Pelonggaran Impor Berpotensi Menekan Pedagang Pasar
Lonjakan harga bawang putih di tingkat konsumen bukan lantaran sulitnya mencari pasokan. Lonjakan itu terjadi karena pedagang mendapat bawang putih dari pemasok sudah dengan harga yang tergolong tinggi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tetap melonggarkan proses impor sejumlah produk hortikultura strategis, seperti bawang putih dan bawang bombai. Akan tetapi, pelonggaran tersebut dapat menekan pedagang pasar dalam memperoleh pasokan untuk dijual kepada masyarakat.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri, mengatakan, aturan impor yang menyangkut bawang putih dan bawang bombai tak boleh terlalu longgar. ”Saya harap pemerintah tetap mempertahankan mekanisme rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dalam proses importasi,” katanya saat dihubungi, Rabu (25/3/2020).
Abdullah menilai, RIPH menjadi instrumen kontrol dan pemantauan pemerintah dari sisi distribusi dan harga. Tanpa RIPH, importir dapat memasang harga jual sewenang-wenang kepada pedagang.
Lonjakan harga bawang putih di tingkat konsumen bukan lantaran sulitnya mencari pasokan. Lonjakan itu terjadi karena pedagang mendapat bawang putih dari pemasok sudah dengan harga yang tergolong tinggi.
”Artinya, pasokan ada, tetapi harga yang dipasang (pemasok untuk pedagang) tinggi,” ujarnya.
Lonjakan harga bawang putih di tingkat konsumen bukan lantaran sulitnya mencari pasokan. Lonjakan itu terjadi karena pedagang mendapat bawang putih dari pemasok sudah dengan harga yang tergolong tinggi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menyatakan, RIPH mesti didapatkan pelaku usaha dalam proses impor bawang putih dan bawang bombai. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat (2).
”Regulasi itu menyebutkan, impor produk hortikultura dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan dan setelah mendapatkan rekomendasi,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, keputusan menghapus persetujuan impor komoditas bawang bombai dan bawang putih tetap berlaku. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2020 tentang perubahan Permendag Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Imbas dari regulasi itu adalah segala syarat perolehan persetujuan impor turut dihapuskan, termasuk RIPH. Melalui regulasi itu, kemudahan impor bawang putih dan bombai diperlukan karena harga kedua komoditas itu mahal karena stok terbatas.
Kementerian Perdagangan mencatat, harga bawang putih sempat menembus Rp 70.000 per kilogram (kg) dan bawang bombai Rp 140.000 per kg. Harga kedua komoditas itu meningkat lebih dari 100 persen.
Wisnu berpendapat, penghapusan persetujuan impor yang berujung pada penghapusan RIPH tersebut tidak menyalahi Pasal 88 Ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2010. ”UU tersebut hanya mengatur secara prosedural terkait pemberian izin impor produk hortikultura dengan rekomendasi, tetapi tidak menetapkan daftar jenis produk hortikultura yang memerlukan rekomendasi dimaksud,” kata Wisnu dalam siaran pers, Rabu.
Penghapusan persetujuan impor yang berujung pada penghapusan RIPH tersebut tidak menyalahi Pasal 88 Ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2010.
Adapun penghapusan persetujuan impor itu membuat perlakuan terhadap tata impor bawang putih dan bawang bombai seperti sejumlah produk hortikultura lain yang tidak membutuhkan RIPH dan izin impor. Misalnya kiwi, plum, leci, pir, dan almond.
Dari sisi jaminan kualitas pangan dan keamanan konsumsi, Wisnu mengklaim, Badan Karantina Kementerian Pertanian telah menyatakan, prosedur karantina untuk bawang putih dan bawang bombai yang diimpor tak lagi mensyaratkan RIPH untuk pemasukan barang. Hal ini dikatakan dalam rapat koordinasi teknis kebijakan hortikultura yang digelar di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (24/3/2020).