Warga Dilibatkan dalam Penyelamatan Buaya ”Berkalung” Ban di Palu
Ahli biologi satwa liar Amerika Serikat, Forrest Galante, kali ini melibatkan warga lokal dalam upaya menyelamatan buaya muara terjerat atau ”berkalung” ban di Palu, Sulawesi Tengah. Ia adalah Jamal (45).
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Ahli biologi satwa liar Amerika Serikat, Forrest Galante, kali ini melibatkan warga lokal dalam upaya menyelamatkan buaya muara yang terjerat atau ”berkalung” ban di Palu, Sulawesi Tengah. Hal ini berbeda dari operasi sebelumnya yang tak melibatkan warga lokal.
Warga lokal yang dilibatkan adalah Jamal (45), pria yang pernah mengurus penangkaran buaya di Desa Maku, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulteng. Penangkaran milik warga Korea Selatan itu sudah tak ada lagi sejak lima tahun lalu. Buaya yang pernah ditangkarkan saat ini termasuk sebagian dari 37 buaya yang hidup di Sungai Palu.
Kamis (12/3/2020), Jamal bersama Galante menyambangi muara Sungai Palu. Jamal sempat memancing kemunculan sejumlah buaya dengan umpan berupa ikan. Dua buaya muara (Crocodylus porosus) pun muncul. ”Saya mengikuti tim,” kata Jamal. Menurut rencana, dirinya akan bergabung dengan tim penyelamatan hingga seluruh kegiatan selesai.
Warga lokal baru kali ini dilibatkan dalam penyelamatan buaya muara berkalung ban yang terdeteksi pada pertengahan 2016 itu. Dalam operasi-operasi sebelumnya, termasuk yang melibatkan ahli satwa liar dari Australia, Matthew N Wright, pada pertengahan Februari lalu, warga lokal tak diikutsertakan.
Galante menyebutkan, Jamal akan sangat membantu. Ia memiliki kedekatan dengan buaya muara yang sebagiannya pernah ditangkarkan.
Jamal akan sangat membantu.
Secara umum, Galante belum memulai penyelamatan buaya muara berkalung ban. Dua hari terakhir, ia hanya memantau Sungai Palu dan menyiapkan peralatan yang hendak dipakai, seperti perangkap dan pelampung. Ia memastikan memulai upaya penyelamatan pada Jumat (13/3/2020) sore.
Belum dimulainya upaya penyelamatan, sementara Galante diburu waktu yang hanya seminggu sejak ia tiba pada Selasa (10/3/2020), dinilai sejumlah pihak terkait dengan rumitnya pengurusan administrasi operasi. Galante sebelumnya dijadwalkan mempresentasikan alat-alat yang dipakai dengan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng pada Selasa sore sesaat ia tiba. Namun, hal itu urung dilakukan karena Kepala BKSDA Sulteng Hasmuni Hamar tak berada di tempat. Presentasi akhirnya dilakukan pada Rabu (12/3/2020) malam.
Terkait hal itu, Kepala Konservasi Wilayah I BKSDA Sulteng Haruna Hamma menyampaikan, prensentasi alat yang digunakan perlu dilakukan agar tim BKSDA bisa ambil bagian dalam operasi. Terkait lamanya memulai operasi, Haruna menyebutkan, tim Galante tak hanya datang untuk menyelamatkan buaya berkalung ban. Mereka juga membuat film dokumenter terkait upaya itu.
Oleh karena itu, BKSDA Sulteng perlu berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulteng dan Pemerintah Kota Palu karena wilayah operasi penyelamatan berada dalam kewenangan dua pemerintahan tersebut. Itu pula yang membedakan operasi sebelumnya dengan yang dilakukan Galante kali ini. Koordinasi itu sudah dilakukan antara BKSDA Sulteng, pihak Galante, Pemerintah Provinsi Sulteng, dan Pemerintah Kota Palu.