tersebut.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda DIY mengungkap kasus peredaran gula rafinasi tersebut, Kamis (13/3/2020). Sejauh ini, satu orang berinisial NWS (45), warga Sleman, telah ditetapkan sebagai tersangka.
”Yang bersangkutan (NWS) melakukan pemindahan kemasan gula rafinasi tersebut dari karung besar menjadi bungkus lebih kecil. Dia mengemas dari karung berukuran 50 kilogram (kg) lalu dipecah-pecah menjadi 0,5 kg,” kata Kepala Subdirektur Direskrimsus Polda DIY Komisaris A Bangbang Saputra.
NWS mengemas ulang gula rafinasi tersebut di gudang rumahnya. Bahkan, terdapat sebuah mesin khusus yang berfungsi untuk melakukan pengemasan. Aktivitas ini sudah dilakukannya lima bulan terakhir.
NWS mengaku, gula rafinasi tersebut diperolehya dari seseorang yang diduga berinisial I. Sejauh ini, identitas pemasok tersebut belum diketahui aparat. Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut sosok yang diduga menjadi pemasok gula rafinasi bagi NWS.
NWS mengaku biasanya mengangkut 20 karung gula setiap kali bertransaksi dengan I. Gula tersebut diangkut menggunakan truk oleh pegawai I. Lokasi transaksinya berpindah-pindah tergantung janji.
”Jadi, mereka memang sudah janjian buat bertemu di suatu pasar atau tempat tertentu. Ada jam yang sudah ditentukan. Jika lewat dari jam itu, akan ditinggalkan oleh pemasoknya. Pembayaran juga dilakukan di lokasi pemasokan itu,” tutur Bangbang.
Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut sosok yang diduga menjadi pemasok gula rafinasi bagi NWS.
Selama ini, gula rafinasi kerap merembes ke pasaran akibat disparitas harga dengan gula kristal putih. NWS mengaku, sasaran penjualan gula rafinasi yaitu para pedagang di pasar dan toko. Area peredarannya di seputar Kota Yogyakarta dan Sleman.
Ia menjual gula rafinasi itu seharga Rp 11.500 per kg kepada para pedagang. Para pedagang itu pun tidak tahu bahwa gula yang dibelinya dari NWS adalah gula rafinasi. Selanjutnya, para pedagang itu menjual gula tersebut seharga Rp 13.500 per kg kepada masyarakat umum. Harga itu sama dengan harga jual gula kristal putih (gula pasir) di tingkat pengecer.
Dari kasus itu, aparat kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa gula rafinasi dengan jumlah 2.150 kg. Perlengkapan yang digunakan NWS untuk mengemas turut disita. Perlengkapan itu berupa 2 buah sekop, 1 buah gayung, 1 buah timbangan, 1 unit mesin pengemas gula, 1 rol plastik, serta mobil yang digunakan NWS dalam menjalankan aksi.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto menyatakan, atas tindakan tersebut, NWS dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar.
Gula rafinasi merupakan gula yang memiliki warna lebih putih dengan tingkat kemurnian lebih tinggi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPT/KET/9/2004, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri dan tidak diperuntukkan bagi konsumsi langsung.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR) dijelaskan bahwa produsen GKR dilarang menjual gula tersebut kepada distributor, pedagang pengecer, atau konsumen. GKR hanya dapat diperdagangkan oleh produsen kepada kalangan industri sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi. GKR diperdagangkan minimal dengan kemasan 25 kg yang mencantumkan keterangan sesuai aturan Permendag.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yanto Apriyanto, mengatakan, penjualan gula rafinasi kepada masyarakat umum dikhawatirkan mengancam stabilitas harga gula di pasaran. Sebab, gula rafinasi itu harganya lebih murah dibandingkan gula kristal putih.
”Ada yang mengambil keuntungan dari sini. Jika ada yang menjual harga gula rafinasi, karena harganya murah, stabilitas harga di pasar bisa tidak stabil,” kata Yanto.
Yanto menambahkan, pihaknya melalui Satgas Pangan, yang juga bekerja sama dengan Polda DIY, bersikap tegas memberantas penjualan gula rafinasi. Sepanjang 2019, sedikitnya lima hingga enam pedagang pasar diketahui masih menjual gula rafinasi karena ketidaktahuan mereka. Mereka tidak bisa membedakan gula rafinasi dan gula kristal putih yang memang diperuntukkan bagi konsumsi masyarakat.
”Kami terus menertibkan para pedagang di pasar. Jika ada yang kedapatan menjual gula rafinasi, kami lakukan pembinaan,” kata Yanto.