Kerumunan Warga Tanpa Pembatasan Sosial Rentan Dibubarkan
Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan warga tanpa menerapkan standar pembatasan sosial rawan dibubarkan. Kegiatan itu dikhawatirkan memudahkan penularan Covid-19.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan warga tanpa menerapkan standar pembatasan sosial rawan dibubarkan. Kegiatan itu dikhawatirkan menjadi sarana penularan Covid-19.
Hal ini disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ketika bertemu Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan bupati/wali kota di Sumatera Selatan, Sabtu (21/3/2020), di Palembang. Menurut Tito, sampai saat ini masih ada warga yang belum paham pentingnya pembatasan sosial di tengah pandemi Covid-19 ini.
”Kerumunan bisa jadi media penularan Covid-19. Karena, kita tidak tahu siapa yang sudah terjangkit. Kampanye menjaga jarak harus terus dioptimalkan,” ungkapnya.
Dia menilai, saat ini masih ditemui kegiatan kerumunan, seperti pesta, olahraga, kesenian, atau bahkan keagamaan. Hal ini rentan memicu penularan. Jika ada satu orang tertular, potensi penularan kepada orang lain akan semakin besar.
Dia mencontohkan kegiatan keagamaan di Malaysia. Dari sekitar 16.000 pesertanya, sekitar 600 orang terpapar Covid-19, termasuk warga Indonesia. Atau kegiatan keagamaan di Korea Selatan. Dari sana, angka warga yang terjangkit penyakit itu pun meningkat drastis.
Tito menekankan, dirinya tidak pernah melarang kegiatan peribadatan. Hanya saja, kegiatan itu sementara sebaiknya digelar tanpa kerumunan. Dia berharap kepala daerah dan jajarannya meniadakan kegiatan yang sulit menerapkan pembatasan sosial.
”Kerumunan massa sulit pembatasan sosial lebih baik dibubarkan. Membiarkannya, hanya akan membuat masyarakat saling menulari virus dan saling membunuh. Pembatasan sosial merupakan cara terbaik untuk melindungi umat,” kata Tito.
Untuk itu, perlu diadakannya dialog lebih lanjut ke setiap pemuka agama atau ketua ormas untuk menyosialisasikan hal ini. ”Di tingkat pusat sudah dilaksanakan, tinggal digelar di tingkat daerah,” ucapnya.
Selain itu, ungkap Tito, perlu ada edukasi secara sistematis kepada masyarakat untuk melindungi dan menjaga diri secara mandiri, mulai dari menjaga cara hidup sehat di lingkungan dan rumahnya masing-masing.
Kerumunan massa sulit pembatasan sosial lebih baik dibubarkan. Membiarkannya, hanya akan membuat masyarakat saling menulari virus dan saling membunuh. Pembatasan sosial merupakan cara terbaik untuk melindungi umat.
Berlaku bagi ASN
Hal ini juga berlaku bagi jajaran aparatur sipil negara (ASN) agar menerapkan pembatasan sosial dengan menjalankan kerja dari rumah. ”Bukan diliburkan, melainkan bekerja memanfaatkan sarana informasi yang ada,” ucapnya.
”Kalaupun ada sektor usaha yang strategis, seperti listrik, air, dan komunikasi yang tidak bisa ditinggalkan, perlu diterapkan mekanisme pembatasan sosial, seperti tidak boleh berjabat tangan, atau membuat antrean dengan jarak minimal 1 meter-1,5 meter,” ucapnya.
Selain itu, perlu ada persiapan yang memadai di kantornya, seperti menyiapkan cairan antiseptik, sabun, dan penyemprotan disinfektan secara rutin. Kalau perlu disediakan alat pengukur suhu di kantor pemerintahan tersebut. Untuk mekanismenya akan diserahkan kepada kepala dinas atau kepala kantor instansi masing-masing.
Gubenur Sumsel Herman Deru mengatakan, dirinya akan berdialog dengan ketua organisasi kemasyarakatan dan pemuka agama agar pembatasan sosial dapat diterapkan. Meski belum ada masyarakat Sumsel yang terjangkit virus ini, cara itu efektif sebagai bentuk antisipasi.
Walau demikian, ungkap Herman, dirinya berharap pembatasan sosial ini tidak berdampak buruk bagi perekonomian dan produktivitas daerah. ”Kita berupaya untuk mematuhi anjuran dari pemerintah pusat dengan menggaungkan bekerja di rumah,” katanya.