Pemprov Papua menerapkan kebijakan khusus untuk mencegah penyebaran virus korona penyebab Covid-19. Mulai Kamis (26/3/2020), warga dilarang masuk dan meninggalkan seluruh wilayah Provinsi Papua selama 14 hari.
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Papua menerapkan kebijakan khusus untuk mencegah penyebaran virus korona penyebab Covid-19 di daerah tersebut. Mulai Kamis (26/3/2020), warga dilarang masuk dan meninggalkan seluruh wilayah Provinsi Papua selama 14 hari. Namun, lalu lintas barang masih diperbolehkan.
Demikian bunyi salah satu poin kesepakatan bersama yang ditandatangani Gubernur Papua Lukas Enembe bersama perwakilan DPRD Papua, Polda Papua, Kodam XVII/Cendrawasih, dan kepala daerah dari 28 kabupaten serta 1 kota, di Jayapura, Selasa (24/3/2020).
Kami tetap mengizinkan masuknya kapal yang membawa barang kebutuhan pokok ke Papua.
Lukas mengatakan, pihaknya tidak menerapkan kebijakan karantina wilayah, tetapi pembatasan sosial. Dengan kebijakan ini, semua bandar udara dan pelabuhan di Papua ditutup untuk aktivitas masuk dan keluarnya penumpang.
”Kami tetap mengizinkan masuknya kapal yang membawa barang kebutuhan pokok ke Papua. Sebab, Papua bergantung distribusi barang-barang tersebut dari sejumlah daerah di Indonesia,” kata Lukas.
Ia mengungkapkan, pembatasan masuknya penumpang dilatarbelakangi kondisi Papua yang rawan penyebaran virus korona. Ketersediaan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Papua saat ini belum merata dan memadai.
”Kami akan melakukan evaluasi setelah masa pembatasan sosial ini selesai dalam 14 hari mendatang. Kami akan mengambil keputusan dengan melihat perkembangan kasus pasien yang positif maupun dengan pengawasan,” ujar Lukas.
Selain penutupan bandara dan pelabuhan, terdapat sejumlah poin penting lain dalam kesepakatan ini. Di antaranya melarang segala bentuk kegiatan pertemuan warga dan menetapkan Rumah Sakit Dok II Jayapura sebagai rumah sakit khusus penanganan Covid-19 di Papua.
Aktivitas warga membeli barang di pusat perbelanjaan juga dibatasi dari pukul 06.00 hingga pukul 14.00 WIT. Tim Pengamanan dan Hukum Satgas Penanganan Korona mendapat kewenangan untuk menertibkan warga yang tidak melaksanakan pembatasan sosial (social distancing) atau tidak kontak dengan banyak orang di luar rumah.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw mendukung penuh kebijakan pembatasan sosial itu. Kebijakan ini dinilai sebagai satu-satunya solusi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Papua semakin meluas.
Ia pun mengatakan, Polda Papua telah menyiapkan 2.500 personel tim reaksi cepat untuk membantu Satgas Penanganan Virus Korona Provinsi Papua. ”Kami akan menertibkan warga yang masih berkumpul di suatu tempat dalam jumlah yang banyak, memproses hukum oknum pedagang yang menimbun sembako serta alat kesehatan, dan melacak warga yang berhubungan dengan pasien positif Covid-19,” tutur Paulus.
Sementara itu, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) yang positif Covid-19 di Papua kembali bertambah dari dua menjadi tiga kasus. Kasus yang ketiga ini juga berada di Kabupaten Merauke, seperti dua kasus sebelumnya.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Nevile Muskita mengatakan, pasien positif ketiga ini baru kembali dari Jakarta beberapa hari lalu. Pasien laki-laki ini tidak memiliki riwayat kontak dengan dua pasien positif sebelumnya.
Saat ini, Nevile mengatakan, ketiga pasien itu masih menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Merauke. ”Kondisi mereka sakit ringan hingga sedang,” katanya.
Juru Bicara II Satgas Penanganan Virus Korona Provinsi Papua dr Arry Pongtiku mengatakan, Pemprov Papua akan mendatangkan 2.400 unit alat tes cepat (rapid test) Covid-19 pada Rabu (25/3/2020). ”Penggunaan rapid test untuk warga dengan kategori tertentu, yakni yang mengalami gejala gangguan kesehatan yang diduga terjangkit virus korona,” papar Arry.
Total 716 orang berstatus dalam pemantauan (ODP) yang tersebar di sejumlah wilayah di Papua hingga Selasa ini. Terdapat lima warga negara asing dari 716 ODP ini.